Garis Merah adalah wilayah sengketa di Laut China Selatan yang melibatkan Tiongkok dan sejumlah negara-negara di Asean. (AFP Photo) ○
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno LP Marsudi djadwalkan menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri kelompok negara Asean dan Tiongkok, pada 13-15 Juni 2016, di Tiongkok. Salah satu agenda yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah masalah Laut China Selatan.
Menurut Direktur Mitra Wicara Intrakawasan Asean Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Derry Aman, Indonesia akan menekankan penyelesaian secara damai sengketa Laut China Selatan melalui proses hukum dan diplomatik.
“Dari sekian banyak elemen, yang paling utama dan penting menurut Indonesia ya penyelesaian Code of Conduct (CoC) sesegera mungkin, sehingga implementasi Declaration of Conduct (DoC) bisa dicapai,” ujar Derry di Jakarta, Kamis (9/6).
Ia menegaskan bahwa prinsip dasar Indonesia terkait sengketa itu tidak akan berubah dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang.
Derry juga menambahkan, Indonesia akan mencoba menekankan ke semua pihak untuk menahan diri tidak melakukan provokasi atau hal apapun yang bisa memperburuk situasi di lapangan.
Pertemuan khusus ini, lanjut dia, bertujuan menyamakan pandangan dan melakukan pembahasan khusus dengan pihak Tiongkok. Oleh karena itu tidak akan ada penyampaian joint statement terkait arbitrase Filipina dalam pertemuan itu.
Menurut dia, hal tersebut tidak mudah dilakukan karena setiap negara anggota Asean pasti mempunyai pandanga sendiri. Walau begitu Indonesia beranggapan, Asean perlu mengeluarkan pendapat terkait arbitrase.
“Pertemuan ini khusus. Pada Juli nanti ada KTT reguler ASEAN-Tiongkok. Pertemuan para menlu ini juga menandai peringatan 25 tahun kerja sama dan kemitraan antara Asean-Tiongkok,” kata Derry.
Dalam rangka peringatan 25 tahun hubungan Asean dan Tiongkok akan diadakan education exchange year atau pertukaran pelajar dan pemuda antar Asean dan Tiongkok.
“Hubungan people to people, awareness di antara dua masyarakat Asean dan Tiongkok, dan peningkatan pendidikan juga menjadi concern kami,” pungkas Derry.
Dia menambahkan, bahwa pada 2017 juga diusulkan Asean-Tiongkok tourism cooperation year yang bertujuan meningkatakan kunjungan wisatawan antar Asean dan Tiongkok.
“Gagasan ini juga salah satu yang dikejar Indonesia dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Tanah Air,” terang Derry.
Sesuai Hukum Internasional
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) secara tidak langsung menegaskan bahwa posisi Indonesia netral terkait konflik perebutan wilayah di Laut China Selatan.
Indonesia, ungkapnya, hanya menginginkan masalah perebutan wilayah tersebut bisa segera terselesaikan dengan mengacu pada hukum internasional yang berlaku.
"Posisi kita agar masalah ini bisa diselesaikan secara hukum internasional, dalam hal ini UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982). Itu yang paling baik dan yang paling tepat dipakai," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).
Namun, JK mengakui bahwa Tiongkok tidak menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik itu. Oleh karena itu, memang membutuhkan kesepakatan dan kesamaan pandangan antar negara di Asia Tenggara (Asean) terkait penyelesaian konflik yang melibatkan lima negara tersebut.
Posisi Indonesia tersebut diungkapkan JK, menjawab permintaan dukungan Menteri Public Security, Republik Sosialis Vietnam, To Lam mengenai konflik Laut China Selatan.
Untuk diketahui, To Lam beserta rombongan bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla ke kantor Wapres, pada Jumat (10/6) siang. Namun, dengan alasan ada agenda lainnya, yang bersangkutan enggan memberikan pernyataan ke media terkait pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut.
Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Dewi Fortuna Anwar mengungkapkan kehadiran To Lam membicarakan beberapa hal, mulai dari kerjasama perdagangan kedua negara, masalah batas laut, nelayan, pembelian pesawat sampai masalah Laut Tiongkok Selatan.
Kemudian, Dewi mengungkapkan dalam pertemuan tersebut To Lam menyampaikan kepada JK agar Asean bersatu dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.
