Oleh Marsda TNI Dradjad Rahardjo, SIP
PADA masa sekarang kita sendiri menghadapi ancaman bagi kedaulatan dan penegakan hukum berupa aneka pelanggaran oleh pesawat atau kapal negara luar saat melewati atau menggunakan wilayah udara dan laut negara kita. Kebanyakan pelanggaran tersebut unchecked atau tak terawasi dan tak tertindak. Belum lagi bila kita perhitungkan ancaman dari udara berupa pesawat komersial yang dijadikan Rudal berawak dalam misi bunuh diri seperti peristiwa serangan udara 911 di AS. Ancaman faktual pertahanan udara kita saat ini antara lain pelanggaran wilayah udara yurisdiksi nasional oleh pesawat militer dan sipil asing, pelanggaran jalur alur laut kepulauan kita, pelanggaran wilayah udara nasional dibawah pngendalian negara lain, penerbangan gelap mendukung penyelundupan atau separatis, pelanggaran kegiatan survei udara dan pelanggaran pesawat negara tetangga yang terlibat sengketa perbatasan atau pulau-pulau terluar dengan kita. Hampir semua pelanggaran diakibatkan kurangnya Alutsista yang langsung bisa digerakkan oleh Kohanudnas dalam jumlah memadai dan disposisi kekuatan merata.
Sistem Pertahanan Udara Nasional yang kuat tidak hanya sekedar mengawal wilayah udara Indonesia namun akan secara signifikan meningkatkan daya tangkalnya dari kekuatan militer sebagai penyangga pilar perangkat kekuatan nasional kita. Berbagai kegiatan lintas wilayah udara ilegal atau pelanggaran aturan penerbangan pasti akan berkurang bila wilayah udara nasional diawasi dan dijaga secara penuh terus menerus sepanjang tahun. Tidak akan ada kekuatan lain yang akan membantu kita menegakkan Keunggulan Udara di atas wilayah negara kita kecuali mengandalkan kekuatan pertahanan udara kita sendiri.
Keunggulan udara akan membatasi atau membatalkan niat kegiatan ilegal di wilayah udara dan permukaan kita, sementara di sisi lain mampu melindungi kegiatan udara dan permukaan kita dari gangguan pihak luar. Kita sudah memiliki sebuah Komando Pertahanan Udara Nasional yang pada tanggal 9 Februari genap berumur 48 tahun telah mengawal kedaulatan negara di udara. Namun dalam kenyataannya sistem yang sudah bekerja dengan baik secara nyata mengawasi ruang udara selama 24 jam terus menerus tanpa henti masih memiliki beragam tantangan yang harus kita atasi bersama. Alutsista pertahanan udara adalah pesawat tempur buru sergap (interceptor), Radar udara (darat dan terbang) serta Rudal anti-pesawat. Sayangnya Kohanudnas yang membawahi empat Komando Sektor Hanudnas (Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak) saat ini belum cukup efektif karena keterbatasan Alutsista yang dimilikinya, baik jumlah dan kemampuannya. Kohanudnas yang saat ini dalam kenyataannya hanya memiliki jajaran Radar militer yang dalam jumlah belum cukup memayungi ruang udara kita disamping sebagian sudah berumur dan kurang efektif lagi. Di sisi lain untuk keperluan penyergapan Kohanudnas menggunakan pesawat penyergap dari jajaran komando operasi lainnya, untuk Rudal anti-pesawat hanya mengandalkan Rudal anti-pesawat jarak pendek di bawah jajaran Arhanud dan belum memiliki satuan Rudal anti-pesawat jarak sedang. Untuk efektifitas dan kesiapsiagaan Kohanudnas sepanjang waktu sesuai semboyan operasi Siaga Senantiasa maka ketiga jenis Alutsista ini harus berada dalam jajaran Alutsista Kohanudnas.
Menurut Connie Rahakundini Bakrie, pengajar FISIP UI yang juga pengamat militer dan pertahanan dalam bukunya Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal menyebutkan idealnya TNI AU memiliki pesawat tempur penyergap (interceptor) sejumlah 744 unit dan pesawat tempur penyerang (ground attack) sejumlah 456 unit. Jumlah yang sangat mengesankan jika dibandingkan dengan kekuatan pesawat tempur AU menengah di Asia Pasifik seperti India (852 unit), Korea Utara (510 unit), dan Korea Selatan (493 unit). Namun ada baiknya kita lebih realistis dengan mengacu pada kemampuan keuangan negara dikaitkan dengan kebutuhan daya tangkal kuat yang mutlak dipenuhi sebelum jadi makin lemah dan berakibat langsung pada kekuatan negosiasi kita di dunia internasional.
