Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan TNI siap membantu tentara Filipina menangani perompak yang membajak dua kapal Indonesia dan menyandera 10 warga negara Indonesia.
"Saya rasa tentara sudah siap semua, tinggal tergantung sana, karena rumah orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita nonton saja, kalau dia minta bantuan kita tangani," kata Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.
Ryamizard mengatakan TNI sudah menyiapkan kapal-kapal patroli.
Ia menekankan militer Indonesia tidak bisa seenaknya melakukan operasi di wilayah Filipina tanpa izin dari pemerintah setempat.
"Itu negara orang. Kalau enggak boleh masuk jangan maksa-maksa. Kalau mereka siap menyelesaikan kita tunggu saja, (kalau) dia perlu bantuan kita masuk. Jangan nyelonong nanti urusan panjang lagi," kata dia.
Dia menyatakan sudah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Filipina terkait pembajakan kapal Indonesia dan penyanderaan WNI.
Pembebasan 10 WNI yang disandera, menurut dia, tidak perlu dilakukan dengan memenuhi tuntutan tebusan 50 juta peso atau Rp 15 miliar apabila memungkinkan.
Menurut Kementerian Luar Negeri, kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia dibajak saat melakukan perjalanan dari Sungai Puting Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.
Tidak diketahui persis kapan kapal itu dibajak. Pemilik kapal baru mengetahui kapalnya dibajak pada 26 Maret, saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku anggota kelompok Abu Sayyaf.
Saat ini, Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah ditangan otoritas Filipina. Sementara kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya.
Pemilik kapal yang dibajak kelompok Abu Sayyaf sedang berunding
Dokumentasi seorang anggota TNI AL bersenjata laras panjang berada di kapal pandu Trois dan kapal tongkang bermuatan batu bara yang diamankan setelah dibajak perompak, di Pangkalan TNI AL Palu, Sulawesi Tengah, Senin (5/3). Dua kapal tujuan Kalimantan dari Makassar itu dibajak di Selat Makassar. (FOTO ANTARA/Fiqman Sunandar)
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, menegaskan pemilik kapal tongkang KM Anand 12 sedang bernegosiasi dengan pembajak yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf, di Filipina, yang membajak kapal berbendera Indonesia itu.
"Biarkan saja mereka bernegosiasi," katanya, menjawab pertanyaan wartawan tentang perkembangan penanganan kasus pembajakan itu di kawasan perbatasan Indonesia-Papua Nugini Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Selasa.
Pandjaitan mengatakan, para pembajak dikabarkan meminta tebusan yang nilainya jauh lebih besar dari harga batubara yang dibawa kapal naas itu.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, kelompok Abu Sayyaf tidak hanya membajak KM Anand 12 tetapi juga kapal tunda Brahma 12 dalam pelayaran dari Sungai Puting Kalimantan Selatan, ke Batangas di Filipina Selatan.
Kedua kapal berbendera Indonesia yang mengangkut 70.000 ton batubara itu dibajak di perairan Filipina pada 26 Maret 2016. Namun, kapal Brahma 12 sudah dilepas dan sudah berada di tangan otoritas Filipina.
Berbeda dengan Brahma 12, KM Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya, katanya.
"Prioritas saat ini adalah keselamatan sepuluh WNI yang disandera. Pihak perusahaan sejauh ini telah menyampaikan informasi tersebut kepada keluarga sepuluh awak kapal yang disandera," kata Nasir, dalam pernyataannya.
Menurut dia, Kementerian Luar Negeri menerima informasi tersebut pada Senin (28/3), dan langsung berkomunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina.
"Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak. Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf," katanya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan TNI siap membantu tentara Filipina menangani perompak yang membajak dua kapal Indonesia dan menyandera 10 warga negara Indonesia.
"Saya rasa tentara sudah siap semua, tinggal tergantung sana, karena rumah orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita nonton saja, kalau dia minta bantuan kita tangani," kata Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.
Ryamizard mengatakan TNI sudah menyiapkan kapal-kapal patroli.
Ia menekankan militer Indonesia tidak bisa seenaknya melakukan operasi di wilayah Filipina tanpa izin dari pemerintah setempat.
"Itu negara orang. Kalau enggak boleh masuk jangan maksa-maksa. Kalau mereka siap menyelesaikan kita tunggu saja, (kalau) dia perlu bantuan kita masuk. Jangan nyelonong nanti urusan panjang lagi," kata dia.
Dia menyatakan sudah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Filipina terkait pembajakan kapal Indonesia dan penyanderaan WNI.
Pembebasan 10 WNI yang disandera, menurut dia, tidak perlu dilakukan dengan memenuhi tuntutan tebusan 50 juta peso atau Rp 15 miliar apabila memungkinkan.
Menurut Kementerian Luar Negeri, kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia dibajak saat melakukan perjalanan dari Sungai Puting Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.
Tidak diketahui persis kapan kapal itu dibajak. Pemilik kapal baru mengetahui kapalnya dibajak pada 26 Maret, saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku anggota kelompok Abu Sayyaf.
Saat ini, Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah ditangan otoritas Filipina. Sementara kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya.
Pemilik kapal yang dibajak kelompok Abu Sayyaf sedang berunding
Dokumentasi seorang anggota TNI AL bersenjata laras panjang berada di kapal pandu Trois dan kapal tongkang bermuatan batu bara yang diamankan setelah dibajak perompak, di Pangkalan TNI AL Palu, Sulawesi Tengah, Senin (5/3). Dua kapal tujuan Kalimantan dari Makassar itu dibajak di Selat Makassar. (FOTO ANTARA/Fiqman Sunandar)
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, menegaskan pemilik kapal tongkang KM Anand 12 sedang bernegosiasi dengan pembajak yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf, di Filipina, yang membajak kapal berbendera Indonesia itu.
"Biarkan saja mereka bernegosiasi," katanya, menjawab pertanyaan wartawan tentang perkembangan penanganan kasus pembajakan itu di kawasan perbatasan Indonesia-Papua Nugini Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Selasa.
Pandjaitan mengatakan, para pembajak dikabarkan meminta tebusan yang nilainya jauh lebih besar dari harga batubara yang dibawa kapal naas itu.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, kelompok Abu Sayyaf tidak hanya membajak KM Anand 12 tetapi juga kapal tunda Brahma 12 dalam pelayaran dari Sungai Puting Kalimantan Selatan, ke Batangas di Filipina Selatan.
Kedua kapal berbendera Indonesia yang mengangkut 70.000 ton batubara itu dibajak di perairan Filipina pada 26 Maret 2016. Namun, kapal Brahma 12 sudah dilepas dan sudah berada di tangan otoritas Filipina.
Berbeda dengan Brahma 12, KM Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya, katanya.
"Prioritas saat ini adalah keselamatan sepuluh WNI yang disandera. Pihak perusahaan sejauh ini telah menyampaikan informasi tersebut kepada keluarga sepuluh awak kapal yang disandera," kata Nasir, dalam pernyataannya.
Menurut dia, Kementerian Luar Negeri menerima informasi tersebut pada Senin (28/3), dan langsung berkomunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina.
"Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak. Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf," katanya.
♘ antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.