Dibayarkan 8 AprilIlustrasi: Mindra Purnomo ☆
Kelompok Abu Sayyaf memberikan ultimatum pembayaran tebusan bagi 10 WNI yang disandera. Tebusan mesti dibayarkan paling telat pada 8 April 2016.
Seperti dari dikutip media Filipina, Inquirer, Rabu (29/3/2016), ada video yang diposting di akun Facebook yang memiliki koneksi dengan militan yang menyebutkan bila pembayaran itu tak dilakukan maka sandera akan dibunuh. Para penyandera meminta tebusan 50 juta peso, atau sekitar Rp 15 miliar.
Pemerintah Filipina sendiri sudah menegaskan pihaknya menganut no-ransom policy.
Sementara pemerintah Indonesia sedang mengupayakan penyelamatan 10 WNI ini. Menlu Retno Marsudi menegaskan bahwa prioritas yang utama adalah keselamatan WNI.
10 WNI ini adalah awak kapal tug boat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara. Tugboat dilepaskan tetapi kapal Anand 12 dan 10 WNI disandera. (dra/dra) Apa yang Filipina Perlukan Kami Siapinfografis ☆
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terus memantau perkembangan kondisi 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. TNI tidak bisa melakukan tindakan sepihak karena kasus ini melibatkan dua negara.
"Kami terus lakukan koordinasi, apa pun yang mereka (Filipina) perlukan kami siap!" tegas Gatot usai menyerahkan SPT Pajak di Mabes TNI Cilangkap, Jaktim, Rabu (30/3/2016).
Gatot menegaskan, prioritas pemerintah RI saat ini adalah menyelamatkan 10 WNI yang disandera. Dia juga dapat informasi dari militer Filipina yang mengabarkan pihak militer sudah mengetahui lokasi yang diduga jadi tempat penyanderaan.
"Seperti disampaikan Menteri Luar Negeri, prioritas kita menyelamatkan warga negara. Kemudian sekarang berdasarkan monitor koordinasi militer Filipina, lokasi ada di negara Filipina, mereka sudah tahu tempat. Setiap saat kordinasi saya menyampaikan apa pun yang diperlukan kami siap, siap bagaimana pun ini urusan saya," ujarnya.
Gatot mengatakan pihaknya memiliki hubungan baik dengan militer Filipina. Dengan begitu, kedua negara akan melakukan koordinasi secara tepat untuk menyelamatkan 10 WNI tersebut.
"Kita kerja sama baik, terbuka, selama ini kita baik," ujarnya.
10 WNI disandera dalam perjalanan dari Banjarmasin ke Batangas, tak jauh dari Manila, Filipina. Penyanderaan diduga terjadi pada 26 Maret atau 28 Maret. Mereka membawa kapal tunda Brahma 12 yang menarik kapal ponton Anand 12 yang mengangkut 7.000 ton batubara. Kapal Brahma 12 ditinggalkan pembajak di Tawi-tawi, tapi kapal Anand 12 dan 10 ABK disandera kelompok Abu Sayyaf dengan permintaan tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar. 10 WNI yang disandera adalah:
1. Peter Tonsen Barahama. Alamat Batu Aji, Batam.
2. Julian Philip. Alamat Tondang Utara, Minahasa.
3. Alvian Elvis Peti. Alamat Priok Jakarta Utara.
4. Mahmud. Alamat Banjarmasin Kalimantan Selatan.
5. Surian Syah. Alamat Kendari Sulawesi Tenggara.
6. Surianto. Alamat Gilireng Wajo Sulawesi Selatan.
7. Wawan Saputra. Alamat Malili Palopo.
8. Bayu Oktavianto. Alamat Delanggu Klaten.
9. Rinaldi. Alamat Makassar.
10. Wendi Raknadian. Alamat Padang Sumatera Barat. (rvk/nrl)Polri Tunggu Izin Filipinafacebook kapten peter ☆
Pemerintah Indonesia masih berkoordinasi dengan pemerintah Filipina untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Pihak kepolisian masih menunggu izin dari pemerintah Filipina untuk ikut melakukan tindakan terhadap Abu Sayyaf.
"Kami sedang menunggu koordinasi-koordinasi, apakah nanti pemerintah Filipina itu membolehkan kami ikut ke sana atau tidak," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Balai Kartini, Jl Gatot Soebroto, Jaksel, Rabu (30/3/2016).
Badrodin menjelaskan sebenarnya yang lebih berwenang untuk melakukan pembebasan 10 WNI yang disandera adalah TNI. Apalagi, para WNI itu disandera di luar negeri.
"Kita sudah ada kesepakatan dengan TNI. TNI yang ke luar wilayah dan yang di wilayah kami. Ini kan adanya di luar wilayah Indonesia, TNI yang koordinasi," jelas Badrodin.
Jenderal bintang empat itu mengungkapkan, informasi yang diterima, para WNI dalam keadaan baik-baik saja. Soal uang tebusan Rp 15 miliyar yang diminta kelompok Abu Sayyaf, Badrodin menuturkan bahwa hal tersebut kewenangan perusahaan yang memperkerjakan para WNI itu.
