Kapal serbaguna Mistral
Mesir dan Arab Saudi tertarik untuk membeli dua kapal perang Mistral Perancis yang telah dijual ke Rusia sebelum akhirnya Paris membatalkan kesepakatan tersebut.
“Mesir dan Arab Saudi sangat berharap dapat membeli dua Mistral,” kata seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya oleh harian terkemuka Perancis, Le Monde.
“Raja Salman dari Arab Saudi ingin membangun armada di Mesir yang dapat memproyeksikan kekuatan regional di Laut Merah dan Mediterania,” kata sumber itu. “Beberapa negara di kawasan ini telah menyampaikan minatnya untuk membeli Mistral dengan tujuan membangun kekuatan maritim regional.”
Laporan keinginan Mesir dan Saudi dalam memperoleh dua kapal perang buatan Prancis itu terjadi sehari setelah Presiden Perancis François Hollande menghadiri upacara peresmian perpanjangan Terusan Suez di kota pelabuhan Ismailia, Mesir, Kamis 6/7/2015.
A joint Arab force
Mesir dan Arab Saudi tertarik dengan kapal perang Perancis muncul setelah kedua negara kekuatan Sunni ini mendapatkan bersama untuk melawan Islam radikal yang dipicu oleh tercapainya kesepakatan nuklir Iran yang mengguncang beberapa rezim Arab Sunni.
Pada tanggal 30 Juli 2015, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Menteri Pertahanan dan Wakil Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menandatangani “Deklarasi Kairo” yang bertujuan meningkatkan hubungan militer dan kerja sama ekonomi antara kedua negara.
Dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan penandatanganan Deklarasi Kairo, kantor kepresidenan Mesir mencatat bahwa, “Kedua pihak menekankan perlunya mengerahkan segala upaya untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan, dan bekerja sama untuk melindungi keamanan negara Arab,” yang secara luas bisa dipandang sebagai upaya menandingi pengaruh Syiah Iran yang tumbuh di wilayah tersebut.
Arab Saudi selama ini berperan dalam menjaga perekonomian Mesir untuk terus tumbuh pasca tersingkirnya Presiden Mohammed Morsi yang terpilih secara demokratis dan digantikan Sisi. Meskipun dunia internasional mengecam pemecatan Presiden Morsi, namun negara kaya minyak Arab Saudi memberi Mesir paket bantuan keuangan lebih dari 4 miliar USD.
Kerjasama Mesir dan Perancis dalam melawan kekerasan
Hubungan militer antara Perancis dengan negara yang paling padat penduduknya di dunia Arab, Mesir, juga telah menguat dua tahun setelah penggulingan Morsi.
Pada bulan November 2014, saat kunjungan kenegaraan ke Prancis, Sisi mencapai kesepakatan prinsip pada penjualan 24 jet tempur Rafale buatan Prancis dan sebuah kapal FREMM multirole. Kesepakatan itu dicapai pada bulan Februari.
Selama kunjungan terakhirnya ke Mesir, Hollande menegaskan keinginan Prancis untuk “memberi Mesir sarana bertindak” dalam bertempur melawan kekuatan ekstrim di wilayah itu “Hari ini, hubungan antara Perancis dan Mesir didasarkan pada kepentingan bersama: perang melawan terorisme dan keamanan,” kata Hollande, mengingat ancaman teroris yang meningkat di Libya, Yaman, Suriah, Irak dan Mesir.
Abdel-Fattah al-Sisi kini berada di garis depan menyerukan kekuatan Arab untuk melawan pemberontak di wilayah tersebut setelah kelompok ISIS pada bulan Februari mengeksekusi 21 orang Kristen Koptik di Libya, yang semuanya kecuali satu orang, adalah warga Mesir. [France24]
Mesir dan Arab Saudi tertarik untuk membeli dua kapal perang Mistral Perancis yang telah dijual ke Rusia sebelum akhirnya Paris membatalkan kesepakatan tersebut.
“Mesir dan Arab Saudi sangat berharap dapat membeli dua Mistral,” kata seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya oleh harian terkemuka Perancis, Le Monde.
“Raja Salman dari Arab Saudi ingin membangun armada di Mesir yang dapat memproyeksikan kekuatan regional di Laut Merah dan Mediterania,” kata sumber itu. “Beberapa negara di kawasan ini telah menyampaikan minatnya untuk membeli Mistral dengan tujuan membangun kekuatan maritim regional.”
Laporan keinginan Mesir dan Saudi dalam memperoleh dua kapal perang buatan Prancis itu terjadi sehari setelah Presiden Perancis François Hollande menghadiri upacara peresmian perpanjangan Terusan Suez di kota pelabuhan Ismailia, Mesir, Kamis 6/7/2015.
A joint Arab force
Mesir dan Arab Saudi tertarik dengan kapal perang Perancis muncul setelah kedua negara kekuatan Sunni ini mendapatkan bersama untuk melawan Islam radikal yang dipicu oleh tercapainya kesepakatan nuklir Iran yang mengguncang beberapa rezim Arab Sunni.
Pada tanggal 30 Juli 2015, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Menteri Pertahanan dan Wakil Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menandatangani “Deklarasi Kairo” yang bertujuan meningkatkan hubungan militer dan kerja sama ekonomi antara kedua negara.
Dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan penandatanganan Deklarasi Kairo, kantor kepresidenan Mesir mencatat bahwa, “Kedua pihak menekankan perlunya mengerahkan segala upaya untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan, dan bekerja sama untuk melindungi keamanan negara Arab,” yang secara luas bisa dipandang sebagai upaya menandingi pengaruh Syiah Iran yang tumbuh di wilayah tersebut.
Arab Saudi selama ini berperan dalam menjaga perekonomian Mesir untuk terus tumbuh pasca tersingkirnya Presiden Mohammed Morsi yang terpilih secara demokratis dan digantikan Sisi. Meskipun dunia internasional mengecam pemecatan Presiden Morsi, namun negara kaya minyak Arab Saudi memberi Mesir paket bantuan keuangan lebih dari 4 miliar USD.
Kerjasama Mesir dan Perancis dalam melawan kekerasan
Hubungan militer antara Perancis dengan negara yang paling padat penduduknya di dunia Arab, Mesir, juga telah menguat dua tahun setelah penggulingan Morsi.
Pada bulan November 2014, saat kunjungan kenegaraan ke Prancis, Sisi mencapai kesepakatan prinsip pada penjualan 24 jet tempur Rafale buatan Prancis dan sebuah kapal FREMM multirole. Kesepakatan itu dicapai pada bulan Februari.
Selama kunjungan terakhirnya ke Mesir, Hollande menegaskan keinginan Prancis untuk “memberi Mesir sarana bertindak” dalam bertempur melawan kekuatan ekstrim di wilayah itu “Hari ini, hubungan antara Perancis dan Mesir didasarkan pada kepentingan bersama: perang melawan terorisme dan keamanan,” kata Hollande, mengingat ancaman teroris yang meningkat di Libya, Yaman, Suriah, Irak dan Mesir.
Abdel-Fattah al-Sisi kini berada di garis depan menyerukan kekuatan Arab untuk melawan pemberontak di wilayah tersebut setelah kelompok ISIS pada bulan Februari mengeksekusi 21 orang Kristen Koptik di Libya, yang semuanya kecuali satu orang, adalah warga Mesir. [France24]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.