Indonesia menggugat AS ke WTO soal rokok kretek.
Penyadapan Australia terhadap Indonesia kembali terungkap. Satu lagi dokumen intel Amerika Serikat dibeberkan ke media oleh Edward Snowden. Bukan soal keamanan, penyadapan kali ini dilakukan terhadap sengketa dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Kehormatan mendapatkan bocoran Snowden kali ini jatuh pada New York Times, salah satu media besar Amerika. Dalam artikelnya, Sabtu 15 Februari 2014, NYT mengungkapkan kerja sama antara intelijen Australia, Australia Signals Directorate (ASD) dan intel AS, National Security Agency (NSA).
Dokumen Februari 2013 itu berupa buletin bulanan dari kantor ASD di Canberra yang disimpan NSA. Dilaporkan dalam dokumen, operasi penyadapan pada tahun 2010 silam.
Penyadapan pertama kali disebutkan dilakukan intelijen ASD terhadap pembicaraan antara pejabat Indonesia dan sebuah perusahaan hukum asal Amerika. Tidak disebutkan kasus apa yang dimaksud, tapi tahun itu Indonesia tengah kisruh dengan AS soal rokok kretek dan udang. Konsultan hukum AS yang disewa RI adalah Mayer Brown.
Saat itu, Indonesia menggugat AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena rokok kretek tanah air dilarang dijual di Negeri Paman Sam. Dalam gugatannya, RI beralasan bahwa rokok mentol sama saja dengan rokok kretek dan masih dijual bebas di AS.
Indonesia memenangkan sengketa dagang itu dan WTO menganulir pelarangan impor rokok kretek sebagai bagian dari pelanggaran aturan perdagangan internasional.
Soal impor udang, AS mengatakan bahwa udang dari Indonesia dijual di bawah harga pasar. Belakangan, AS menarik gugatannya. Mayer Brown mewakili Indonesia baik dalam kasus rokok kretek dan impor udang ini.
Penyadapan soal kasus ini kemudian dilaporkan dan ditawarkan ASD pada NSA, yang punya kantor perwakilan di Canberra. NSA di Australia langsung menelepon kantor markas pusat di Fort Meade, Maryland, AS untuk minta arahan.
Restu diberikan pusat. ASD diperbolehkan melanjutkan penyadapan yang disebut NSA sebagai "laporan intelijen yang sangat bermanfaat untuk konsumen Amerika Serikat."
NSA dan ASD dikatakan memang diam-diam berbagi akses ke sistem telekomunikasi Indonesia. NSA dalam dokumen diungkap memberikan data dalam jumlah besar milik Indosat, termasuk komunikasi para pejabat di sejumlah kementerian di Indonesia.
Dokumen lain yang diperoleh menunjukkan, pada tahun 2013, ASD mendapatkan hampir 1,8 juta kunci enskripsi induk yang digunakan operator selular Telkomsel untuk melindungi percakapan pribadi dari pelanggannya. Intelijen Australia juga membongkar hampir seluruh enskripsi yang dilakukan Telkomsel.
Data pengguna telepon seluler pada 2012 menunjukkan bahwa Telkomsel memiliki 212 juta pelanggan atau sekitar 62 persen, sementara Indosat memiliki 52 juta pelanggan, atau 15 persen. Kedua operator ini menguasai 77 persen pelanggan seluler di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku belum mengetahui ihwal penyadapan kali ini. Namun Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menegaskan bahwa tindakan ini telah melanggar UU Telekomunikasi Pasal 40.
"Penyadapan bukan sesuatu yang sulit. Makanya kedua undang-undang itu memberikan perlindungan," kata Gatot.
Gatot mengatakan bahwa pihaknya percaya dengan sistem keamanan yang diterapkan oleh operator telekomunikasi yang ada di Indonesia. Contohnya pada saat berita penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani, para operator tidak ada satupun yang terlibat.
Sementara itu Presiden Direktur Indosat Alexander Rusli menegaskan bahwa tindakan penyadapan oleh pihak asing terhadap komunikasi di Indonesia sangat tidak etis.
"Apalagi bila dilakukan intersep dari luar. Baru jelas sekarang kenapa ada negara-negara yang anti vendor tertentu dengan alasan takut disadap, karena ternyata mereka lakukan hal yang sama," kata Rusli kepada VIVAnews.
Baik Indosat dan Telkomsel menyatakan diri tidak terlibat penyadapan ini. Kedua operator ponsel ini menegaskan bahwa mereka selalu mematuhi semua perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan UU, penyadapan hanya akan dilakukan oleh operator jika ada permintaan dari pemerintah.
"Kami tidak pernah melakukan penyadapan tanpa adanya surat resmi dari 5 instansi pemerintah. Kami selalu menaati peraturan dan ketentuan yang ada. Semua peralatan kami juga telah sesuai dengan standart internasional yang berlaku," ujar Adita Irawati, VP Corporate Communications Telkomsel.
Peristiwa kali ini menambah panjang dosa Australia dan AS terhadap Indonesia. Sebelumnya November tahun lalu, Snowden membocorkan dokumen yang menunjukkan aksi mata-mata ASD terhadap Presiden SBY, istrinya, dan beberapa menteri kabinet pada tahun 2009.
Akibat peristiwa itu, Indonesia meninjau ulang kerja sama dengan Australia, termasuk salah satunya soal pencegahan imigran ilegal masuk ke Pulau Christmas. Indonesia memberikan beberapa tahapan yang jadi persyaratan normalisasi hubungan.
