Dijuluki ‘Fork Tailed Devil’ Tim arkeolog bawah air Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar (BPCB) menemukan bangkai pesawat perang yang diduga kuat pesawat tempur Perang Dunia (PD) II di dekat Palau Laelae Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), tepatnya 2 mil dari dermaga Polisi Laut Polda Sulsel.
Bangkai pesawat itu ditemukan di kedalaman 24.4 meter dasar laut dalam keadaan merayap dan sebagai badannya tertanam. Satu sayap sudah patah. Pesawat ini bentuknya mirip pesawat tempur dengan satu kokpit pilot, satu sayap dan dua badan pesawat serta dua sayap ekor, terdapat senjata di moncong dan meriam di sayap.
Pesawat itu diidentifikasi sebagai pesawat tempur jenis twin booms tipe P-38H buatan Lockheed dari Amerika Serikat dan diproduksi sekitar 1937. Kepastian tipe pesawat oleh tim peneleti arkeologi dalam air ini berdasarkan identifikasi bentuk dan ukuran serta ditemukan label radiator yang bertuliskan P-38 H sebagai tipe pesawat ini.
Menurut ketua Tim Survei Arkeologis bangkai pewasat itu, Adriany mengatakan pesawat tempur itu dijuluki sebagai ‘Fork Tailed Devil” atau ‘Ekor Garpu Setan’. “Mungkin karena buntuknya seperti garpu,” ujarnya kepada MAKASSARTERKINI.com, Selasa 9 Agustus 2016.
Pesawat dengan dua badan ini jatuh karena kemungkinan insiden penyerangan pada masa 1934 akhir atau awal 1944 lalu, dimana saat itu Amerika membombardir penjajah Jepang di Makassar.
P-38H digunakan untuk intersepsi, dive bombing, level bombing, serangan darat, pertempuran malam hari, pengintaian, radar dan perintisan jalan visual untuk pembom dan misi evakuasi. Sebagai pendamping tempur jarak jauh dilengkapi bom dibawah sayapnya yang dijatuhkan di bawah tank.
Selain itu, ditemukan juga tiga peluru yang diduga untuk senjata yang terdapat di moncong pesawat tempur ini. “Peluru itu kami tidak teliti. Saat ini pelurunya berada di Jihandak (Satuan Penjinak Bahan Peledak) di Polairut. Menurut mereka peluru itu masih aktif.” kata Any.
Penemuan bangkai pesawat P-38 H berawal dari informasi para nelayan Makassar. Pencarian dimulai dilakukan pada 27 Juli 2016 dan di hari yang sama arkeolog bawah air BPCB dibantu penyelam Polairut, Fakultas Kelautan Unhas langsung melakukan survei arkeologis dan identifikasi situs pesawat tempur PD II itu.
Menurut Any, kondisi di titik temuan itu cukup sulit karena lumpurnya tebal hingga jarak padangan hanya sampai 3 meter saja. Selain itu, pesawat dililit jaring, pukat harimau dan tali tambang serta beberapa jenis terumbu karang. “Ada tiga karung besar setelah jaring-jaringnya diangkut ke atas kapal.” kata dia.
Bangkai pesawat itu ditemukan di kedalaman 24.4 meter dasar laut dalam keadaan merayap dan sebagai badannya tertanam. Satu sayap sudah patah. Pesawat ini bentuknya mirip pesawat tempur dengan satu kokpit pilot, satu sayap dan dua badan pesawat serta dua sayap ekor, terdapat senjata di moncong dan meriam di sayap.
Pesawat itu diidentifikasi sebagai pesawat tempur jenis twin booms tipe P-38H buatan Lockheed dari Amerika Serikat dan diproduksi sekitar 1937. Kepastian tipe pesawat oleh tim peneleti arkeologi dalam air ini berdasarkan identifikasi bentuk dan ukuran serta ditemukan label radiator yang bertuliskan P-38 H sebagai tipe pesawat ini.
Menurut ketua Tim Survei Arkeologis bangkai pewasat itu, Adriany mengatakan pesawat tempur itu dijuluki sebagai ‘Fork Tailed Devil” atau ‘Ekor Garpu Setan’. “Mungkin karena buntuknya seperti garpu,” ujarnya kepada MAKASSARTERKINI.com, Selasa 9 Agustus 2016.
Pesawat dengan dua badan ini jatuh karena kemungkinan insiden penyerangan pada masa 1934 akhir atau awal 1944 lalu, dimana saat itu Amerika membombardir penjajah Jepang di Makassar.
P-38H digunakan untuk intersepsi, dive bombing, level bombing, serangan darat, pertempuran malam hari, pengintaian, radar dan perintisan jalan visual untuk pembom dan misi evakuasi. Sebagai pendamping tempur jarak jauh dilengkapi bom dibawah sayapnya yang dijatuhkan di bawah tank.
Selain itu, ditemukan juga tiga peluru yang diduga untuk senjata yang terdapat di moncong pesawat tempur ini. “Peluru itu kami tidak teliti. Saat ini pelurunya berada di Jihandak (Satuan Penjinak Bahan Peledak) di Polairut. Menurut mereka peluru itu masih aktif.” kata Any.
Penemuan bangkai pesawat P-38 H berawal dari informasi para nelayan Makassar. Pencarian dimulai dilakukan pada 27 Juli 2016 dan di hari yang sama arkeolog bawah air BPCB dibantu penyelam Polairut, Fakultas Kelautan Unhas langsung melakukan survei arkeologis dan identifikasi situs pesawat tempur PD II itu.
Menurut Any, kondisi di titik temuan itu cukup sulit karena lumpurnya tebal hingga jarak padangan hanya sampai 3 meter saja. Selain itu, pesawat dililit jaring, pukat harimau dan tali tambang serta beberapa jenis terumbu karang. “Ada tiga karung besar setelah jaring-jaringnya diangkut ke atas kapal.” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.