Dubes RI untuk Australia masih di Indonesia sampai hubungan membaik.
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, mengaku belum mengirimkan kembali Duta Besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema ke Canberra, Australia, karena belum kondusif.
Apalagi, isu penyadapan Australia terhadap Indonesia kembali terungkap dari dokumen intel Amerika Serikat yang dibeberkan ke media oleh Edward Snowden.
"Kita belum merasa pas untuk kembali ke Canberra, seandainya kembali sifatnya sementara, misalnya briefing dengan staf di KBRI untuk masalah-masalah yang akan diterapkan," kata Marty dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Selasa 18 Februari 2014.
"Tetapi, belum akan kembali. Kalau tidak ada perkembangan yang lebih positif tetap akan diterapkan hal-hal seperti itu," ujarnya.
Menurut Marty, dengan pemanggilan Najib dan pembekuan kerja sama militer sebenarnya membawa dampak, minimalnya interaksi antara Indonesia dan Australia.
Sebenarnya, Indonesia sudah berusaha menyusun kode etik antara Indonesia dan Australia. Namun, justru terungkap kembali penyadapan yang dilakukan Australia dan bekerja sama dengan Amerika.
"Berbagai hal yang mungkin terungkap di masa yang akan datang, kita harus sudah mengetahui, jangan sampai sudah melakukan code of conduct tetap ada kejutan-kejutan lain. Peristiwa yang terjadi di masa lalu baru terungkap," terang Marty. Karena itu, Indonesia belum mau menuliskan kode etik.
Selain itu, kata Marty, pemerintah Indonesia tidak hanya akan mengambil langkah bilateral terkait isu penyadapan ini. Lebih jauh, akan melakukan langkah-langkah global, yakni dengan menyosialisasikan soal isu penyadapan ini ke PBB dan Eropa.
"Kita sosialisasi penting ke negara dunia bahwa kasus penyadapan tidak bisa diterima," kata dia.
Sebelumnya, penyadapan Australia terhadap Indonesia kembali terungkap. Satu lagi dokumen intel Amerika Serikat dibeberkan ke media oleh Edward Snowden. Bukan soal keamanan, penyadapan kali ini dilakukan terhadap sengketa dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.(art)
Menli bersama Dubes |
Apalagi, isu penyadapan Australia terhadap Indonesia kembali terungkap dari dokumen intel Amerika Serikat yang dibeberkan ke media oleh Edward Snowden.
"Kita belum merasa pas untuk kembali ke Canberra, seandainya kembali sifatnya sementara, misalnya briefing dengan staf di KBRI untuk masalah-masalah yang akan diterapkan," kata Marty dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Selasa 18 Februari 2014.
"Tetapi, belum akan kembali. Kalau tidak ada perkembangan yang lebih positif tetap akan diterapkan hal-hal seperti itu," ujarnya.
Menurut Marty, dengan pemanggilan Najib dan pembekuan kerja sama militer sebenarnya membawa dampak, minimalnya interaksi antara Indonesia dan Australia.
Sebenarnya, Indonesia sudah berusaha menyusun kode etik antara Indonesia dan Australia. Namun, justru terungkap kembali penyadapan yang dilakukan Australia dan bekerja sama dengan Amerika.
"Berbagai hal yang mungkin terungkap di masa yang akan datang, kita harus sudah mengetahui, jangan sampai sudah melakukan code of conduct tetap ada kejutan-kejutan lain. Peristiwa yang terjadi di masa lalu baru terungkap," terang Marty. Karena itu, Indonesia belum mau menuliskan kode etik.
Selain itu, kata Marty, pemerintah Indonesia tidak hanya akan mengambil langkah bilateral terkait isu penyadapan ini. Lebih jauh, akan melakukan langkah-langkah global, yakni dengan menyosialisasikan soal isu penyadapan ini ke PBB dan Eropa.
"Kita sosialisasi penting ke negara dunia bahwa kasus penyadapan tidak bisa diterima," kata dia.
Sebelumnya, penyadapan Australia terhadap Indonesia kembali terungkap. Satu lagi dokumen intel Amerika Serikat dibeberkan ke media oleh Edward Snowden. Bukan soal keamanan, penyadapan kali ini dilakukan terhadap sengketa dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.(art)
♞ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.