Local content hanya ditujukan untuk pengembangan Industri Pertahanan, sedangkan Offset ditujukan untuk pengembangan Manufaktur Jakarta ★ Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Rabu (2/4), selaku Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) membuka Lokakarya tentang Penyusunan Rencana Induk Pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Kemananan (Alpalhankam) yang diadakan oleh KKIP di Kemhan, Jakarta. Sebagai amanat dari UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, kebutuhan Alpalhankam ini disesuaikan dengan postur pertahanan dan postur Polri yang selanjutnya disinergikan dengan kemampuan yang dimiliki dan dapat dipenuhi oleh Industri Pertahanan Dalam Negeri. Hasil dari penyusunan Rencana Induk Pemenuhan Alpalhankam ini akan dipaparkan pada Sidang KKIP yang kedua.
Di dalam Lokakarya ini dibahas tiga hal yaitu kebijakan Penyusunan Rencana Induk Pemenuhan Alpalhankam serta skema pembiayaannya, rencana induk dari pengguna yaitu TNI dan Polri, dan rencana induk dari Industri Pertahanan. Lokakarya ini dihadiri pula oleh Asrena Angkatan dan Polri untuk memaparkan kebutuhan masing-masing Alpalhankam serta Dirut industri pertahanan, sehingga didapatkan gambaran yang jelas serta solusi yang dibutuhkan dalam upaya kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan agar dalam setiap pengadaan alpalhankam, 85 persen dari biaya merupakan local content, offset dan imbal dagang. Sehingga ketika membelanjakan anggaran pertahanan untuk alutsista luar negeri 85 persen nya akan kembali ke dalam negeri. Dari 85 persen itu, 35 persennya merupakan local content dan offset.
Belanja local content hanya ditujukan untuk pengembangan Industri Pertahanan, sedangkan offset ditujukan untuk pengembangan manufaktur terutama yang terkait dengan pembangunan alpalhankam. Imbal dagang yang telah mencapai 50 persen dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Lokakarya ini diadakan sebagai upaya dari KKIP untuk mensinkronkan dan mensinergikan suatu kegiatan pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari alutsista TNI dan alat material khusus untuk Polri. Sinkronisasi dibutuhkan sebagai upaya untuk menjembatani kebutuhan Alpalhankam yang dibutuhkan TNI dan Polri dengan kemampuan yang dimiliki industri pertahanan dalam negeri.
Dengan Lokakarya ini KKIP akan menerima input dan selanjutnya memroses sebagai suatu penyusunan rencana induk pemenuhan kebutuhan Alpalhankam di dalam suatu perencanaan strategis, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Khususnya nanti sebagai pegangan untuk kepentingan rencana strategis 2015. Ini dimaksudkan agar ada keberlanjutan dalam kebijakan pembangunan Industri Pertahanan Dalam Negeri. Karena tanpanya, amanat UU Industri Pertahanan tidak akan mencapai target secara teknis, taktis, maupun strategis.
Rencana induk pemenuhan Alpalhankam yang sudah disinkronisasi dengan kemampuan Industri Pertahanan inilah yang nantinya menjadi pegangan setelah mendapatkan legalitas dan legitimasi oleh pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah akan membuat suatu regulasi yang kemudian menjadi pedoman dalam mengatur kebutuhan pengguna, kemampuan dari industri pertahanan yang dikembangkan dalam suatu pembinaan industri pertahanan secara berkelanjutan.
Sementara itu Dr M. Said Didu selaku Kabid Perencanaan KKIP menjelaskan bahwa posisi rencana induk ini sebagai prasyarat bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertahanan dan Kementerian terkait lainnya serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Di dalam Lokakarya ini dibahas tiga hal yaitu kebijakan Penyusunan Rencana Induk Pemenuhan Alpalhankam serta skema pembiayaannya, rencana induk dari pengguna yaitu TNI dan Polri, dan rencana induk dari Industri Pertahanan. Lokakarya ini dihadiri pula oleh Asrena Angkatan dan Polri untuk memaparkan kebutuhan masing-masing Alpalhankam serta Dirut industri pertahanan, sehingga didapatkan gambaran yang jelas serta solusi yang dibutuhkan dalam upaya kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan agar dalam setiap pengadaan alpalhankam, 85 persen dari biaya merupakan local content, offset dan imbal dagang. Sehingga ketika membelanjakan anggaran pertahanan untuk alutsista luar negeri 85 persen nya akan kembali ke dalam negeri. Dari 85 persen itu, 35 persennya merupakan local content dan offset.
Belanja local content hanya ditujukan untuk pengembangan Industri Pertahanan, sedangkan offset ditujukan untuk pengembangan manufaktur terutama yang terkait dengan pembangunan alpalhankam. Imbal dagang yang telah mencapai 50 persen dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Lokakarya ini diadakan sebagai upaya dari KKIP untuk mensinkronkan dan mensinergikan suatu kegiatan pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari alutsista TNI dan alat material khusus untuk Polri. Sinkronisasi dibutuhkan sebagai upaya untuk menjembatani kebutuhan Alpalhankam yang dibutuhkan TNI dan Polri dengan kemampuan yang dimiliki industri pertahanan dalam negeri.
Dengan Lokakarya ini KKIP akan menerima input dan selanjutnya memroses sebagai suatu penyusunan rencana induk pemenuhan kebutuhan Alpalhankam di dalam suatu perencanaan strategis, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Khususnya nanti sebagai pegangan untuk kepentingan rencana strategis 2015. Ini dimaksudkan agar ada keberlanjutan dalam kebijakan pembangunan Industri Pertahanan Dalam Negeri. Karena tanpanya, amanat UU Industri Pertahanan tidak akan mencapai target secara teknis, taktis, maupun strategis.
Rencana induk pemenuhan Alpalhankam yang sudah disinkronisasi dengan kemampuan Industri Pertahanan inilah yang nantinya menjadi pegangan setelah mendapatkan legalitas dan legitimasi oleh pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah akan membuat suatu regulasi yang kemudian menjadi pedoman dalam mengatur kebutuhan pengguna, kemampuan dari industri pertahanan yang dikembangkan dalam suatu pembinaan industri pertahanan secara berkelanjutan.
Sementara itu Dr M. Said Didu selaku Kabid Perencanaan KKIP menjelaskan bahwa posisi rencana induk ini sebagai prasyarat bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertahanan dan Kementerian terkait lainnya serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.