Alutsista Baru Korps MarinirUjicoba TYPE 90 AA System Gun Marinir [Marinir] ☆
Alutsista baru terus berdatangan untuk memperkuat Korp Marinir TNI AL. Setelah sebelumnya mengakuisisi sejumlah kendaraan peluncur roket MLRS Vampir, kendaraan antiranjau Tatrapan dan Aligator, kali ini giliran meriam antipesawat yang diuji oleh Korp Marinir TNI AL.
Harus diakui, Korp Marinir TNI AL memang cukup kedodoran soal sistem senjata yang mampu menangkis ancaman dari udara. Fungsi penangkis ancaman dari udara dibebankan pada pundak ranpur BVP-2, yang walaupun kanon 30mm dapat didongakkan ke atas, tentu bukan alutsista yang tepat untuk digelar menghadapi ancaman pesawat dan helikopter pada saat operasi pendaratan amfibi. Marinir juga memiliki sejumlah rudal Manpads Igla, tetapi jaraknya relatif pendek dan mengandalkan mata manusia untuk menjejak sasaran.
Nah, untuk mengatasi kekurangan dan memenuhi MEF tersebut, Korp Marinir akhirnya menjatuhkan pilihan pada sistem kanon antipesawat 35mm Type 90 buatan Norinco, Tiongkok. Sistem ini sebenarnya merupakan tiruan dari sistem senjata Oerlikon GDF005 buatan Swiss yang mahsyur karena akurat, dan telah dikembangkan menjadi sistem Rheinmetall Skyshield yang digunakan oleh Paskhas TNI AU. Di Tiongkok, Type 90 menggantikan meriam Type 65 dan Type 74 37mm untuk melindungki pasukan darat.
Radar penjejak target
Tiongkok mengimpor sejumlah kecil sistem GDF005 dan radar Skyguard dari Swiss pada 1980-an, lalu seperti biasa di-reverse engineering pada akhir 1980an. Sistem Type 90 dikopi dari GDF-2, dan pertama kali dipamerkan pada Parade Nasional di Beijing tahun 1999. Sistem Type 90 terdiri dari kanon ganda 35mm PG99 yang terpasang pada rangkaian penarik yang dilengkapi empat roda yang dapat dilipat pada saat penggelaran, dan diturunkan untuk ditarik truk pada saat dibawa berpindah tempat.
Satu unit PG99 dikendalikan oleh tiga awak (komandan, juru tembak, pengisi). Kecepatan tembaknya mampu mencapai 550 peluru/ menit (cyclic) dengan kecepatan lesat 1.175m/ detik. Tiap unit dilengkapi dengan magasin berkapasitas 280 butir peluru untuk setiap larasnya, dan dapat diganti hanya dalam waktu 7,5 detik.
Sistem kanon PG99 dapat dioperasikan secara mandiri, atau dikendalikan oleh sistem radar dan elektro optik Type 902 yang merupakan kopian dari sistem Skyguard. Type 902 terpasang pada trailer yang dilengkapi sistem catu daya mandiri, dan digerakkan dengan ditarik truk.
Type 902 terdiri dari radar pencari yang mampu mendeteksi sasaran berukuran kecil seperti rudal atau PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) dari jarak 8.000 meter dan sistem elektro optik pasif cadangan yang dilengkapi dengan laser rangefinder untuk menentukan jarak yang tepat ke sasaran. Sistem elektro optik ini terdiri dari kamera siang dan kamera IR untuk kondisi minim cahaya, tentu dalam kondisi cuaca cerah.
Dalam kondisi medan yang dipengaruhi oleh jammer atau ancaman tinggi, pelacakan dengan sistem elektro optik memungkinkan Type 90 beraksi tanpa dikunci oleh radar lawan. Satu baterai lengkap Type 90 terdiri dari satu radar Type 902 dan dua atau tiga unit PG99. Apabila diinginkan, tersedia opsi untuk unit peluncur rudal pencari panas PL9C dengan empat rudal pada tiap situs, yang bisa diarahkan pula oleh Type 902.
Korp Marinir mengadakan uji fungsi sistem Type 90 yang ditempatkan di Resimen Artileri-2 di bawah pimpinan Kolonel (Mar) Aris Setiawan. Rencananya, Type 90 akan ditempatkan di Batalion Artileri Pertahanan Udara-2 Marinir (Yonarhanud-2 Marinir). Pengujian dilakukan di pantai Batu Bintang, Desa Cipatuguran, kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi pada Jumat, 12 Agustus 2016.
Sebanyak empat pucuk meriam PG99, 4 unit PSU (Power Supply Unit), sistem radar Type 902 dan kendaraan penarik dioperasikan secara terkoordinasi untuk menyasar PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) sebagai sasaran tembak. Hasil pengujian dinyatakan sukses dengan empat unit PG99 menyalak bersamaan sehingga PTTA yang berukuran kecil bisa tertembak jatuh.
