Ilustrasi. (Reuters/Tim Wimborne) ♚
Pakar pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie meminta pemerintah Republik Indonesia tak terbawa emosi dalam menyikapi persoalan pertahanan dan keamanan di perairan nusantara.
Ketegangan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, yang beratasan dengan Laut China Selatan, menurut Connie, tak perlu sampai dibawa ke ranah internasional.
“Kita seringkali terbawa emosi. Natuna ini, tiba-tiba mau kita bawa menjadi kasus internasional," kata Connie.
Padahal, ujar Connie, jika pemerintah RI membawa insiden kapal coast guard China yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna ke Mahkamah Hukum Internasional (International Tribunal For The Law of the Sea), maka posisi Indonesia akan sangat lemah.
Lemahnya posisi Indonesia, kata Connie, ialah karena International Maritime Organization (IMO) hanya mengenal dua jenis kapal, yakni government ship (kapal pemerintah) dan war ship (kapal perang). Sementara kapal yang digunakan Indonesia untuk menindak kapal China adalah kapal dengan kode KP atau kapal perikanan.
"Dari perspektif China, mereka bisa mengecek (hukum) internasional dan menemukan tidak ada jenis kapal ini, tidak peduli apakah ini kapal pemerintah atau bukan," kata Connie.
Ia menjelaskan, meski kapal perikanan sudah terdaftar sebagai kapal pemerintah secara hukum, namun jenis kapal ini belum terdaftar dalam IMO. Oleh sebab itu Connie menyarankan agar pemerintah RI segera mendaftarkan kapal perikanan ke IMO agar mendapatkan pengakuan sebagai kapal penindak di wilayah perairan.
"Jangan sampai China mengklaim ada kapal tidak dikenal menyerang kapal mereka," ujar Connie.
Selain persoalan pendaftaran kapal perikanan, pemerintah RI disarankan membuat pembagian yang jelas antara kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan kapal TNI Angkatan Laut, terutama terkait pertahanan keamanan di perairan Indonesia.
"Sehingga ada pembenahan siapa bermain (bertanggung jawab) di wilayah mana di lautan kita, agar tidak terjadi tumpang tindih," ujar Conny.
Saran-saran tersebut telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Merdeka kemarin. Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia (FDIP-UI).
Terkait insiden di Natuna itu, Kementerian Luar Negeri RI masih menunggu respons dari China terkait nota protes yang dilayangkan pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan akan membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Hukum Laut Internasional. Langkah itu bakal ia tempuh jika China tetap berkeras mengklaim perairan Natuna masuk dalam zona perikanan tradisional China.
Insiden penangkapan kapal KM Kway Fey 10078 yang berbendera China terjadi karena pemerintah menduga kapal tersebut mencuri ikan secara ilegal di perairan Natuna, pada 19 Maret.
Saat Patroli KP Hiu 11 milik Kementerian Perikanan dan Kelautan mengamankan delapan ABK KM Kway Fey 10078, muncul kapal penjaga perbatasan atau coast guard China yang melakukan intervensi dan menabrak kapal tangkapan.
Akibat hal tersebut, pemerintah Indonesia bereaksi keras. Nota protes disampaikan kepada pemerintah China terutama terkait pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia, serta pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di Zona Ekonomi Ekslusif dan di landas kontinen Indonesia. (agk)
Pakar pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie meminta pemerintah Republik Indonesia tak terbawa emosi dalam menyikapi persoalan pertahanan dan keamanan di perairan nusantara.
Ketegangan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, yang beratasan dengan Laut China Selatan, menurut Connie, tak perlu sampai dibawa ke ranah internasional.
“Kita seringkali terbawa emosi. Natuna ini, tiba-tiba mau kita bawa menjadi kasus internasional," kata Connie.
Padahal, ujar Connie, jika pemerintah RI membawa insiden kapal coast guard China yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna ke Mahkamah Hukum Internasional (International Tribunal For The Law of the Sea), maka posisi Indonesia akan sangat lemah.
Lemahnya posisi Indonesia, kata Connie, ialah karena International Maritime Organization (IMO) hanya mengenal dua jenis kapal, yakni government ship (kapal pemerintah) dan war ship (kapal perang). Sementara kapal yang digunakan Indonesia untuk menindak kapal China adalah kapal dengan kode KP atau kapal perikanan.
"Dari perspektif China, mereka bisa mengecek (hukum) internasional dan menemukan tidak ada jenis kapal ini, tidak peduli apakah ini kapal pemerintah atau bukan," kata Connie.
Ia menjelaskan, meski kapal perikanan sudah terdaftar sebagai kapal pemerintah secara hukum, namun jenis kapal ini belum terdaftar dalam IMO. Oleh sebab itu Connie menyarankan agar pemerintah RI segera mendaftarkan kapal perikanan ke IMO agar mendapatkan pengakuan sebagai kapal penindak di wilayah perairan.
"Jangan sampai China mengklaim ada kapal tidak dikenal menyerang kapal mereka," ujar Connie.
Selain persoalan pendaftaran kapal perikanan, pemerintah RI disarankan membuat pembagian yang jelas antara kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan kapal TNI Angkatan Laut, terutama terkait pertahanan keamanan di perairan Indonesia.
"Sehingga ada pembenahan siapa bermain (bertanggung jawab) di wilayah mana di lautan kita, agar tidak terjadi tumpang tindih," ujar Conny.
Saran-saran tersebut telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Merdeka kemarin. Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia (FDIP-UI).
Terkait insiden di Natuna itu, Kementerian Luar Negeri RI masih menunggu respons dari China terkait nota protes yang dilayangkan pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan akan membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Hukum Laut Internasional. Langkah itu bakal ia tempuh jika China tetap berkeras mengklaim perairan Natuna masuk dalam zona perikanan tradisional China.
Insiden penangkapan kapal KM Kway Fey 10078 yang berbendera China terjadi karena pemerintah menduga kapal tersebut mencuri ikan secara ilegal di perairan Natuna, pada 19 Maret.
Saat Patroli KP Hiu 11 milik Kementerian Perikanan dan Kelautan mengamankan delapan ABK KM Kway Fey 10078, muncul kapal penjaga perbatasan atau coast guard China yang melakukan intervensi dan menabrak kapal tangkapan.
Akibat hal tersebut, pemerintah Indonesia bereaksi keras. Nota protes disampaikan kepada pemerintah China terutama terkait pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia, serta pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di Zona Ekonomi Ekslusif dan di landas kontinen Indonesia. (agk)
♚ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.