Perihal Pemasaran C-295 ke ASEANC-295 TNI AU ☆
Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat akan meneliti kembali perjanjian kerja sama antara PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Military terkait dengan perakitan dan pemasaran pesawat angkut militer C-295.
"Kami akan kaji lagi perjanjian antara PT DI dan Airbus Military, rinciannya seperti apa," kata Ketua Bidang Perencanaan Tim Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Muhammad Said Didu, Jumat (5/8).
Sebelumnya, pada 2011, PT DI dan Airbus Military menandatangani kerja sama pengadaan pesawat C-295. Selain transfer teknologi, salah satu klausul perjanjian adalah PT DI menjadi pemasar C-295 untuk wilayah Asia Pasifik. Namun, kenyataannya, sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand, justru memesan C-295 ke Spanyol tanpa melibatkan PT DI.
Dimintai tanggapan tentang perjanjian komersial untuk pemasaran C-295, Said Didu menilai, eksekusi perjanjian itu ada beberapa kemungkinan. "Bisa jadi PT DI memang tidak siap sehingga tidak bisa mengeksekusi perjanjian itu. Masalahnya, siapa yang menyatakan, siap atau tidak siap. Apa saja porsi PT DI dalam transfer teknologi. Itu harus diselidiki," kata Said.
Terkait pembelian C-295 langsung ke Spanyol, Kepala Komunikasi Airbus Group Spanyol Maggie Bergsma mengatakan, kesepakatan dengan Indonesia bersifat kerja sama. Konsumen bisa membeli dari siapa saja, tergantung situasi dan kondisi yang ada. Sementara Kepala Humas dan Hukum PT DI Irland Budiman mengatakan, hal itu terjadi karena salah komunikasi. (Kompas, 5/8/2016).
Said Didu menggarisbawahi, perjanjian PT DI dan Airbus Military tersebut dilakukan sebelum ada UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian itu dibuat berdasarkan hasil terbaik yang bisa dicapai. Setelah berlakunya UU Industri Pertahanan tahun 2014, perjanjian pengadaan persenjataan lebih ketat untuk bisa merealisasikan transfer teknologi.
"Akan tetapi, saya pribadi menyesalkan kenapa PT DI tidak bisa ikut menjual di Asia Pasifik, karena kebetulan saya juga waktu itu ikut jalan ke enam negara ASEAN untuk menawarkan C-295, kok malah belinya ke Spanyol," kata Said.
DPR ke Spanyol
Anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty, mengatakan, kerja sama antara PT DI dan Airbus merupakan bagian dari kebijakan pembelian persenjataan dengan transfer teknologi. PT DI menjadi tempat lini perakitan akhir, paket aero struktur dan dukungan pelayanan pelanggan, termasuk pusat pelatihan berbasis komputer. "Kerja sama dengan Airbus Military perlu didorong untuk memperkuat kemampuan industri alutsista khususnya pesawat dalam negeri," katanya.
Menurut Evita, Komisi I DPR akan mendalami mengenai detail kerja sama kedua perusahaan tersebut dalam konteks pemasaran yaitu nota Perjanjian Komersial untuk pemasaran C-212, CN-235, dan CN-295.
Menurut rencana, dalam kunjungan kerja ke Spanyol, pekan ini, Komisi I DPR akan mengunjungi Airbus Military. Dalam kunjungan itu akan dipertanyakan soal rincian perjanjian, apakah PT DI yang akan memproduksi semua pesanan untuk negara-negara Asia Pasifik. "Perlu dicatat, ada keterbatasan kapasitas perakitan PT DI, yakni hingga 2014, delivery 5 pesawat CN-295," kata Evita.
Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat akan meneliti kembali perjanjian kerja sama antara PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Military terkait dengan perakitan dan pemasaran pesawat angkut militer C-295.
"Kami akan kaji lagi perjanjian antara PT DI dan Airbus Military, rinciannya seperti apa," kata Ketua Bidang Perencanaan Tim Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Muhammad Said Didu, Jumat (5/8).
Sebelumnya, pada 2011, PT DI dan Airbus Military menandatangani kerja sama pengadaan pesawat C-295. Selain transfer teknologi, salah satu klausul perjanjian adalah PT DI menjadi pemasar C-295 untuk wilayah Asia Pasifik. Namun, kenyataannya, sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand, justru memesan C-295 ke Spanyol tanpa melibatkan PT DI.
Dimintai tanggapan tentang perjanjian komersial untuk pemasaran C-295, Said Didu menilai, eksekusi perjanjian itu ada beberapa kemungkinan. "Bisa jadi PT DI memang tidak siap sehingga tidak bisa mengeksekusi perjanjian itu. Masalahnya, siapa yang menyatakan, siap atau tidak siap. Apa saja porsi PT DI dalam transfer teknologi. Itu harus diselidiki," kata Said.
Terkait pembelian C-295 langsung ke Spanyol, Kepala Komunikasi Airbus Group Spanyol Maggie Bergsma mengatakan, kesepakatan dengan Indonesia bersifat kerja sama. Konsumen bisa membeli dari siapa saja, tergantung situasi dan kondisi yang ada. Sementara Kepala Humas dan Hukum PT DI Irland Budiman mengatakan, hal itu terjadi karena salah komunikasi. (Kompas, 5/8/2016).
Said Didu menggarisbawahi, perjanjian PT DI dan Airbus Military tersebut dilakukan sebelum ada UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian itu dibuat berdasarkan hasil terbaik yang bisa dicapai. Setelah berlakunya UU Industri Pertahanan tahun 2014, perjanjian pengadaan persenjataan lebih ketat untuk bisa merealisasikan transfer teknologi.
"Akan tetapi, saya pribadi menyesalkan kenapa PT DI tidak bisa ikut menjual di Asia Pasifik, karena kebetulan saya juga waktu itu ikut jalan ke enam negara ASEAN untuk menawarkan C-295, kok malah belinya ke Spanyol," kata Said.
DPR ke Spanyol
Anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty, mengatakan, kerja sama antara PT DI dan Airbus merupakan bagian dari kebijakan pembelian persenjataan dengan transfer teknologi. PT DI menjadi tempat lini perakitan akhir, paket aero struktur dan dukungan pelayanan pelanggan, termasuk pusat pelatihan berbasis komputer. "Kerja sama dengan Airbus Military perlu didorong untuk memperkuat kemampuan industri alutsista khususnya pesawat dalam negeri," katanya.
Menurut Evita, Komisi I DPR akan mendalami mengenai detail kerja sama kedua perusahaan tersebut dalam konteks pemasaran yaitu nota Perjanjian Komersial untuk pemasaran C-212, CN-235, dan CN-295.
Menurut rencana, dalam kunjungan kerja ke Spanyol, pekan ini, Komisi I DPR akan mengunjungi Airbus Military. Dalam kunjungan itu akan dipertanyakan soal rincian perjanjian, apakah PT DI yang akan memproduksi semua pesanan untuk negara-negara Asia Pasifik. "Perlu dicatat, ada keterbatasan kapasitas perakitan PT DI, yakni hingga 2014, delivery 5 pesawat CN-295," kata Evita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.