Dalam buku Rencana Strategis Penataan Kohanudnas ke Depan (2009) yang disusun untuk menjadi pedoman dalam penataan Kohanudnas ke depan disebutkan beberapa poin menyangkut doktrin, organisasi, dan Alutsista Hanud. Menyangkut doktrin bisa disebutkan bahwa pembenahan melingkupi wewenang tugas yang harus lebih diperjelas dan dilindungi Undang Undang karena operasi Hanud langsung berkaitan dengan dunia internasional dan mempunyai implikasi pada keamanan nasional. Menyangkut organisasi disarankan Kohanudnas sebagai Komando Strategis dengan memiliki tanggung jawab mengawasi wilayah udara seluas daratan Eropa atau negara AS selayaknya dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi setingkat bintang tiga dengan penyesuaian kepangkatan bagi jajaran di bawahnya. Terakhir dalam buku ini juga ditegaskan bahwa Kohanudnas harus diperkuat dengan penambahan serta modernisasi seluruh Alutsistanya.
Penambahan dan modemisasi pertama adalah menyangkut satuan Radar Hanud termasuk sistem komunikasi datanya agar pengawasan penuh ruang udara selama 24 jam berjalan baik, disamping itu perlu dilengkapi dengan Radar terbang untuk keperluan operasi Hanud pada lokasi dan situasi khusus sesuai kebutuhan operasi. Selanjutnya Alutsista pesawat tempur ditambahkan di jajaran Kohanudnas dengan membentuk Wing Buru Sergap dengan membawahi satu Skadron Buru Sergap (masing-masing 16 pesawat) di tiap Kosek Hanudnas (Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak) maka secara total Kohanudnas memitiki empat Skadron Buru Sergap (64 pesawat). Bila setiap Skadron siap mengirimkan tiga flight pesawat buru sergap (masing-masing tiga-empat pesawat) maka total ada 12 pangkalan udara depan yang bisa menjadi ujung tombak penindakan pelanggaran udara. Terakhir disarankan Kohanudnas memiliki Wing Rudal Anti-Pesawat jarak sedang dimana keempat Kosek memiliki masing-masing satu Skadron Rudal, dimana setiap Skadron bisa mengirimkan empat flight rudal mobile untuk menghadapi ancaman udara di 16 titik strategis terdepan kita. Disamping itu dalam buku ini juga disampaikan perlunya kerjasama yang lebih erat dengan industri dalam negeri seperti sistem peralatan integrasi Kodal Hanud TDAS (Transmisi Data Air Situation) yang merupakan hasil kerjasama dengan vendor lokal. Demikian pula kerjasama dengan Dephub dan Perum Angkasa Pura dalam integrasi data Radar sipil dengan Radar militer dalam memantau ruang udara nasional, seperti yang juga dilaksanakan negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Uni Eropa. Untuk pengadaan Radar udara permukaan dan Radar terbang bisa menjalin kerjasama dengan negara-negara maju untuk membangun industri tersebut bersama industri dalam negeri, termasuk pembuatan Radar pasif yang mampu menangkap pesawat siluman (Stealth).
Semoga kita bersama-sama sepakat memandang bahwa paham liberalism saja tidak cukup untuk menjadi sokoguru perjuangan kita di kancah internasional, demikian pula paham realist yang memandang bahwa kekuatan militer adalah syarat utama dalam membela kepentingan nasional kita. Mari kita bersama memadukan kekuatan diplomasi yang secara sinergis dengan kekuatan ekonomi, kekuatan informasional, dan kekuatan militer kita untuk meningkatkan daya negosiasi kita dimasa depan. Pertahanan Udara Nasional yang kuat dengan sistem yang baik, personel berkualitas, dan Alutsista yang baik dan jumlah memadai akan sanggup meningkatkan daya tangkal dan rasa percaya diri bangsa sehingga memperkuat totalitas Instrument of National Power dalam membela kepentingan nasional kita. Tidak ada yang tidak bangga jika kita memiliki Komando Pertahanan Udara Nasional yang tangguh sebagai benteng terdepan dalam penegakan kedaulatan negara kita. Labda Prakasa Nirwikara.
