Kerja Sama Intelijen dan Tangkal Terorisme Luhut Padjaitan bersama Jaksa Agung Australia George Brandis (kiri) dan Menteri Kehakiman Michael Keenan (kanan) (Kemenko Polhukam) ☆
Delegasi Indonesia dan Australia kembali bertemu dalam 'Australia-Indonesia Ministerial Council on Law and Security' untuk kedua kalinya di Sydney, Australia pada hari Rabu (8/6). Pertemuan ini menyepakati kerja sama di bidang intelijen dan terorisme.
Pertemuan pertama berlangsung Desember tahun lalu di Indonesia, ajang ini adalah forum untuk mengordinasikan kerja sama dan tanggung jawab kedua negara terkait keamanan internasional, khususnya soal terorisme.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menko Polhukam Luhut Panjaitan, didampingi Kapolri Badrodin Haiti, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian, dan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie.
"Pertemuan berlangsung dengan sangat baik, dan kami melakukan pembicaraan mendalam tentang penangkalan aksi terorisme, kerja sama dalam bidang intelijen dan peningkatan kapasitas di beberapa bidang. Pertemuan ini sangat penting bagi kedua belah pihak melihat pencapaian yang menggembirakan dalam satu tahun terakhir," ujar Menteri Luhut usai pertemuan kedua delegasi.
Luhut memberi contoh keberhasilan untuk mengatasi ancaman teroris adalah telah dilakukannya pemetaan terhadap gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi.
"Ada sekitar 500 orang Indonesia ada di Suriah dan mereka ingin mendirikan kekhilafahan di Asia Tenggara, dan kami berhasil untuk memetakan mereka. Bersama Australia kami juga saling bertukar informasi mengenai hal ini. Kami yakin dapat mengatasi masalah ini," ungkap Luhut.
Menjawab pertanyaan adanya aliran dana untuk aksi terorisme yang dialirkan dari Australia ke Indonesia, Menkopolhukam mengatakan bahwa aliran dana ini sedang dalam investigasi kedua negara.
"Parlemen kami saat ini dalam proses menyelesaikan revisi UU Antiterorisme yang membolehkan aparat untuk melakukan penahanan terhadap orang atau kelompok yang dicurigai akan melakukan tindakan terorisme. Hal ini tidak dibolehkan dalam UU yang lama. Kami harap proses revisi dapat rampung bulan depan," ujar Luhut menjawab pertanyaan wartawan.
Dalam pertemuan tersebut Jaksa Agung Australia George Brandis memimpin delegasi Australia didampingi Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan.
Seperti tahun lalu, beberapa isu keamanan dan hukum masih dibicarakan pada forum yang kedua ini, seperti penanggulangan terorisme, keamanan siber (cyber security) dan operasi intelijen.
"Dalam pertemuan ini kami bertukar informasi mengenai ancaman di kawasan dan komitmen untuk memperkuat kerjasama intelijen antara Australia dan Indonesia. Sehingga persoalan terorisme dapat kami tanggulangi mulai dari masalah pendanaannya, derasikalisasi dan keamanan siber," kata Brandis.
Sementara Menteri Kehakiman yang juga menjabat sebagai Menteri Khusus Urusan Terorisme Michael Keenan menyatakan Indonesia dan Australia sama-sama mengahadapi ancaman organisasi teroris internasional.
"Kita menghadapi organisasi teroris di Timur Tengah yang terang-terangan menyatakan perang terhadap negara-negara lain, dan menyerang teman dan tetangga kita. Kerja sama ini untuk merespon ancaman mereka. Ini adalah kesempatan kami juga untuk belajar mengenai penerapan hukum, kerja sama intelijen dan kami akan terus berkolaborasi," kata Keenan.
Kedua belah pihak mengatakan pertemuan ini sudah mencapai hasil konkret. (miq/miq)
Delegasi Indonesia dan Australia kembali bertemu dalam 'Australia-Indonesia Ministerial Council on Law and Security' untuk kedua kalinya di Sydney, Australia pada hari Rabu (8/6). Pertemuan ini menyepakati kerja sama di bidang intelijen dan terorisme.
Pertemuan pertama berlangsung Desember tahun lalu di Indonesia, ajang ini adalah forum untuk mengordinasikan kerja sama dan tanggung jawab kedua negara terkait keamanan internasional, khususnya soal terorisme.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menko Polhukam Luhut Panjaitan, didampingi Kapolri Badrodin Haiti, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian, dan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie.
"Pertemuan berlangsung dengan sangat baik, dan kami melakukan pembicaraan mendalam tentang penangkalan aksi terorisme, kerja sama dalam bidang intelijen dan peningkatan kapasitas di beberapa bidang. Pertemuan ini sangat penting bagi kedua belah pihak melihat pencapaian yang menggembirakan dalam satu tahun terakhir," ujar Menteri Luhut usai pertemuan kedua delegasi.
Luhut memberi contoh keberhasilan untuk mengatasi ancaman teroris adalah telah dilakukannya pemetaan terhadap gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi.
"Ada sekitar 500 orang Indonesia ada di Suriah dan mereka ingin mendirikan kekhilafahan di Asia Tenggara, dan kami berhasil untuk memetakan mereka. Bersama Australia kami juga saling bertukar informasi mengenai hal ini. Kami yakin dapat mengatasi masalah ini," ungkap Luhut.
Menjawab pertanyaan adanya aliran dana untuk aksi terorisme yang dialirkan dari Australia ke Indonesia, Menkopolhukam mengatakan bahwa aliran dana ini sedang dalam investigasi kedua negara.
"Parlemen kami saat ini dalam proses menyelesaikan revisi UU Antiterorisme yang membolehkan aparat untuk melakukan penahanan terhadap orang atau kelompok yang dicurigai akan melakukan tindakan terorisme. Hal ini tidak dibolehkan dalam UU yang lama. Kami harap proses revisi dapat rampung bulan depan," ujar Luhut menjawab pertanyaan wartawan.
Dalam pertemuan tersebut Jaksa Agung Australia George Brandis memimpin delegasi Australia didampingi Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan.
Seperti tahun lalu, beberapa isu keamanan dan hukum masih dibicarakan pada forum yang kedua ini, seperti penanggulangan terorisme, keamanan siber (cyber security) dan operasi intelijen.
"Dalam pertemuan ini kami bertukar informasi mengenai ancaman di kawasan dan komitmen untuk memperkuat kerjasama intelijen antara Australia dan Indonesia. Sehingga persoalan terorisme dapat kami tanggulangi mulai dari masalah pendanaannya, derasikalisasi dan keamanan siber," kata Brandis.
Sementara Menteri Kehakiman yang juga menjabat sebagai Menteri Khusus Urusan Terorisme Michael Keenan menyatakan Indonesia dan Australia sama-sama mengahadapi ancaman organisasi teroris internasional.
"Kita menghadapi organisasi teroris di Timur Tengah yang terang-terangan menyatakan perang terhadap negara-negara lain, dan menyerang teman dan tetangga kita. Kerja sama ini untuk merespon ancaman mereka. Ini adalah kesempatan kami juga untuk belajar mengenai penerapan hukum, kerja sama intelijen dan kami akan terus berkolaborasi," kata Keenan.
Kedua belah pihak mengatakan pertemuan ini sudah mencapai hasil konkret. (miq/miq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.