"Informasi yang kami terima, mereka baik-baik saja. Kami nggak bisa (menebus), saya kira nggak bisa masuk dari situ. Itu serahkan saja pada pihak perusahaan," ungkapnya. (kha/aan)Polisi Cari Celah untuk MenindakIlustrasi oleh Mindra Purnomo ☆
Polri terus berkoordinasi dengan pihak pemerintah dan kepolisian Filipina terkait penyanderaan yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf terhadap 10 WNI. Polri akan mencari celah untuk bisa menindak Abu Sayyaf.
"Kalau nanti ditangani ini juga bisa. Sudah banyak kasusnya. Hanya penindakannya kalau berada di wilayah luar kan tentu apakah nanti dilaksanakan oleh otoritas Filipina atau kami boleh membantu," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jaksel, Rabu (30/3/2016).
Namun, Badrodin mengungkapkan polisi tidak bisa langsung datang ke Filipina. Polisi baru bisa datang ke Filipina setelah mendapatkan izin dari pemerintah setempat. "Kita sedang menunggu koordinasi-koordinasi, apakah nanti pemerintah Filipina itu membolehkan kita ikut ke sana atau tidak," jelas Badrodin.
Kelompok Abu Sayyaf telah memberikan ultimatum pembayaran tebusan bagi 10 WNI yang disandera. Tebusan sebesar 50 juta peso atau Rp 15 miliyar mesti dibayarkan paling telat pada 8 April 2016.
Meskipun begitu, Kapolri telah memastikan bahwa ke 10 WNI dalam keadaan baik-baik saja. (kha/aan)Diduga Ada di Pulau JoloFoto: istimewa ☆
10 WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf atau Abu Sayyaf Group diduga ada di Pulau Jolo, Filipina Selatan. Lokasi itu selama ini memang menjadi salah satu basis kelompok itu.
Informasi yang diperoleh, Kamis (30/3/2016), Pulau Jolo memang menjadi salah satu basis kelompok Abu Sayyaf. Pulau Jolo berada digugusan Kepulauan Sulu. Kawasan ini merupakan daerah otonomi khusus di mana sebagian besar penduduknya Muslim.
Salah seorang keluarga awak kapal Brahma 12 yang disandera sempat diberi informasi kalau para sandera ada di sebuah pulau dan ditempatkan di rumah kosong.
Upaya pembebasan para sandera kini tengah dilakukan. Penyandera meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar.
Pemerintah Indonesia sudah menegaskan akan memprioritaskan keselamatan para sandera. (dra/dra)
Kelompok Abu Sayyaf memberikan ultimatum pembayaran tebusan bagi 10 WNI yang disandera. Tebusan mesti dibayarkan paling telat pada 8 April 2016.
Seperti dari dikutip media Filipina, Inquirer, Rabu (29/3/2016), ada video yang diposting di akun Facebook yang memiliki koneksi dengan militan yang menyebutkan bila pembayaran itu tak dilakukan maka sandera akan dibunuh. Para penyandera meminta tebusan 50 juta peso, atau sekitar Rp 15 miliar.
Pemerintah Filipina sendiri sudah menegaskan pihaknya menganut no-ransom policy.
Sementara pemerintah Indonesia sedang mengupayakan penyelamatan 10 WNI ini. Menlu Retno Marsudi menegaskan bahwa prioritas yang utama adalah keselamatan WNI.
10 WNI ini adalah awak kapal tug boat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara. Tugboat dilepaskan tetapi kapal Anand 12 dan 10 WNI disandera. (dra/dra) Apa yang Filipina Perlukan Kami Siapinfografis ☆
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terus memantau perkembangan kondisi 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. TNI tidak bisa melakukan tindakan sepihak karena kasus ini melibatkan dua negara.
"Kami terus lakukan koordinasi, apa pun yang mereka (Filipina) perlukan kami siap!" tegas Gatot usai menyerahkan SPT Pajak di Mabes TNI Cilangkap, Jaktim, Rabu (30/3/2016).
Gatot menegaskan, prioritas pemerintah RI saat ini adalah menyelamatkan 10 WNI yang disandera. Dia juga dapat informasi dari militer Filipina yang mengabarkan pihak militer sudah mengetahui lokasi yang diduga jadi tempat penyanderaan.
"Seperti disampaikan Menteri Luar Negeri, prioritas kita menyelamatkan warga negara. Kemudian sekarang berdasarkan monitor koordinasi militer Filipina, lokasi ada di negara Filipina, mereka sudah tahu tempat. Setiap saat kordinasi saya menyampaikan apa pun yang diperlukan kami siap, siap bagaimana pun ini urusan saya," ujarnya.
Gatot mengatakan pihaknya memiliki hubungan baik dengan militer Filipina. Dengan begitu, kedua negara akan melakukan koordinasi secara tepat untuk menyelamatkan 10 WNI tersebut.
"Kita kerja sama baik, terbuka, selama ini kita baik," ujarnya.
