AirNav Cegah Pesawat Liar AirNav Cegah Pesawat Liar
Pemerintah diyakini berhemat anggaran miliaran rupiah, karena tidak ada penerbangan liar masuk kawasan timur Indonesia sepanjang tahun ini, setelah diimplementasikan strategi komunikasi proaktif.
“Tahun lalu ada 15 pelanggaran pesawat masuk tanpa izin. Tahun ini tidak ada lagi, semoga begitu selanjutnya,” ujar Novy Pantaryanto, General Manager Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) AirNav Indonesia, di Makassar, Rabu (10/8/2016).
Dia mengatakan pesawat yang masuk Indonesia tanpa dilengkapi izin tersebut diusir keluar, atau dipaksa untuk turun (grounded) oleh pihak TNI Angkatan Udara yang melakukan pengadangan atau penyergapan.
Beberapa contoh pesawat yang melanggar wilayah dan telah ditindak di antaranya dari Singapura, Australia, dan Timur Tengah. “Dipaksa turun, dan dikenai sanksi. Dendanya sekitar Rp 60 juta,” kata Novy.
Pelanggaran pesawat liar ini sangat merugikan Indonesia. Selain dari risiko yang ditimbulkan, setidaknya besaran dendanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan aparat untuk mengambil tindakan penegakan hukum itu.
“Biaya untuk mengoperasikan pesawat Sukhoi itu itu mencapai Rp 600.000. Belum risikonya, pesawat dan pilot itu kan mahal sekali. Dengan tidak adanya pesawat yang masuk tanpa izin atau pesawat liar, itu saving budget luar biasa,” ujarnya.
Didukung teknologi baru, AirNav Indonesia memperkuat kerja sama lintasinstitusi –Kemenhan, TNI AU, Kemenlu, Kemenhub—dan otoritas penerbangan di luar negeri untuk secara proaktif mencegah masuknya pesawat tanpa izin lengkap.
Awal tahun ini, AirNav Indonesia meng-upgrade ATS System Topsky yang memungkinkan tim Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) bekerja lebih cepat dan efisien. Selain melayani kepentingan penerbangan sipil, MATSC juga bekerja sama dengan TNI Angkatan Udara, di antaranya dengan memasok data dari 19 stasiun radar.
ATS System Topsky juga mendukung identifikasi saat ada pesawat asing, dan langsung dilakukan verifikasi berdasarkan aplikasi Flight Clearance System. “Kalau pesawat diketahui belum lengkap izinnya, kami langsung kontak pihak otoritas di luar negeri, agar pesawat tidak diizinkan berangkat.”
Pemerintah diyakini berhemat anggaran miliaran rupiah, karena tidak ada penerbangan liar masuk kawasan timur Indonesia sepanjang tahun ini, setelah diimplementasikan strategi komunikasi proaktif.
“Tahun lalu ada 15 pelanggaran pesawat masuk tanpa izin. Tahun ini tidak ada lagi, semoga begitu selanjutnya,” ujar Novy Pantaryanto, General Manager Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) AirNav Indonesia, di Makassar, Rabu (10/8/2016).
Dia mengatakan pesawat yang masuk Indonesia tanpa dilengkapi izin tersebut diusir keluar, atau dipaksa untuk turun (grounded) oleh pihak TNI Angkatan Udara yang melakukan pengadangan atau penyergapan.
Beberapa contoh pesawat yang melanggar wilayah dan telah ditindak di antaranya dari Singapura, Australia, dan Timur Tengah. “Dipaksa turun, dan dikenai sanksi. Dendanya sekitar Rp 60 juta,” kata Novy.
Pelanggaran pesawat liar ini sangat merugikan Indonesia. Selain dari risiko yang ditimbulkan, setidaknya besaran dendanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan aparat untuk mengambil tindakan penegakan hukum itu.
“Biaya untuk mengoperasikan pesawat Sukhoi itu itu mencapai Rp 600.000. Belum risikonya, pesawat dan pilot itu kan mahal sekali. Dengan tidak adanya pesawat yang masuk tanpa izin atau pesawat liar, itu saving budget luar biasa,” ujarnya.
Didukung teknologi baru, AirNav Indonesia memperkuat kerja sama lintasinstitusi –Kemenhan, TNI AU, Kemenlu, Kemenhub—dan otoritas penerbangan di luar negeri untuk secara proaktif mencegah masuknya pesawat tanpa izin lengkap.
Awal tahun ini, AirNav Indonesia meng-upgrade ATS System Topsky yang memungkinkan tim Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) bekerja lebih cepat dan efisien. Selain melayani kepentingan penerbangan sipil, MATSC juga bekerja sama dengan TNI Angkatan Udara, di antaranya dengan memasok data dari 19 stasiun radar.
ATS System Topsky juga mendukung identifikasi saat ada pesawat asing, dan langsung dilakukan verifikasi berdasarkan aplikasi Flight Clearance System. “Kalau pesawat diketahui belum lengkap izinnya, kami langsung kontak pihak otoritas di luar negeri, agar pesawat tidak diizinkan berangkat.”
♖ Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.