Pagar
pertahanan RI di wilayah barat yang bersinggungan dengan 4 negara (Malaysia,
Singapura, Thailand dan India) sudah pasti Sumatera, meski batas teritorinya
laut. Secara geografi Sumatera lebih
panjang dari semenanjung Malaysia dan Singapura, jumlah penduduknya pun setara
dengan jirannya, kulturnya pun setali tiga uang. Dari sudut pandang militer negeri seberang utara
selat Malaka itu Singapura dan Malaysia menyimpan kekuatan militer utama untuk
pertahanan negaranya. Singapura jika
melakukan serangan udara ke Sumatera, akan banyak obyek vital yang mampu
dilumatnya meski belum berarti dia akan memenangkan pertempuran
Berandai-andai
tentang skema pertahanan pulau maka Sumatera yang bertetangga satu erte dengan dua
rumah sebelah seyogyanyalah perlu
didandani dengan polesan sejumlah alutsista baru berkualifikasi gebuk dulu.
Memang Sumatera bukanlah jantung Indonesia, dia hanya salah satu organ NKRI. Tetapi untuk memberikan rasa segan pada rumah
sebelah agar tidak bermain api dengan tetangganya, sekaligus sebagai pemecah
perhatian lawan jika terjadi konflik militer, maka sebagai pulau yang terdepan
kekuatan alutsista layak diperkuat.
Debarkasi pasukan dalam latihan brigade TNI AD di Baturaja |
Menyeimbangkan
pulau terdepan ini perspektifnya adalah memberikan kekuatan yang paling tidak
mendekati kekuatan negeri seberang selat Malaka. Itu sebabnya penempatan 1
skuadron jet tempur F16 di Pekanbaru untuk menemani 1 skuadron Hawk 100/200
merupakan langkah tepat karena mampu memberikan kekuatan tambahan meski belum sama
sekali “mendekati” kekuatan lawan. Tetapi
juga harus diingat lawan yang dihadapi berada pada geografi utamanya alias
pusat komando militer, tentu mereka harus lebih kuat.
Malaysia
menempatkan skuadron tempur utamanya di Semenanjung seperti F18 Hornet, Mig 29
dan Sukhoi. Demikian juga dengan
Singapura karena negerinya memang cuma punya pulau itu tok. Meski Singapura
punya banyak jet tempur mutakhir, tidak semuanya ada di negeri pulau itu. Sebagian ditransmigrasikan ke AS, Thailand,
Australia dan Taiwan karena negeri Temasek ini punya handikap yang cukup
menyesakkan, kurangnya ruang udara untuk berlatih di wilayah sendiri.
Secara
kuantitatif dan kualitatif menempatkan 2 skuadron jet tempur Hawk dan F16 di
Sumatra belum memberikan kesan gahar tetapi dalam gelar kekuatan skuadron udara
untuk kegiatan patroli udara dinilai cukup memadai. Namun ke depan tetap perlu ada penambahan minimal 1 skuadron
udara intersep pemukul yang fungsinya juga untuk memayungi Jakarta dari
serangan udara yang muncul dari horizon barat laut. Dilhat dari ruang jelajah
yang proporsional mencakup seluruh Sumatera dan Laut Cina Selatan, maka
menempatkan 1 skuadron Sukhoi Su30 (atau Su35) di Belitung adalah kebijakan
jernih yang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Maksudnya Jakarta tercover, Sumatera sampai
Sabang dipayungi, ALKI satu termonitor, Natuna pun ada dalam jangkauan. Posisi penempatan skuadron Sukhoi ini diyakini
memberikan efek getar dan gentar bagi negara tetangga.
Seandainya ini yang digelar, dijamin gentar tuh |
Sumatera yang
memiliki 3 Kodam dirasa cukup untuk
mengamankan teritori darat yang memanjang itu.
Tetapi tentu yang perlu dicermati adalah koordinasi 3 Kodam ketika
menghadapi kondisi darurat perang dan harus berjuang duluan misalnya ketika
konfrontasi dengan Malaysia. Musuh
terbesar Sumatera jika terjadi konflik dengan 2 jiran itu adalah serangan
udara. Sementara serangan pantai untuk
ofensif pasukan tetangga diyakini tidak terjadi karena 2 jiran itu tak memiliki
kemampuan serangan laut ke pantai seperti yang dimiliki Marinir Indonesia.