PADA masa sekarang kita sendiri menghadapi ancaman bagi kedaulatan dan penegakan hukum berupa aneka pelanggaran oleh pesawat atau kapal negara luar saat melewati atau menggunakan wilayah udara dan laut negara kita. Kebanyakan pelanggaran tersebut unchecked atau tak terawasi dan tak tertindak. Belum lagi bila kita perhitungkan ancaman dari udara berupa pesawat komersial yang dijadikan Rudal berawak dalam misi bunuh diri seperti peristiwa serangan udara 911 di AS. Ancaman faktual pertahanan udara kita saat ini antara lain pelanggaran wilayah udara yurisdiksi nasional oleh pesawat militer dan sipil asing, pelanggaran jalur alur laut kepulauan kita, pelanggaran wilayah udara nasional dibawah pngendalian negara lain, penerbangan gelap mendukung penyelundupan atau separatis, pelanggaran kegiatan survei udara dan pelanggaran pesawat negara tetangga yang terlibat sengketa perbatasan atau pulau-pulau terluar dengan kita. Hampir semua pelanggaran diakibatkan kurangnya Alutsista yang langsung bisa digerakkan oleh Kohanudnas dalam jumlah memadai dan disposisi kekuatan merata.
Sistem Pertahanan Udara Nasional yang kuat tidak hanya sekedar mengawal wilayah udara Indonesia namun akan secara signifikan meningkatkan daya tangkalnya dari kekuatan militer sebagai penyangga pilar perangkat kekuatan nasional kita. Berbagai kegiatan lintas wilayah udara ilegal atau pelanggaran aturan penerbangan pasti akan berkurang bila wilayah udara nasional diawasi dan dijaga secara penuh terus menerus sepanjang tahun. Tidak akan ada kekuatan lain yang akan membantu kita menegakkan Keunggulan Udara di atas wilayah negara kita kecuali mengandalkan kekuatan pertahanan udara kita sendiri.
Keunggulan udara akan membatasi atau membatalkan niat kegiatan ilegal di wilayah udara dan permukaan kita, sementara di sisi lain mampu melindungi kegiatan udara dan permukaan kita dari gangguan pihak luar. Kita sudah memiliki sebuah Komando Pertahanan Udara Nasional yang pada tanggal 9 Februari genap berumur 48 tahun telah mengawal kedaulatan negara di udara. Namun dalam kenyataannya sistem yang sudah bekerja dengan baik secara nyata mengawasi ruang udara selama 24 jam terus menerus tanpa henti masih memiliki beragam tantangan yang harus kita atasi bersama. Alutsista pertahanan udara adalah pesawat tempur buru sergap (interceptor), Radar udara (darat dan terbang) serta Rudal anti-pesawat. Sayangnya Kohanudnas yang membawahi empat Komando Sektor Hanudnas (Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak) saat ini belum cukup efektif karena keterbatasan Alutsista yang dimilikinya, baik jumlah dan kemampuannya. Kohanudnas yang saat ini dalam kenyataannya hanya memiliki jajaran Radar militer yang dalam jumlah belum cukup memayungi ruang udara kita disamping sebagian sudah berumur dan kurang efektif lagi. Di sisi lain untuk keperluan penyergapan Kohanudnas menggunakan pesawat penyergap dari jajaran komando operasi lainnya, untuk Rudal anti-pesawat hanya mengandalkan Rudal anti-pesawat jarak pendek di bawah jajaran Arhanud dan belum memiliki satuan Rudal anti-pesawat jarak sedang. Untuk efektifitas dan kesiapsiagaan Kohanudnas sepanjang waktu sesuai semboyan operasi Siaga Senantiasa maka ketiga jenis Alutsista ini harus berada dalam jajaran Alutsista Kohanudnas.
Menurut Connie Rahakundini Bakrie, pengajar FISIP UI yang juga pengamat militer dan pertahanan dalam bukunya Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal menyebutkan idealnya TNI AU memiliki pesawat tempur penyergap (interceptor) sejumlah 744 unit dan pesawat tempur penyerang (ground attack) sejumlah 456 unit. Jumlah yang sangat mengesankan jika dibandingkan dengan kekuatan pesawat tempur AU menengah di Asia Pasifik seperti India (852 unit), Korea Utara (510 unit), dan Korea Selatan (493 unit). Namun ada baiknya kita lebih realistis dengan mengacu pada kemampuan keuangan negara dikaitkan dengan kebutuhan daya tangkal kuat yang mutlak dipenuhi sebelum jadi makin lemah dan berakibat langsung pada kekuatan negosiasi kita di dunia internasional.
