Laporan : Rahmawati Nasri
Pembebasan wilayah Irian Barat yang sekarang
disebut Papua dan Papua Barat tampaknya menjadi momen paling menarik
bagi Kopral (purn) Sugondo. Dia rela mempertaruhkan jiwa raganya dalam
operasi yang berlangsung pada 19 Desember 1961-15 Agustus 1962.
BANGGA: Sugondo,Prajurit Trikora memperlihatkan seragam dan nama foto monumen Trikora di Irian Barat.
Bertempur Mati-matian, Sempat Ditawan Belanda
Sugondo (79) kini tinggal di rumah dinas (rumdin) Paspampres di kawasan Sukasari Kota Bogor. Di masa senjanya ini, dia aktif sebagai ketua rukun warga (RW) di tempat tinggalnya. Saat Radar Bogor menyambangi kediamannya kemarin, dia sibuk menyiapkan acara maulid di kompleksnya.
Namun Sugondo masih semangat menceritakan pengalamannya saat berjuang merebut kembali tanah Papua dari penjajah Belanda. Baginya, operasi itu merupakan dedikasi dan rasa cinta tanah air yang begitu besar.
Sugondo merupakan satu dari 81 anggota Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara (AU) yang diterjunkan dengan misi mengibarkan bendera merah putih di tanah Papua pada 21 Mei 1962.
Dia terbang dengan pesawat C-130 Hercules pada 19 Mei 1962 di wilayah Teminanbuan di bawah pimpinan Letnan Muda Utama (LMU) I Suhadi.
Misi dibagi menjadi tiga peleton, yaitu Komandan Batalion (Dan Ton) I LMU I Suhadi merangkap Dan Tim, Dan Ton II Sersan Muda Utama (SMU) Ngarbingan dan Dan Ton III Sersan Utama (SU) I Mengko.
Sugondo menceritakan, tepat pukul 02:30 penerjunan dilaksanakan. Sebagian besar pasukan di antaranya Pasukan Utama (PU) I Lili Sumarli dan PU I Gunarso terkejut karena mendarat di atap seng yang ternyata asrama tentara Belanda. Kontak tembak terjadi, dan pasukan Belanda mengundurkan diri ke Kota Teminanbuan.
Kopral Utama (KU) II Alex Sangido dan KU II Wangko gugur serta KU II Liud tertangkap. Menjelang siang, pasukan bergeser ke hutan untuk bergabung dengan induk pasukan yang posisinya juga tercerai-berai.
“Siang harinya baru terkumpul dan dengan dipimpin Dan Ton SMU Ngarbingan. Sore hari pasukan yang terkumpul ada sekitar 30 orang, di antaranya PU I Gunarso, PU I Sunarto, PU I Misno, PU I Kosim dan beberapa pasukan dari peleton LMU I Suhadi,” tuturnya.
Pada 21 Mei 1962 pasukan PGT AU pimpinan LMU I Suhadi berjumlah sekitar 40 orang berkumpul di Kampung Wersar. Atas inisiatif SU I Mengko di tempat inilah bendera Merah Putih dikibarkan. Hal ini merupakan pengibaran bendera merah putih yang pertama kali di Bumi Irian Barat. Pukul 10:00, SU I Mengko dengan dibantu beberapa orang lainnya mengibarkan sang Merah Putih.
Pasukan kemudian meninggalkan tempat tersebut menuju ketinggian untuk menghindari serangan Belanda. Selang beberapa lama ternyata insting prajurit tersebut menjadi kenyataan, pesawat Neptune Belanda membombardir daerah tersebut. Namun berkat kesigapan anggota pasukan dapat menghindar sambil terus melakukan perlawanan.
“Serangan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa dan semua pasukan selamat, tidak ada yang cedera. Belanda terus melakukan serangan, baik dari udara dengan menggunakan pesawat Neptune dan pesawat Firefly maupun dengan menggunakan pasukan darat,” bebernya.
PGT AU melakukan perlawanan secara sengit, namun akhirnya pasukan terpecah menjadi beberapa kelompok kecil. Kelompok PU I Gunarso beserta empat orang yang lainnya terlibat baku tembak yang menyebabkan PU I Kardi terluka pada tangannya dan kemudian tertangkap. Dan pada akhirnya KU II Ngatijan, KU II Hadi Suprapto, KU II Radar dan KU II Basri tertawan Belanda sedangkan PU II Sugondo berhasil meloloskan diri.
Pada 24 Mei 1962, pasukan LMU I Suhadi yang sedang berusaha melakukan pengunduran pasukan meninggalkan pertempuran di Teminanbuan mendapat serangan dari Belanda. Pertempuran jarak dekat terjadi dan LMU I Suhadi gugur dengan luka tembak di kepala, termasuk SU I Sukardji. PU I Lili Sumarli. PU I Roedjito sempat menguburkan jenazah LMU I Suhadi.
Sebelum melanjutkan kembali bergerilya dan bertemu dengan kelompok KU I Samingan beserta dua anggotanya. Belanda terus melakukan pengejaran dan terjadi lagi kontak senjata dan akhirnya KU I Samingan dan dua orang anggota lainnya gugur. Sisa pasukan kembali melawan sambil terus berusaha untuk melakukan pengunduruan.
Kelompok SU I Mengko beserta anggotanya pada 26 Mei 1962 mengalami kontak senjata dengan pasukan Belanda dan mengakibatkan empat prajurit PGT AU gugur. Setelah mengembara beberapa hari, akhirnya kelompok SU I Mengko bertemu dengan sisa pasukan kelompok PU I Roedjito.
Pada 14 Juni 1962 pasukan tersebut mendapat serangan dari Belanda yang pada akhirnya SU I Mengko dan beberapa anggota tertawan oleh Belanda. Namun tiga orang yaitu PU I Roedjito, PU I Istat dan PU I Gunarso dapat meloloskan diri. Pada 22 Juni 1962 mereka mendapat serangan yang menyebabkan mereka tertawan dan dimasukkan ke kamp tahanan Belanda, termasuk Sugondo.
Sugondo akhirnya dibebaskan pada September 1962 melalui perjanjian Indonesia dengan Belanda. Dia mengaku bangga karena bisa mengibarkan bendera merah putih dengan susah payah dan pertaruhan nyawa. “Alhamdulillah saya bisa selamat dari pertempuran itu. Padahal senjata kami tidak seimbang. Kami dibombardir bazoka dari pihak musuh,” ujarnya.(*)(Radarbogor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.