Ilustrasi KFX/IFX
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Wahyu Sakti Trenggono menyebut Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto akan mengkaji kelanjutan kerja sama pengembangan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). Trenggono menilai kerja sama dengan Korea Selatan tersebut harus memiliki manfaat yang jelas bagi industri pertahanan Indonesia.
"Cuma kita khusus KFX/IFX itu kita sedang dalamilah, kita pelajari. Sebetulnya manfaatnya kita dapat apa juga, itu kan penting," ujar Trenggono di kompleks Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
"Iya (dikaji Prabowo), pasti," tegasnya.
Trenggono menilai pengadaan pesawat tempur tersebut menggunakan teknologi tinggi. Maka itu, teknologi juga akan diikuti kemampuan pertahanan Indonesia.
"Karena itu kan teknologi tinggi. Teknologi tinggi, pesawat tempur itu tidak sembarangan juga. Nah di level mana kita nanti dan kita sampai punya kemampuan seperti apa, itu juga," kata Trenggono.
Selain memahami teknologi yang digunakan dalam pesawat tempur tersebut, Trenggono menyebut pihaknya tengah mengkaji biaya kerja sama itu. Menurutnya, pengadaan KFX/IFX itu memakan biaya yang tinggi.
"Karena nilainya mahal. Kalian tahu nilainya berapa? Sampai 2 miliar dolar Amerika lo," ungkapnya.
Dengan demikian, Trenggono belum memastikan apakah kerja sama tersebut akan dilanjutkan. Menurutnya, perlu kajian mendalam untuk memutuskan kelanjutan kerja sama tersebut.
"Belum bisa menjawab saya karena perlu kajian dulu. Nanti kalau saya jawab kalian ini apa namanya, dilanjutkan atau dihentikan, heboh lagi. Masih dikaji dulu," imbuhnya.
Diketahui, proyek KFX/IFX diinisiasi pihak Korea Selatan. Indonesia menyatakan minat untuk ikut serta pada 2009, yang ditandai dengan penandatangan letter of intent (LoI). Kemudian, LoI ini berlanjut dengan kesepakatan pengembangan bersama.
Rencananya, pesawat tersebut akan diproduksi sebanyak 168 unit dengan pembagian Korsel 120 unit dan Indonesia diperkirakan 48 unit. Produksi massal rencananya dimulai pada 2026. (lir/jbr)
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Wahyu Sakti Trenggono menyebut Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto akan mengkaji kelanjutan kerja sama pengembangan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). Trenggono menilai kerja sama dengan Korea Selatan tersebut harus memiliki manfaat yang jelas bagi industri pertahanan Indonesia.
"Cuma kita khusus KFX/IFX itu kita sedang dalamilah, kita pelajari. Sebetulnya manfaatnya kita dapat apa juga, itu kan penting," ujar Trenggono di kompleks Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
"Iya (dikaji Prabowo), pasti," tegasnya.
Trenggono menilai pengadaan pesawat tempur tersebut menggunakan teknologi tinggi. Maka itu, teknologi juga akan diikuti kemampuan pertahanan Indonesia.
"Karena itu kan teknologi tinggi. Teknologi tinggi, pesawat tempur itu tidak sembarangan juga. Nah di level mana kita nanti dan kita sampai punya kemampuan seperti apa, itu juga," kata Trenggono.
Selain memahami teknologi yang digunakan dalam pesawat tempur tersebut, Trenggono menyebut pihaknya tengah mengkaji biaya kerja sama itu. Menurutnya, pengadaan KFX/IFX itu memakan biaya yang tinggi.
"Karena nilainya mahal. Kalian tahu nilainya berapa? Sampai 2 miliar dolar Amerika lo," ungkapnya.
Dengan demikian, Trenggono belum memastikan apakah kerja sama tersebut akan dilanjutkan. Menurutnya, perlu kajian mendalam untuk memutuskan kelanjutan kerja sama tersebut.
"Belum bisa menjawab saya karena perlu kajian dulu. Nanti kalau saya jawab kalian ini apa namanya, dilanjutkan atau dihentikan, heboh lagi. Masih dikaji dulu," imbuhnya.
Diketahui, proyek KFX/IFX diinisiasi pihak Korea Selatan. Indonesia menyatakan minat untuk ikut serta pada 2009, yang ditandai dengan penandatangan letter of intent (LoI). Kemudian, LoI ini berlanjut dengan kesepakatan pengembangan bersama.
Rencananya, pesawat tersebut akan diproduksi sebanyak 168 unit dengan pembagian Korsel 120 unit dan Indonesia diperkirakan 48 unit. Produksi massal rencananya dimulai pada 2026. (lir/jbr)
♖ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.