10 WNI disandera dalam perjalanan dari Banjarmasin ke Batangas, tak jauh dari Manila, Filipina. Penyanderaan diduga terjadi pada 26 Maret atau 28 Maret. Mereka membawa kapal tunda Brahma 12 yang menarik kapal ponton Anand 12 yang mengangkut 7.000 ton batubara. Kapal Brahma 12 ditinggalkan pembajak di Tawi-tawi, tapi kapal Anand 12 dan 10 ABK disandera kelompok Abu Sayyaf dengan permintaan tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar. 10 WNI yang disandera adalah:
1. Peter Tonsen Barahama. Alamat Batu Aji, Batam.
2. Julian Philip. Alamat Tondang Utara, Minahasa.
3. Alvian Elvis Peti. Alamat Priok Jakarta Utara.
4. Mahmud. Alamat Banjarmasin Kalimantan Selatan.
5. Surian Syah. Alamat Kendari Sulawesi Tenggara.
6. Surianto. Alamat Gilireng Wajo Sulawesi Selatan.
7. Wawan Saputra. Alamat Malili Palopo.
8. Bayu Oktavianto. Alamat Delanggu Klaten.
9. Rinaldi. Alamat Makassar.
10. Wendi Raknadian. Alamat Padang Sumatera Barat. (rvk/nrl)Polri Tunggu Izin Filipinafacebook kapten peter ☆
Pemerintah Indonesia masih berkoordinasi dengan pemerintah Filipina untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Pihak kepolisian masih menunggu izin dari pemerintah Filipina untuk ikut melakukan tindakan terhadap Abu Sayyaf.
"Kami sedang menunggu koordinasi-koordinasi, apakah nanti pemerintah Filipina itu membolehkan kami ikut ke sana atau tidak," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Balai Kartini, Jl Gatot Soebroto, Jaksel, Rabu (30/3/2016).
Badrodin menjelaskan sebenarnya yang lebih berwenang untuk melakukan pembebasan 10 WNI yang disandera adalah TNI. Apalagi, para WNI itu disandera di luar negeri.
"Kita sudah ada kesepakatan dengan TNI. TNI yang ke luar wilayah dan yang di wilayah kami. Ini kan adanya di luar wilayah Indonesia, TNI yang koordinasi," jelas Badrodin.
Jenderal bintang empat itu mengungkapkan, informasi yang diterima, para WNI dalam keadaan baik-baik saja. Soal uang tebusan Rp 15 miliyar yang diminta kelompok Abu Sayyaf, Badrodin menuturkan bahwa hal tersebut kewenangan perusahaan yang memperkerjakan para WNI itu.
"Informasi yang kami terima, mereka baik-baik saja. Kami nggak bisa (menebus), saya kira nggak bisa masuk dari situ. Itu serahkan saja pada pihak perusahaan," ungkapnya. (kha/aan)Polisi Cari Celah untuk MenindakIlustrasi oleh Mindra Purnomo ☆
Polri terus berkoordinasi dengan pihak pemerintah dan kepolisian Filipina terkait penyanderaan yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf terhadap 10 WNI. Polri akan mencari celah untuk bisa menindak Abu Sayyaf.
"Kalau nanti ditangani ini juga bisa. Sudah banyak kasusnya. Hanya penindakannya kalau berada di wilayah luar kan tentu apakah nanti dilaksanakan oleh otoritas Filipina atau kami boleh membantu," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jaksel, Rabu (30/3/2016).
Namun, Badrodin mengungkapkan polisi tidak bisa langsung datang ke Filipina. Polisi baru bisa datang ke Filipina setelah mendapatkan izin dari pemerintah setempat. "Kita sedang menunggu koordinasi-koordinasi, apakah nanti pemerintah Filipina itu membolehkan kita ikut ke sana atau tidak," jelas Badrodin.
Kelompok Abu Sayyaf telah memberikan ultimatum pembayaran tebusan bagi 10 WNI yang disandera. Tebusan sebesar 50 juta peso atau Rp 15 miliyar mesti dibayarkan paling telat pada 8 April 2016.
Meskipun begitu, Kapolri telah memastikan bahwa ke 10 WNI dalam keadaan baik-baik saja. (kha/aan)Diduga Ada di Pulau JoloFoto: istimewa ☆
10 WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf atau Abu Sayyaf Group diduga ada di Pulau Jolo, Filipina Selatan. Lokasi itu selama ini memang menjadi salah satu basis kelompok itu.
Informasi yang diperoleh, Kamis (30/3/2016), Pulau Jolo memang menjadi salah satu basis kelompok Abu Sayyaf. Pulau Jolo berada digugusan Kepulauan Sulu. Kawasan ini merupakan daerah otonomi khusus di mana sebagian besar penduduknya Muslim.
Salah seorang keluarga awak kapal Brahma 12 yang disandera sempat diberi informasi kalau para sandera ada di sebuah pulau dan ditempatkan di rumah kosong.
Upaya pembebasan para sandera kini tengah dilakukan. Penyandera meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar.
Pemerintah Indonesia sudah menegaskan akan memprioritaskan keselamatan para sandera. (dra/dra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.