Petugas keamanan laut saat ini jumlahnya kurang ideal Laksamana (Purn) Tedjo Eddy bercerita banyak bagaimana sulitnya menjaga wilayah Indonesia yang cukup luas baik daratan maupun lautan.
Salah satu ingatannya adalah bagaimana Belanda di zaman penjajahan takut dengan kekuatan TNI Angkatan Laut (AL) dekade 1960-an.
"Tahun 1960, kita ini punya kekuatan TNI AL, dan saat itu bersanding dengan Angkatan Udara terkuat di ASEAN," kata Eddy di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Karena kuatnya, TNI AL dan AU Indonesia, Belanda saat itu meminta rekomendasi dari Amerika Serikat bagaimana caranya mendapatkan wilayah Papua. Namun AS saat itu merekomendasikan Belanda lebih baik menyerah dan menyerahkan Papua ke Indonesia daripada kalah di medan perang.
"Kita konfrontasi dengan Belanda lalu Belanda minta masukan AS dan AS bilang hati-hati. Lalu setelah itu tercapai kesepakatan Papua masuk ke Indonesia," kata pria yang disebut-sebut jadi calon Menko Maritim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini.
Berbeda dengan kondisi sekarang, wilayah kelautan RI kerap dimasuki perahu-perahu asing yang masuk dan mencuri ikan di laut Indonesia secara ilegal.
Seiring makin majunya teknologi peralatan kapal, Eddy menyarankan pemerintah mendatang tak tanggung-tanggung mengawasi seluruh wilayah laut Indonesia. Konsekuensinya, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai seluruh kegiatan operasional pengawasan kelautan.
"Pemerintah dan DPR harus menganggarkan dana yang cukup besar untuk mengawasi wilayah laut Indonesia yang cukup luas," tambah Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat ini.
Eddy beralasan tingginya biaya operasional pengawasan laut Indonesia karena berkaitan dengan pembelian infrastruktur penunjang seperti kapal patroli dan kapal perang. Belum lagi dana operasional untuk menambah petugas keamanan laut yang saat ini jumlahnya kurang ideal.
"Membangun kapal patroli butuh berapa, lalu untuk infrastruktur coast guard berapa, belum lagi sumber daya manusianya berapa, nanti kita hitung berapa kebutuhannya," jelasnya.Bakamla akan dibawah Kementrian Maritim Pemerintah baru harus segera membenahi dan memperbaiki keamanan sektor kelautan di Indonesia. Ini untuk meminimalisir potensi kerugian negara akibat pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya mencapai Rp 100 triliun-Rp 300 triliun tiap tahun.
Seperti di Amerika Serikat (AS), Laksamana (Purn) Tedjo Eddy menyarankan, Indonesia perlu membangun Coast Guard atau Badan Keamanan Laut.
"Harus dibentuk yang namanya Badan Keamanan Laut atau Coast Guard," ungkap Eddy saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Sebenarnya, menurut Eddy, saat ini pemerintah telah mempunyai satu instansi pengamanan laut yang dinamakan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Namun pada praktiknya, Eddy menilai instansi ini masih lemah dan kurang maksimal menjaga laut karena terbatas pada regulasi tugas yang diberikan.
"Tetapi karena ada kata 'koordinasi' sering diucapkan sukar dilaksanakan. Ke depan Bakorkamla tetap dijalankan tetapi kata kor-nya dihilangkan. Menjadi Badan Keamanan Laut yang punya komando langsung menjaga laut," imbuh Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat ini.
Jadi ke depan diharapkan tanggung jawab sektor pengamanan laut RI ditanggung oleh 2 instansi, yaitu Coast Guard dan TNI Angkatan Laut (AL). Konsep Coast Guard nanti langsung di bawah arahan Kementerian Maritim dengan tugas pokok menyangkut pengamanan laut sedangkan TNI AL menjaga pertahanan laut Indonesia.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah peran nelayan ditingkatkan sebagai kepanjangan tangan TNI AL dan Coast Guard yang bisa melaporkan seluruh kegiatan yang mencurigakan seperti pencurian ikan, penyelundupan imigran gelap dan lain-lain.
