Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI Fransen Siahaan, mengatakan pihaknya menempatkan dua regu berisi 20 serdadu di dekat Desa Yakyu, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, setelah sejumlah prajurit Papua Nugini (PNG) masuk ke wilayah itu dan meminta bendera PNG dikibarkan.TNI menempatkan tentara di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. ⚓️
Mayjen Fransen Siahaan mengatakan insiden bermula ketika satu regu tentara Papua Nugini mendatangi Desa Yakyu yang didiami suku Kanum, pada 7 Agustus lalu.
Di sana mereka melihat bendera merah putih yang tengah dikibarkan penduduk desa yang berjumlah 93 jiwa.
Para serdadu itu kemudian meminta bendera Papua Nugini turut dikibarkan karena, menurut mereka, wilayah tersebut merupakan zona netral antara Indonesia dan PNG.
“Mereka mengatakan ini zona netral, tapi penduduk mengatakan ini wilayah RI,” kata Fransen kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Ketika ditanya apakah tidak kejelasan garis perbatasan di sana, Fransen berujar, “Mana ada jelas, itu kan hutan. Yang ada patok-patok. Dari satu patok ke patok lain bisa berjarak 25 kilometer.”
Untuk memastikan insiden serupa tidak terjadi pada masa mendatang, Fransen memutuskan mendirikan pos dan menempatkan dua regu yang terdiri dari 20 prajurit TNI di Rawabiru, dekat Desa Yakyu.
Selama ini, Fransen mengaku tentara berpatroli di antara patok-patok perbatasan dan tidak menetap.
“Meski demikian, ini perlu diplomasi luar negeri. Untuk memperjelas batas negara, memang tidak bisa diselesaikan oleh tentara,” ujarnya.
Diplomasi
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan pihaknya akan memanggil Duta Besar Papua Nugini, Peter Ilau, untuk mendengar klarifikasi dari pemerintah PNG.
Salah satu yang akan ditanyakan ialah perihal zona netral di dekat perbatasan Indonesia dan PNG.
“Kedua negara memiliki Joint Border Commission (Komisi Perbatasan Gabungan) yang membahas beragam masalah perbatasan untuk mencegah kesalahpahaman seperti ini,” kata Arrmanatha, seraya menambahkan ada sejumlah titik di perbatasan yang masih dinegosiasikan kedua negara.
Jika masalah tidak bisa diselesaikan di Joint Border Commission, Arrmanatha mengatakan masih ada mekanisme bilateral lainnya, seperti pertemuan bilateral menteri luar negeri.
Mayjen Fransen Siahaan mengatakan insiden bermula ketika satu regu tentara Papua Nugini mendatangi Desa Yakyu yang didiami suku Kanum, pada 7 Agustus lalu.
Di sana mereka melihat bendera merah putih yang tengah dikibarkan penduduk desa yang berjumlah 93 jiwa.
Para serdadu itu kemudian meminta bendera Papua Nugini turut dikibarkan karena, menurut mereka, wilayah tersebut merupakan zona netral antara Indonesia dan PNG.
“Mereka mengatakan ini zona netral, tapi penduduk mengatakan ini wilayah RI,” kata Fransen kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Ketika ditanya apakah tidak kejelasan garis perbatasan di sana, Fransen berujar, “Mana ada jelas, itu kan hutan. Yang ada patok-patok. Dari satu patok ke patok lain bisa berjarak 25 kilometer.”
Untuk memastikan insiden serupa tidak terjadi pada masa mendatang, Fransen memutuskan mendirikan pos dan menempatkan dua regu yang terdiri dari 20 prajurit TNI di Rawabiru, dekat Desa Yakyu.
Selama ini, Fransen mengaku tentara berpatroli di antara patok-patok perbatasan dan tidak menetap.
“Meski demikian, ini perlu diplomasi luar negeri. Untuk memperjelas batas negara, memang tidak bisa diselesaikan oleh tentara,” ujarnya.
Diplomasi
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan pihaknya akan memanggil Duta Besar Papua Nugini, Peter Ilau, untuk mendengar klarifikasi dari pemerintah PNG.
Salah satu yang akan ditanyakan ialah perihal zona netral di dekat perbatasan Indonesia dan PNG.
“Kedua negara memiliki Joint Border Commission (Komisi Perbatasan Gabungan) yang membahas beragam masalah perbatasan untuk mencegah kesalahpahaman seperti ini,” kata Arrmanatha, seraya menambahkan ada sejumlah titik di perbatasan yang masih dinegosiasikan kedua negara.
Jika masalah tidak bisa diselesaikan di Joint Border Commission, Arrmanatha mengatakan masih ada mekanisme bilateral lainnya, seperti pertemuan bilateral menteri luar negeri.
⚓️ BBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.