✈ Drone Latih/Pengawasan TNI AU ✈ UAV-D adalah pesawat terbang tanpa awak yang diproduksi oleh PT IPCD turunan dari LH-10 Guardian buatan LH Aviation, Prancis (Puslaik Kemhan)
Seperti yang telah diberitakan oleh Airspace Review sebelumnya, TNI Angkatan Udara (TNI AU) sedang mempersiapkan pembangunan Skadron Pendidikan (Skadik) 103 di Lanud Wiriadinata, Tasikmalaya, Jawa Barat yang akan menyelenggarakan Sekolah Penerbang Pesawat Terbang Tanpa Awak (Sekbang PTTA).
Skadik 103 ini akan diisi oleh PTTA atau drone UAV-D yang dipasok oleh PT Indo Pacific Communication & Defense (IPCD).
IPCD merupakan sebuah perusahaan swasta dalam negeri yang melayani jasa desain, manufaktur, dan pemasaran drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang didirikan tahun 2011 serta berkantor pusat di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Mengenai UAV-D, pesawat ini dibuat IPCD berdasarkan drone LH-D melalui lisensi LH Aviation, Prancis dengan mendapatkan transfer teknologi (ToT). Material yang digunakan untuk pesawat yakni karbon komposit, telah diproduksi di dalam negeri.
LH-10D didasarkan pada pesawat kit berpenumpang dua awak LH-10 Ellipse yang sukses terbang perdana tahun 2007 dan dipamerkan kepada publik di Farnborough Air Show 2008.
Sementara keberadaan UAV-D/LH-D di Tanah Air diketahui publik saat dipamerkan dalam gelaran Indo Defence bulan November 2016.
Sebelumnya bersama versi berawak LH-10 Guardian untuk peran Misi Pengawasan, telah ditampilkan pada Pameran Alutsista di Rapim TNI di Cilangkap, bulan Desember 2015.
Untuk spesifikasinya, UAV-D memiliki bentang sayap 8 m, panjang 5,1 m, tinggi 2,5 m, dan muatan 250 kg. Drone ini memiliki berat lepas landas maksimum (MTOW) 540 kg.
Sebagai penggeraknya digunakan mesin Rotax 912 berdaya 73,5 kW (98.6 hp) yang dapat menghasilkan kecepatan hingga 370 km/jam. Drone ini mampu terbang hingga ketinggian 5.500 m dan mampu menjangkau jarak hingga 4.000 km atau lama terbang 20-22 jam.
UAV-D hanya membutuhkan landasan pacu sepanjang 750 m untuk proses tinggal landasnya, dan 650 m untuk mendarat.
UAV-D memiliki beberapa fitur antara lain, Auto Piloting, Waypoint Followong, Auto Take off and Landing System dan dilengkapi dengan Day/Night/Thermal Camera, Video Streaming, serta Inteligence Surveilance.
Mission System dikendalikan oleh pilot dan Operator Muatan Misi (Mission Payload Operator) yang ada di Ground Control Station (GCS) melalui komunikasi jaringan data secara Line of Sight (LOS).
Di Indonesia, drone produksi IPCD ini telah mendapatkan Sertifikasi Kelaikan Udara Militer berupa Type Certificate (TC) dan Certificate of Airworthiness (CoA) dari IMAA (Indonesian Military Airworthiness Authority) pada September 2020.
Selain perannya sebagai pesawat latih untuk calon pilot drone baru, UAV-D dapat diaplikasikan untuk misi pengawasan zona udara dan lingkungan, pemantauan aktivitas maritim, pengawasan perbatasan, perkotaan dan lalulintas, serta mendukung misi pasukan khusus. -RBS-
Seperti yang telah diberitakan oleh Airspace Review sebelumnya, TNI Angkatan Udara (TNI AU) sedang mempersiapkan pembangunan Skadron Pendidikan (Skadik) 103 di Lanud Wiriadinata, Tasikmalaya, Jawa Barat yang akan menyelenggarakan Sekolah Penerbang Pesawat Terbang Tanpa Awak (Sekbang PTTA).
Skadik 103 ini akan diisi oleh PTTA atau drone UAV-D yang dipasok oleh PT Indo Pacific Communication & Defense (IPCD).
IPCD merupakan sebuah perusahaan swasta dalam negeri yang melayani jasa desain, manufaktur, dan pemasaran drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang didirikan tahun 2011 serta berkantor pusat di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Mengenai UAV-D, pesawat ini dibuat IPCD berdasarkan drone LH-D melalui lisensi LH Aviation, Prancis dengan mendapatkan transfer teknologi (ToT). Material yang digunakan untuk pesawat yakni karbon komposit, telah diproduksi di dalam negeri.
LH-10D didasarkan pada pesawat kit berpenumpang dua awak LH-10 Ellipse yang sukses terbang perdana tahun 2007 dan dipamerkan kepada publik di Farnborough Air Show 2008.
Sementara keberadaan UAV-D/LH-D di Tanah Air diketahui publik saat dipamerkan dalam gelaran Indo Defence bulan November 2016.
Sebelumnya bersama versi berawak LH-10 Guardian untuk peran Misi Pengawasan, telah ditampilkan pada Pameran Alutsista di Rapim TNI di Cilangkap, bulan Desember 2015.
Untuk spesifikasinya, UAV-D memiliki bentang sayap 8 m, panjang 5,1 m, tinggi 2,5 m, dan muatan 250 kg. Drone ini memiliki berat lepas landas maksimum (MTOW) 540 kg.
Sebagai penggeraknya digunakan mesin Rotax 912 berdaya 73,5 kW (98.6 hp) yang dapat menghasilkan kecepatan hingga 370 km/jam. Drone ini mampu terbang hingga ketinggian 5.500 m dan mampu menjangkau jarak hingga 4.000 km atau lama terbang 20-22 jam.
UAV-D hanya membutuhkan landasan pacu sepanjang 750 m untuk proses tinggal landasnya, dan 650 m untuk mendarat.
UAV-D memiliki beberapa fitur antara lain, Auto Piloting, Waypoint Followong, Auto Take off and Landing System dan dilengkapi dengan Day/Night/Thermal Camera, Video Streaming, serta Inteligence Surveilance.
Mission System dikendalikan oleh pilot dan Operator Muatan Misi (Mission Payload Operator) yang ada di Ground Control Station (GCS) melalui komunikasi jaringan data secara Line of Sight (LOS).
Di Indonesia, drone produksi IPCD ini telah mendapatkan Sertifikasi Kelaikan Udara Militer berupa Type Certificate (TC) dan Certificate of Airworthiness (CoA) dari IMAA (Indonesian Military Airworthiness Authority) pada September 2020.
Selain perannya sebagai pesawat latih untuk calon pilot drone baru, UAV-D dapat diaplikasikan untuk misi pengawasan zona udara dan lingkungan, pemantauan aktivitas maritim, pengawasan perbatasan, perkotaan dan lalulintas, serta mendukung misi pasukan khusus. -RBS-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.