"Instansi lain tetap bekerja seperti Bea Cukai di wilayah kepabeanan tidak usah sampai ke teritorial. Apabila ini semua dipadukan, musuh dan pencuri akan berpikir dua kali pelan-pelan akhirnya kita mempunyai kekuatan yang cukup besar," cetus pria yang disebut-sebut calon Menko Maritim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini.(wij/dnl)
Salah satu ingatannya adalah bagaimana Belanda di zaman penjajahan takut dengan kekuatan TNI Angkatan Laut (AL) dekade 1960-an.
"Tahun 1960, kita ini punya kekuatan TNI AL, dan saat itu bersanding dengan Angkatan Udara terkuat di ASEAN," kata Eddy di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Karena kuatnya, TNI AL dan AU Indonesia, Belanda saat itu meminta rekomendasi dari Amerika Serikat bagaimana caranya mendapatkan wilayah Papua. Namun AS saat itu merekomendasikan Belanda lebih baik menyerah dan menyerahkan Papua ke Indonesia daripada kalah di medan perang.
"Kita konfrontasi dengan Belanda lalu Belanda minta masukan AS dan AS bilang hati-hati. Lalu setelah itu tercapai kesepakatan Papua masuk ke Indonesia," kata pria yang disebut-sebut jadi calon Menko Maritim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini.
Berbeda dengan kondisi sekarang, wilayah kelautan RI kerap dimasuki perahu-perahu asing yang masuk dan mencuri ikan di laut Indonesia secara ilegal.
Seiring makin majunya teknologi peralatan kapal, Eddy menyarankan pemerintah mendatang tak tanggung-tanggung mengawasi seluruh wilayah laut Indonesia. Konsekuensinya, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai seluruh kegiatan operasional pengawasan kelautan.
"Pemerintah dan DPR harus menganggarkan dana yang cukup besar untuk mengawasi wilayah laut Indonesia yang cukup luas," tambah Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat ini.
Eddy beralasan tingginya biaya operasional pengawasan laut Indonesia karena berkaitan dengan pembelian infrastruktur penunjang seperti kapal patroli dan kapal perang. Belum lagi dana operasional untuk menambah petugas keamanan laut yang saat ini jumlahnya kurang ideal.
"Membangun kapal patroli butuh berapa, lalu untuk infrastruktur coast guard berapa, belum lagi sumber daya manusianya berapa, nanti kita hitung berapa kebutuhannya," jelasnya.Bakamla akan dibawah Kementrian Maritim Pemerintah baru harus segera membenahi dan memperbaiki keamanan sektor kelautan di Indonesia. Ini untuk meminimalisir potensi kerugian negara akibat pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya mencapai Rp 100 triliun-Rp 300 triliun tiap tahun.
Seperti di Amerika Serikat (AS), Laksamana (Purn) Tedjo Eddy menyarankan, Indonesia perlu membangun Coast Guard atau Badan Keamanan Laut.
"Harus dibentuk yang namanya Badan Keamanan Laut atau Coast Guard," ungkap Eddy saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Sebenarnya, menurut Eddy, saat ini pemerintah telah mempunyai satu instansi pengamanan laut yang dinamakan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Namun pada praktiknya, Eddy menilai instansi ini masih lemah dan kurang maksimal menjaga laut karena terbatas pada regulasi tugas yang diberikan.
"Tetapi karena ada kata 'koordinasi' sering diucapkan sukar dilaksanakan. Ke depan Bakorkamla tetap dijalankan tetapi kata kor-nya dihilangkan. Menjadi Badan Keamanan Laut yang punya komando langsung menjaga laut," imbuh Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat ini.
Jadi ke depan diharapkan tanggung jawab sektor pengamanan laut RI ditanggung oleh 2 instansi, yaitu Coast Guard dan TNI Angkatan Laut (AL). Konsep Coast Guard nanti langsung di bawah arahan Kementerian Maritim dengan tugas pokok menyangkut pengamanan laut sedangkan TNI AL menjaga pertahanan laut Indonesia.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah peran nelayan ditingkatkan sebagai kepanjangan tangan TNI AL dan Coast Guard yang bisa melaporkan seluruh kegiatan yang mencurigakan seperti pencurian ikan, penyelundupan imigran gelap dan lain-lain.
"Instansi lain tetap bekerja seperti Bea Cukai di wilayah kepabeanan tidak usah sampai ke teritorial. Apabila ini semua dipadukan, musuh dan pencuri akan berpikir dua kali pelan-pelan akhirnya kita mempunyai kekuatan yang cukup besar," cetus pria yang disebut-sebut calon Menko Maritim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini.(wij/dnl)
♞ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.