Ilustrasi Radar Pertahanan |
PENEMPATAN 12 unit radar sistem pengawasan maritim atau Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dari Sabang hingga Batam, Kepulauan Riau, sangat efektif untuk mengamankan kawasan perairan Selat Malaka.
"Radar
efektif memantau hal terkecil yang berada di kapal. Radar ini
terintegrasi ke gugus keamanan laut (Guskamla), dimana bisa melihat
seluruh kapal yang melintas di Selat Malaka," kata Komandan Pangkalan
TNI Angkatan Laut (Danlanal) Batam, Kolonel Laut (P) Nur Hidayat, saat
menerima Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan)
Mayjen TNI Hartind Asrin di Lanal Batam, Kepulauan Riau, Selasa (9/10).
Penggunaan radar sistem pengawasan maritim buatan Amerika Serikat itu hanya digunakan pada malam hari karena pada siang hari kapal-kapal yang melintas masih dapat terlihat oleh patroli keamanan laut (Patkamla).
Sebelum ada radar itu, menurut Danlanal Batam, pihaknya kesulitan memantau kapal-kapal yang melintas. Apalagi kapal yang bergerak dalam kecepatan rendah di malam hari, semakin sulit untuk di deteksi. "
"Namun dengan adanya keberadaan IMMS itu kita bisa memantau kapal-kapal meski dari jarak kejauhan dan suasana gelap," ujarnya.
Penempatan radar sistem pengawasan maritim/laut, khususnya di Batam sendiri efektif membantu pengawasan laut mengingat jumlah personil yang ada di Lanal Batam kurang memadai.
"Jumlah personil yang ada hanya 143 orang, padahal seharusnya jumlah personilnya mencapai 256 orang," katanya.
Tak hanya itu, jumlah kapal yang dimiliki oleh Lanal Batam hanya 12 unit, sehingga masih kekurangan sekitar enam unit agar kapal-kapal itu stand by di pos penjagaan. Kapal yang berada di Lanal Batam, yakni kapal KAL Seraya, Patkamla Wolf, Patkalma Sea Hunter, Patkamla "Nongsa", Comba Boat, dan Patkamla Sea Rider buatan Banyuwangi.
Kendati demikian, dengan adanya patroli yang dilakukan secara rutin oleh TNI Angkatan Laut kasus-kasus kejahatan yang ada di laut relatif menurun, bahkan dengan adanya penempatan radar itu kasus kejahatan di laut relatif tidak ada. "Jarang sekali terjadi kasus perompakan dan kasus trafficking," katanya.
Ia menambahkan, penempatan Kapal Perang (KRI) di perairan Kepulauan Riau belum perlu digunakan mengingat tingkat kerawanannya masih bisa diatasi oleh kapal-kapal kecil (patroli). "Penggunaan KRI bila tingkat kerawanannya terus meningkat. Ini pun harus dilaporkan terlebih dahulu kepada gugus tempur laut (Guspurla) sebelum pengerahan kapal perang," kata Nur Hidayat.
© Jurnas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.