TRIBUNNEWS.COM,
KEFAMENANU -- Sebanyak 467 mantan milisi eks Timtim yang melarikan diri
ke Timor Barat (Indonesia) usai pergolakan tahun 1999 lalu, kini masih
masuk daftar merah (red notification) oleh Mahkamah International
di Den Haag, Belanda. Mereka masih dianggap penjahat perang dan diburu
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Eurico Guterres, mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timtim |
Informasi yang dihimpun Pos Kupang, menyebutkan, pengejaran terhadap mantan milisi dimulai dengan pembentukan Serious Crimes Investigation Unit (SCU) oleh The United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET) yang dibentuk PBB. Mantan milisi yang ditangkap diadili di Pengadilan ad Hoc di di Dili, Timor-Timur. Sedangkan mantan milisi yang melarikan diri ke Timor Barat (Nusa Tenggara Timur), dilaporkan ke International Criminal Court (ICC) dan namanya didaftarkan ke Mahkamah International di Den Haag, Belanda.
Tim Sekjen Wantanas melakukan kunjungan kerja selama hampir sepekan ke pemeintah daerah di daratan Timor, di antaranya ke Pemkot Kupang, Pemkab Kupang, Pemkab Timor Tengah Selatan, Pemkab TTU dan Pemkab Belu dalam rangka menghimpun informasi dan melihat langsung kondisi sosial ekonomi warga di perbatasan termasuk warga ekspengungsi Timtim.
Sebelum bertemu para pejabat Pemkab TTU Kamis pagi, Tim Sekjen Wantanas bertemu dengan beberapa tokoh warga eksTimtim, meninjau ke pos perbatasan serta berdialog dengan para prajurit TNI yang bergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-RDTL, Rabu (13/6/2012) sore hingga malam hari.
Persoalan lain lagi, papar Brigjen Dody, janji ganti rugi terhadap aset milik warga ekspengungsi Timtim yang ditinggalkan di negara RDTL usai pergolakan tahun 1999 lalu. "Waktu itu sudah ditandatangani kesepakatan antara mantan Menlu RI Hasan Wirajuda dengan Menlu Ramos Horta. Salah satu butir kesepakatannya adalah membayar ganti rugi aset warga eks Timtim seperti tanah dan bangunan yang ditinggalkan di RDTL tahun 1999 lalu. Tapi sayang, sampai hari ini kesepakatan itu belum direalisasikan," kata Brigjen Dody mengutip keluhan para tokoh warga eksTimtim.
Oleh karena itu, Brigjen Dody berharap pemerintah kota/kabupaten agar memberi perhatian lebih serius terhadap peningkatan kesejahteraan warga ekspengungsi Timtim. "Sebab mereka sudah meninggalkan harta benda termasuk mempertaruhkan nyawanya bagi merah putih," tukasnya.
Brigjen Dody juga mengimbau agar stigma warga `eks Timtim' supaya digantikan dengan istilah yang lebih sopan, yaitu warga Indonesia kelahiran Timtim. Dengan begitu tidak ada perbedaan perlakuan dalam pelayanan pembangunan maupun pelayanan kemasyarakatan.
Menanggapi permintaan itu, Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandes, S,Pt mengatakan, Pemkab TTU sudah berupaya memberikan pelayanan yang maksimal terhadap warga eks Timtim. "Misalnya, Pemkab TTU memberikan rumah sehat dan layak huni. Namun beberapa waktu kemudian rumah itu dijual kepada warga lokal. Alasannya untuk dijadikan modal berusaha atau untuk membayar utang dan alasan lain lagi. Ini kan sangat menyedihkan," papar Fernandes. Meski demikian, lanjutnya, Pemkab TTU tidak akan berhenti memberikan perhatian ekstra terhadap warga eks Timtim.(tribunnews)
Laporan Wartawan Pos Kupang, Julianus Akoit
bukankah belanda sendiri penjahat perang??????
BalasHapus3,5 abad bukanlah waktu yang singkat. jutaan rakyat Indonesia merk jadikan budak. dasar maling teriak maling.
Yang mendanai AS utk penumpasan rakyat timor leste hrs tersangkut HAM,melanggar pasal 55 KUHP mrpk tindak pidana memmbantu dan pelanggaran pasal HAM yaitu seorang pejabat yg menghilangkan suatu kaum.
BalasHapus