Alutsista baru terus berdatangan untuk memperkuat Korp Marinir TNI AL. Setelah sebelumnya mengakuisisi sejumlah kendaraan peluncur roket MLRS Vampir, kendaraan antiranjau Tatrapan dan Aligator, kali ini giliran meriam antipesawat yang diuji oleh Korp Marinir TNI AL.
Harus diakui, Korp Marinir TNI AL memang cukup kedodoran soal sistem senjata yang mampu menangkis ancaman dari udara. Fungsi penangkis ancaman dari udara dibebankan pada pundak ranpur BVP-2, yang walaupun kanon 30mm dapat didongakkan ke atas, tentu bukan alutsista yang tepat untuk digelar menghadapi ancaman pesawat dan helikopter pada saat operasi pendaratan amfibi. Marinir juga memiliki sejumlah rudal Manpads Igla, tetapi jaraknya relatif pendek dan mengandalkan mata manusia untuk menjejak sasaran.
Nah, untuk mengatasi kekurangan dan memenuhi MEF tersebut, Korp Marinir akhirnya menjatuhkan pilihan pada sistem kanon antipesawat 35mm Type 90 buatan Norinco, Tiongkok. Sistem ini sebenarnya merupakan tiruan dari sistem senjata Oerlikon GDF005 buatan Swiss yang mahsyur karena akurat, dan telah dikembangkan menjadi sistem Rheinmetall Skyshield yang digunakan oleh Paskhas TNI AU. Di Tiongkok, Type 90 menggantikan meriam Type 65 dan Type 74 37mm untuk melindungki pasukan darat.
Radar penjejak target
Tiongkok mengimpor sejumlah kecil sistem GDF005 dan radar Skyguard dari Swiss pada 1980-an, lalu seperti biasa di-reverse engineering pada akhir 1980an. Sistem Type 90 dikopi dari GDF-2, dan pertama kali dipamerkan pada Parade Nasional di Beijing tahun 1999. Sistem Type 90 terdiri dari kanon ganda 35mm PG99 yang terpasang pada rangkaian penarik yang dilengkapi empat roda yang dapat dilipat pada saat penggelaran, dan diturunkan untuk ditarik truk pada saat dibawa berpindah tempat.
Satu unit PG99 dikendalikan oleh tiga awak (komandan, juru tembak, pengisi). Kecepatan tembaknya mampu mencapai 550 peluru/ menit (cyclic) dengan kecepatan lesat 1.175m/ detik. Tiap unit dilengkapi dengan magasin berkapasitas 280 butir peluru untuk setiap larasnya, dan dapat diganti hanya dalam waktu 7,5 detik.
Sistem kanon PG99 dapat dioperasikan secara mandiri, atau dikendalikan oleh sistem radar dan elektro optik Type 902 yang merupakan kopian dari sistem Skyguard. Type 902 terpasang pada trailer yang dilengkapi sistem catu daya mandiri, dan digerakkan dengan ditarik truk.
Type 902 terdiri dari radar pencari yang mampu mendeteksi sasaran berukuran kecil seperti rudal atau PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) dari jarak 8.000 meter dan sistem elektro optik pasif cadangan yang dilengkapi dengan laser rangefinder untuk menentukan jarak yang tepat ke sasaran. Sistem elektro optik ini terdiri dari kamera siang dan kamera IR untuk kondisi minim cahaya, tentu dalam kondisi cuaca cerah.
Dalam kondisi medan yang dipengaruhi oleh jammer atau ancaman tinggi, pelacakan dengan sistem elektro optik memungkinkan Type 90 beraksi tanpa dikunci oleh radar lawan. Satu baterai lengkap Type 90 terdiri dari satu radar Type 902 dan dua atau tiga unit PG99. Apabila diinginkan, tersedia opsi untuk unit peluncur rudal pencari panas PL9C dengan empat rudal pada tiap situs, yang bisa diarahkan pula oleh Type 902.
Korp Marinir mengadakan uji fungsi sistem Type 90 yang ditempatkan di Resimen Artileri-2 di bawah pimpinan Kolonel (Mar) Aris Setiawan. Rencananya, Type 90 akan ditempatkan di Batalion Artileri Pertahanan Udara-2 Marinir (Yonarhanud-2 Marinir). Pengujian dilakukan di pantai Batu Bintang, Desa Cipatuguran, kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi pada Jumat, 12 Agustus 2016.
Sebanyak empat pucuk meriam PG99, 4 unit PSU (Power Supply Unit), sistem radar Type 902 dan kendaraan penarik dioperasikan secara terkoordinasi untuk menyasar PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) sebagai sasaran tembak. Hasil pengujian dinyatakan sukses dengan empat unit PG99 menyalak bersamaan sehingga PTTA yang berukuran kecil bisa tertembak jatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.