Oleh karena itu
mobilisasi pasukan di pulau itu harus di dukung alutsista bernilai pre emptive tinggi
misalnya ketika menghadapi serangan udara jet tempur Sukhoi Malaysia. Sumatera
harus diperkuat dengan satuan rudal darat ke udara jarak menengah, tidak lagi
mengandalkan rudal jarak pendek seperti yang dimiliki saat ini. Demikian juga dengan penempatan satuan rudal
darat ke darat di lokasi paling dekat dengan negeri seberang. Evaluasi latihan
setingkat brigade yang dilakukan beberapa waktu yang lalu di Baturaja Sumsel dengan
mendatangkan ratusan alutsista berat dari Jawa memberikan kesan beratnya
situasi tempur dan waktu yang diperlukan ketika menyeberangkan ratusan
alutsista dari Jawa ke Lampung.
Itulah sebabnya
menurut hemat kita Sumatera harus mempunya kekuatan pukul organik yang lebih
menggigit sebelum datang bala bantuan dari pulau lain utamanya Jawa. Pekanbaru, Dumai, Batam dan Medan minimal
harus memiliki satuan rudal darat ke udara jarak menengah untuk mengawal obyek
vital di wilayah itu. Untuk menambah
kekuatan pre emptive tentu sangat dimungkinkan melakukan penempatan rudal darat
ke darat di Bengkalis, Karimun, Batam dan Bintan. Menempatkan satuan rudal darat ke darat ini
bukan sesuatu yang nisbi loh. Kita saat
ini dalam tahapan menuju kepememilikan teknologi rudal jarak jangkau 300
km. Lha kalau sudah punya teknologinya
masak rudalnya ditempatkan di Jawa. So
pasti ruang kesatriannya ada di wilayah border semacam Sumatera dan Kalimantan.
Dalam kondisi
damai seperti saat ini, menyeimbangkan kekuatan militer di Sumatera merupakan
langkah terukur bernilai sunnah muakkad karena ini juga bagian dari strategi untuk
memecah konsentrasi lawan agar berhati-hati dengan Sumatera. Gelar kekuatan darat dengan kekuatan rudal
arhanud jarak sedang, angkatan laut dengan satuan kapal cepat rudal yang
disebar di selat Malaka dan sebaran skuadron tempur Hawk, F16 dan Sukhoi merupakan
strategi pertahanan lapis yang perlu disandangkan di bumi Andalas.
Setidaknya
dalam pola pertahanan berlapis, memperkuat Sumatera dengan sejumlah alutsista gebuk
dulu akan memberikan kekuatan penyeimbang sekaligus rasa segan bagi pihak lawan
untuk berhitung ulang ketika mau memulai konfrontasi. Menumpuk alutsista di Jawa memberikan kesan
seakan-akan hanya Jawa yang hendak dipertahankan. Oleh sebab itu gelar kekuatan
milter strategi pertahanan berlapis dengan menyeimbangkan kekuatan alutsista di
perbatasan dengan jantung Indonesia perlu dikembangkan.
Menempatkan
sejumlah alutsista pukul duluan di Sumatera merupakan bagian dari strategi
reaksi cepat itu sendiri karena alutsistanya sudah ada. Tidak nunggu dulu, dipukul bonyok baru datang
bantuan pasukan pemukul dari Jawa, saake tenan rek. Jernihnya, kita tidak ingin bermusuhan dan
memulai konfrontasi dengan negara tetangga tetapi sekaligus tidak ingin
dianggap remeh apalagi dilecehkan dengan mereka. Kehadiran sejumlah alutsista gebuk dulu di
sepanjang perbatasan Sumatera dengan negara jiran adalah dalam rangka itu, anda
sopan kami segan, anda injak kami pijak !
Bahkan Sumatera juga bisa dijadikan basis kekuatan militer, yang selain mampu menahan serangan, juga mesti mampu menyerang...setelah kekuatan musuh yang menyerang mampu dipatahkan , komando pasukan PPRC wilayah Sumatera mesti mampu melakukan serangan balik secara terbatas, sambil menunggu gelombang serbuan pamungkas dari kekuatan di Jawa... untuk itu alutsista yang berfungsi untuk mobilisasi masif sangat diperlukan..minimal untuk setiap Kowilhan harus mampu menggerakan satu divisi penuh yang siap tempur ke seluruh wilayah yang dinaunginya....
BalasHapus