Dalam buku Rencana Strategis Penataan Kohanudnas ke Depan (2009) yang disusun untuk menjadi pedoman dalam penataan Kohanudnas ke depan disebutkan beberapa poin menyangkut doktrin, organisasi, dan Alutsista Hanud. Menyangkut doktrin bisa disebutkan bahwa pembenahan melingkupi wewenang tugas yang harus lebih diperjelas dan dilindungi Undang Undang karena operasi Hanud langsung berkaitan dengan dunia internasional dan mempunyai implikasi pada keamanan nasional. Menyangkut organisasi disarankan Kohanudnas sebagai Komando Strategis dengan memiliki tanggung jawab mengawasi wilayah udara seluas daratan Eropa atau negara AS selayaknya dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi setingkat bintang tiga dengan penyesuaian kepangkatan bagi jajaran di bawahnya. Terakhir dalam buku ini juga ditegaskan bahwa Kohanudnas harus diperkuat dengan penambahan serta modernisasi seluruh Alutsistanya.
Penambahan dan modemisasi pertama adalah menyangkut satuan Radar Hanud termasuk sistem komunikasi datanya agar pengawasan penuh ruang udara selama 24 jam berjalan baik, disamping itu perlu dilengkapi dengan Radar terbang untuk keperluan operasi Hanud pada lokasi dan situasi khusus sesuai kebutuhan operasi. Selanjutnya Alutsista pesawat tempur ditambahkan di jajaran Kohanudnas dengan membentuk Wing Buru Sergap dengan membawahi satu Skadron Buru Sergap (masing-masing 16 pesawat) di tiap Kosek Hanudnas (Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak) maka secara total Kohanudnas memitiki empat Skadron Buru Sergap (64 pesawat). Bila setiap Skadron siap mengirimkan tiga flight pesawat buru sergap (masing-masing tiga-empat pesawat) maka total ada 12 pangkalan udara depan yang bisa menjadi ujung tombak penindakan pelanggaran udara. Terakhir disarankan Kohanudnas memiliki Wing Rudal Anti-Pesawat jarak sedang dimana keempat Kosek memiliki masing-masing satu Skadron Rudal, dimana setiap Skadron bisa mengirimkan empat flight rudal mobile untuk menghadapi ancaman udara di 16 titik strategis terdepan kita. Disamping itu dalam buku ini juga disampaikan perlunya kerjasama yang lebih erat dengan industri dalam negeri seperti sistem peralatan integrasi Kodal Hanud TDAS (Transmisi Data Air Situation) yang merupakan hasil kerjasama dengan vendor lokal. Demikian pula kerjasama dengan Dephub dan Perum Angkasa Pura dalam integrasi data Radar sipil dengan Radar militer dalam memantau ruang udara nasional, seperti yang juga dilaksanakan negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Uni Eropa. Untuk pengadaan Radar udara permukaan dan Radar terbang bisa menjalin kerjasama dengan negara-negara maju untuk membangun industri tersebut bersama industri dalam negeri, termasuk pembuatan Radar pasif yang mampu menangkap pesawat siluman (Stealth).
Semoga kita bersama-sama sepakat memandang bahwa paham liberalism saja tidak cukup untuk menjadi sokoguru perjuangan kita di kancah internasional, demikian pula paham realist yang memandang bahwa kekuatan militer adalah syarat utama dalam membela kepentingan nasional kita. Mari kita bersama memadukan kekuatan diplomasi yang secara sinergis dengan kekuatan ekonomi, kekuatan informasional, dan kekuatan militer kita untuk meningkatkan daya negosiasi kita dimasa depan. Pertahanan Udara Nasional yang kuat dengan sistem yang baik, personel berkualitas, dan Alutsista yang baik dan jumlah memadai akan sanggup meningkatkan daya tangkal dan rasa percaya diri bangsa sehingga memperkuat totalitas Instrument of National Power dalam membela kepentingan nasional kita. Tidak ada yang tidak bangga jika kita memiliki Komando Pertahanan Udara Nasional yang tangguh sebagai benteng terdepan dalam penegakan kedaulatan negara kita. Labda Prakasa Nirwikara.
♞ Pelita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.