"Mengharapkan masalah Laut China Selatan, Asean bisa bersatu. Filipina kan ajukan ke PAC (Pengadilan Arbitrase Internasional). Dia berharap supaya Asean bulat," kata Dewi Fortuna di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).
Namun, ungkap Dewi, permintaan tersebut ditanggapi JK dengan mengatakan bahwa persoalan Laut Tiongkok Selatan harus mengacu pada hukum internasional.
Konflik Laut China Selatan memang pernah menjadi topik yang diangkat JK dalam konferensi internasional. Dalam sambutannya di Boao Forum for Asia (BFA), Maret lalu, dia menekankan perlunya menjaga perdamaian di kawasan Asia, termasuk perdamaian di Laut Tiongkok Selatan karena menyatukan pusat-pusat ekonomi yang paling penting di dunia, yaitu ASEAN, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Apalagi, lanjutnya, lebih dari US$ 5 triliun setiap tahunnya dihasilkan dari transaksi perdagangan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Menurut JK, kemajuan atau pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai jika ditopang dengan stabilitas keamanan. Oleh karena itu, dia menekankan untuk menjaga perdamaian Laut China Selatan.
Sebelumnya, JK sempat melontarkan solusi berupa pengelolaan bersama kekayaan alam yang terpendam dalam Laut Tiongkok Selatan. Hal itu disampaikannya usai menerima Ketua Asian Peace and Reconcilitation Council (APRC/Dewan Rekonsiliasi dan Perdamaian Asia), Surakiart Sathirathai, bulan Februari lalu.
JK mengaku percaya bahwa solusi ekspolarasi bersama dapat diterima oleh Tiongkok, mengingat negeri tirai bambu tersebut adalah negara industri sehingga pasti menginginkan jalur perdagangannya lancar.
"Menurut saya Tiongkok bukan niatnya untuk menguasai wilayah itu secara kekuatan. Pasti ingin jalur itu damai. Kalau tidak damai macam mana, pasti ekspor Tiongkok langsung drop (menurun). Bahwa di situ mungkin ada kekayaan alam yang ingin diekspolitasi. Oleh karena itu, jalan yang terbaik ialah bekerja bersama untuk eksplorasi sesuai dengan wilayah masing-masing," kata JK.
Ketika itu, Surakiart meminta JK untuk menengahi atau menjadi juru runding konflik perebutan wilayah di Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Brunai Darussalam dan Taiwan.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno LP Marsudi djadwalkan menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri kelompok negara Asean dan Tiongkok, pada 13-15 Juni 2016, di Tiongkok. Salah satu agenda yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah masalah Laut China Selatan.
Menurut Direktur Mitra Wicara Intrakawasan Asean Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Derry Aman, Indonesia akan menekankan penyelesaian secara damai sengketa Laut China Selatan melalui proses hukum dan diplomatik.
“Dari sekian banyak elemen, yang paling utama dan penting menurut Indonesia ya penyelesaian Code of Conduct (CoC) sesegera mungkin, sehingga implementasi Declaration of Conduct (DoC) bisa dicapai,” ujar Derry di Jakarta, Kamis (9/6).
Ia menegaskan bahwa prinsip dasar Indonesia terkait sengketa itu tidak akan berubah dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang.
Derry juga menambahkan, Indonesia akan mencoba menekankan ke semua pihak untuk menahan diri tidak melakukan provokasi atau hal apapun yang bisa memperburuk situasi di lapangan.
Pertemuan khusus ini, lanjut dia, bertujuan menyamakan pandangan dan melakukan pembahasan khusus dengan pihak Tiongkok. Oleh karena itu tidak akan ada penyampaian joint statement terkait arbitrase Filipina dalam pertemuan itu.
Menurut dia, hal tersebut tidak mudah dilakukan karena setiap negara anggota Asean pasti mempunyai pandanga sendiri. Walau begitu Indonesia beranggapan, Asean perlu mengeluarkan pendapat terkait arbitrase.
“Pertemuan ini khusus. Pada Juli nanti ada KTT reguler ASEAN-Tiongkok. Pertemuan para menlu ini juga menandai peringatan 25 tahun kerja sama dan kemitraan antara Asean-Tiongkok,” kata Derry.
Dalam rangka peringatan 25 tahun hubungan Asean dan Tiongkok akan diadakan education exchange year atau pertukaran pelajar dan pemuda antar Asean dan Tiongkok.
“Hubungan people to people, awareness di antara dua masyarakat Asean dan Tiongkok, dan peningkatan pendidikan juga menjadi concern kami,” pungkas Derry.
