Jakarta ♼ Pesawat Citilink itu akhirnya lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma, pada Jumat (10/1) pagi pekan lalu.
Sempat mengalami penundaan selama satu jam, penerbangan perdana pesawat Citilink itu menandai dibukanya Lapangan Udara Halim Perdanakusuma sebagai Bandara komersial.
Sejumlah maskapai pun dijadwalkan akan mengalihkan beberapa penerbanganya dari Bandara Soekarno Hatta, di Cengkareng ke Halim Perdanakusuma mulai bulan depan. Pengalihan ini akibat kapasitas Bandara Soekarno Hatta yang dianggap sudah melebihi kapasitas.
Namun pengalihan ini mendapat kririkan dari sejumlah kalangan. Kritikan datang antara lain dari mantan Kepala Staff Angkatan Udara, Chappy Hakim. Menurut dia penetapan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial sangat mempengaruhi program TNI Angkatan Udara.
Masyarakat tak lagi menghargai lagi Halim sebagai salah satu simbol divisi sistem pertahanan negara. Memang jadwal penerbangan komersial akan menyesuaikan dengan kegiatan TNI AU. Namun, ia tidak menjamin hal ini bakal melancarkan program rencana yang sudah disusun TNI AU.
Pengalihan fungsi tersebut juga dianggap tidak mendidik generasi muda. “Ini beri pemahaman kalau sistem pertahanan negara bisa dikalahkan tumpahan maskapai penerbangan yang lagi cari duit setiap saat,” kata Chappy kepada detikcom, Jumat (10/1) pekan lalu.
Menurut Chappy persoalan yang perlu digaris bawahi adalah area Bandara Halim adalah tanggung jawab TNI AU karena menyangkut keberadaan Alat Utama Sistem Persenjataan. Setiap alutsista punya tanggungjawab terkait rahasia militer negara dan TNI AU lagi sedang gencar menambahnya.
Apabila Halim dikomersialkan, maka kekhawatiran ini bakal muncul karena khalayak ramai menggangap sebagai tempat terbuka. Padahal, sebagai instalasi militer, Halim adalah area tertutup. “Sudah dikasih banyak kelonggaran, terus ngelunjak nih pakai Halim. Pemahaman seperti ini memalukan. Ini ganggu program TNI AU yang sudah direncanakan dua-tiga tahun lalu,” kata Chappy.
Saat ini menurut dia ada empat skuadron, di antaranya teknik dan batalyon korps pasukan TNI Angkatan Udara di Bandara Halim. Empat skuadron menjadikan Halim sebagai tempat latihan dan masrkas besar komando pertahanan nasional.
Belum lagi persoalan keamanan yang nantinya dipegang otoritas satuan pengaman bandara yang bukan dari TNI AU. “Angkasa Pura ini mesti tahu kalau Halim instalasi kegiatan militer. Bukan yang jaga satpam atau otoritas mereka. Kalau ada orang bawa bom di landasan nanti bagaimana?,” kata Chappy.
Sempat mengalami penundaan selama satu jam, penerbangan perdana pesawat Citilink itu menandai dibukanya Lapangan Udara Halim Perdanakusuma sebagai Bandara komersial.
Sejumlah maskapai pun dijadwalkan akan mengalihkan beberapa penerbanganya dari Bandara Soekarno Hatta, di Cengkareng ke Halim Perdanakusuma mulai bulan depan. Pengalihan ini akibat kapasitas Bandara Soekarno Hatta yang dianggap sudah melebihi kapasitas.
Namun pengalihan ini mendapat kririkan dari sejumlah kalangan. Kritikan datang antara lain dari mantan Kepala Staff Angkatan Udara, Chappy Hakim. Menurut dia penetapan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial sangat mempengaruhi program TNI Angkatan Udara.
Masyarakat tak lagi menghargai lagi Halim sebagai salah satu simbol divisi sistem pertahanan negara. Memang jadwal penerbangan komersial akan menyesuaikan dengan kegiatan TNI AU. Namun, ia tidak menjamin hal ini bakal melancarkan program rencana yang sudah disusun TNI AU.
Pengalihan fungsi tersebut juga dianggap tidak mendidik generasi muda. “Ini beri pemahaman kalau sistem pertahanan negara bisa dikalahkan tumpahan maskapai penerbangan yang lagi cari duit setiap saat,” kata Chappy kepada detikcom, Jumat (10/1) pekan lalu.
Menurut Chappy persoalan yang perlu digaris bawahi adalah area Bandara Halim adalah tanggung jawab TNI AU karena menyangkut keberadaan Alat Utama Sistem Persenjataan. Setiap alutsista punya tanggungjawab terkait rahasia militer negara dan TNI AU lagi sedang gencar menambahnya.
Apabila Halim dikomersialkan, maka kekhawatiran ini bakal muncul karena khalayak ramai menggangap sebagai tempat terbuka. Padahal, sebagai instalasi militer, Halim adalah area tertutup. “Sudah dikasih banyak kelonggaran, terus ngelunjak nih pakai Halim. Pemahaman seperti ini memalukan. Ini ganggu program TNI AU yang sudah direncanakan dua-tiga tahun lalu,” kata Chappy.
Saat ini menurut dia ada empat skuadron, di antaranya teknik dan batalyon korps pasukan TNI Angkatan Udara di Bandara Halim. Empat skuadron menjadikan Halim sebagai tempat latihan dan masrkas besar komando pertahanan nasional.
Belum lagi persoalan keamanan yang nantinya dipegang otoritas satuan pengaman bandara yang bukan dari TNI AU. “Angkasa Pura ini mesti tahu kalau Halim instalasi kegiatan militer. Bukan yang jaga satpam atau otoritas mereka. Kalau ada orang bawa bom di landasan nanti bagaimana?,” kata Chappy.
♞ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.