Dia menambahkan, bahwa pada 2017 juga diusulkan Asean-Tiongkok tourism cooperation year yang bertujuan meningkatakan kunjungan wisatawan antar Asean dan Tiongkok.
“Gagasan ini juga salah satu yang dikejar Indonesia dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Tanah Air,” terang Derry.
Sesuai Hukum Internasional
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) secara tidak langsung menegaskan bahwa posisi Indonesia netral terkait konflik perebutan wilayah di Laut China Selatan.
Indonesia, ungkapnya, hanya menginginkan masalah perebutan wilayah tersebut bisa segera terselesaikan dengan mengacu pada hukum internasional yang berlaku.
"Posisi kita agar masalah ini bisa diselesaikan secara hukum internasional, dalam hal ini UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982). Itu yang paling baik dan yang paling tepat dipakai," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).
Namun, JK mengakui bahwa Tiongkok tidak menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik itu. Oleh karena itu, memang membutuhkan kesepakatan dan kesamaan pandangan antar negara di Asia Tenggara (Asean) terkait penyelesaian konflik yang melibatkan lima negara tersebut.
Posisi Indonesia tersebut diungkapkan JK, menjawab permintaan dukungan Menteri Public Security, Republik Sosialis Vietnam, To Lam mengenai konflik Laut China Selatan.
Untuk diketahui, To Lam beserta rombongan bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla ke kantor Wapres, pada Jumat (10/6) siang. Namun, dengan alasan ada agenda lainnya, yang bersangkutan enggan memberikan pernyataan ke media terkait pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut.
Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Dewi Fortuna Anwar mengungkapkan kehadiran To Lam membicarakan beberapa hal, mulai dari kerjasama perdagangan kedua negara, masalah batas laut, nelayan, pembelian pesawat sampai masalah Laut Tiongkok Selatan.
Kemudian, Dewi mengungkapkan dalam pertemuan tersebut To Lam menyampaikan kepada JK agar Asean bersatu dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.
"Mengharapkan masalah Laut China Selatan, Asean bisa bersatu. Filipina kan ajukan ke PAC (Pengadilan Arbitrase Internasional). Dia berharap supaya Asean bulat," kata Dewi Fortuna di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).
Namun, ungkap Dewi, permintaan tersebut ditanggapi JK dengan mengatakan bahwa persoalan Laut Tiongkok Selatan harus mengacu pada hukum internasional.
Konflik Laut China Selatan memang pernah menjadi topik yang diangkat JK dalam konferensi internasional. Dalam sambutannya di Boao Forum for Asia (BFA), Maret lalu, dia menekankan perlunya menjaga perdamaian di kawasan Asia, termasuk perdamaian di Laut Tiongkok Selatan karena menyatukan pusat-pusat ekonomi yang paling penting di dunia, yaitu ASEAN, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Apalagi, lanjutnya, lebih dari US$ 5 triliun setiap tahunnya dihasilkan dari transaksi perdagangan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Menurut JK, kemajuan atau pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai jika ditopang dengan stabilitas keamanan. Oleh karena itu, dia menekankan untuk menjaga perdamaian Laut China Selatan.
Sebelumnya, JK sempat melontarkan solusi berupa pengelolaan bersama kekayaan alam yang terpendam dalam Laut Tiongkok Selatan. Hal itu disampaikannya usai menerima Ketua Asian Peace and Reconcilitation Council (APRC/Dewan Rekonsiliasi dan Perdamaian Asia), Surakiart Sathirathai, bulan Februari lalu.
JK mengaku percaya bahwa solusi ekspolarasi bersama dapat diterima oleh Tiongkok, mengingat negeri tirai bambu tersebut adalah negara industri sehingga pasti menginginkan jalur perdagangannya lancar.
"Menurut saya Tiongkok bukan niatnya untuk menguasai wilayah itu secara kekuatan. Pasti ingin jalur itu damai. Kalau tidak damai macam mana, pasti ekspor Tiongkok langsung drop (menurun). Bahwa di situ mungkin ada kekayaan alam yang ingin diekspolitasi. Oleh karena itu, jalan yang terbaik ialah bekerja bersama untuk eksplorasi sesuai dengan wilayah masing-masing," kata JK.
Ketika itu, Surakiart meminta JK untuk menengahi atau menjadi juru runding konflik perebutan wilayah di Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Brunai Darussalam dan Taiwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.