Menanggapi pengungkapan dokumen terbaru ini, juru bicara kepresidenan RI Teuku Faizasyah kepada The Guardian mengatakan bahwa Australia dan AS harus membereskan kekacauan yang mereka buat.
"Saya berpikir apalagi yang dimiliki Snowden? Untuk itu, jadi tanggung jawab negara (AS dan Australia) yang terlibat dalam masalah ini untuk membereskan kekacauan, demi menyelamatkan hubungan bilateral mereka dengan Indonesia," kata Faizasyah.
Seperti yang sudah-sudah, Australia enggan berkomentar soal bocoran penyadapan Snowden. "Kami tidak mengomentari masalah operasi intelijen," kata Perdana Menteri Tony Abbott, dilansir The Australian.
Dia berdalih, aksi penyadapan oleh Australia tidak akan merugikan negara lain. Penyadapan terhadap negara-negara, termasuk Indonesia, hanya untuk tujuan keamanan dan kepentingan nasional Australia dan sekutunya, Amerika Serikat, bukan tujuan komersial seperti yang dituduhkan dalam dokumen.
"Kami menggunakannya untuk negara-negara sahabat kami. Kami menggunakannya untuk menegakkan nilai-nilai kami. Untuk melindungi rakyat kami dan rakyat negara lain," kata Abbott.
"Kami tentu saja tidak menggunakannya untuk tujuan komersial," lanjutnya.
NSA juga sama saja. Intel AS ini membantah telah memberikan arahan pada ASD untuk melanjutkan operasi penyadapan tersebut.
Pada pernyataannya, NSA mengatakan bahwa "Kami tidak akan meminta mitra luar negeri kami untuk melakukan aktivitas intelijen yang pemerintah AS sendiri dilarang secara hukum untuk melakukannya."
Sasaran Utama Penyadapan
Dalam bocoran tersebut, dikatakan juga bahwa ADS dan NSA punya markas bersama di Alice Spring, Australia. Setengah dari personelnya adalah agen NSA dari Amerika.
Kebanyakan kolaborasi intel kedua negara ini fokus pada penyadapan di Asia. Disebutkan bahwa sasaran utama mereka adalah Indonesia dan China.
Indonesia jadi sasaran intel Australia sejak pengeboman di Bali tahun 2002, yang menewaskan 202 orang, 88 di antaranya turis Negeri Kangguru. Negara lainnya yang jadi sasaran ASD adalah Thailand, Vietnam, Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini.
Sementara itu China adalah salah satu negara paling kuat di Asia, baik dari ekonomi dan pertahanan, tidak heran jadi sasaran utama penyadapan. NSA disebut-sebut takut sekali jika isi penyadapan mereka ke China dibocorkan oleh Snowden.
Washington Post tahun lalu mengutip Snowden yang mengatakan bahwa NSA menyadap fasilitas sipil di Hong Kong dan China daratan, namun tidak menyebutkan isi dokumennya.
Australia adalah mitra penting Amerika dalam hal intelijen. Terutama seiring dengan fokus baru pemerintahan Barack Obama yang menitikberatkan Asia ketimbang Timur Tengah.
Selain Australia, AS bermitra juga dengan Inggris, Kanada dan Selandia Baru. Berlima, mereka dikenal dengan sebutan "Lima Mata".(sj)
Dokumen (Nytimes) |
Kehormatan mendapatkan bocoran Snowden kali ini jatuh pada New York Times, salah satu media besar Amerika. Dalam artikelnya, Sabtu 15 Februari 2014, NYT mengungkapkan kerja sama antara intelijen Australia, Australia Signals Directorate (ASD) dan intel AS, National Security Agency (NSA).
Dokumen Februari 2013 itu berupa buletin bulanan dari kantor ASD di Canberra yang disimpan NSA. Dilaporkan dalam dokumen, operasi penyadapan pada tahun 2010 silam.
Penyadapan pertama kali disebutkan dilakukan intelijen ASD terhadap pembicaraan antara pejabat Indonesia dan sebuah perusahaan hukum asal Amerika. Tidak disebutkan kasus apa yang dimaksud, tapi tahun itu Indonesia tengah kisruh dengan AS soal rokok kretek dan udang. Konsultan hukum AS yang disewa RI adalah Mayer Brown.
Saat itu, Indonesia menggugat AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena rokok kretek tanah air dilarang dijual di Negeri Paman Sam. Dalam gugatannya, RI beralasan bahwa rokok mentol sama saja dengan rokok kretek dan masih dijual bebas di AS.
Indonesia memenangkan sengketa dagang itu dan WTO menganulir pelarangan impor rokok kretek sebagai bagian dari pelanggaran aturan perdagangan internasional.
Soal impor udang, AS mengatakan bahwa udang dari Indonesia dijual di bawah harga pasar. Belakangan, AS menarik gugatannya. Mayer Brown mewakili Indonesia baik dalam kasus rokok kretek dan impor udang ini.
Penyadapan soal kasus ini kemudian dilaporkan dan ditawarkan ASD pada NSA, yang punya kantor perwakilan di Canberra. NSA di Australia langsung menelepon kantor markas pusat di Fort Meade, Maryland, AS untuk minta arahan.
Restu diberikan pusat. ASD diperbolehkan melanjutkan penyadapan yang disebut NSA sebagai "laporan intelijen yang sangat bermanfaat untuk konsumen Amerika Serikat."
NSA dan ASD dikatakan memang diam-diam berbagi akses ke sistem telekomunikasi Indonesia. NSA dalam dokumen diungkap memberikan data dalam jumlah besar milik Indosat, termasuk komunikasi para pejabat di sejumlah kementerian di Indonesia.
Dokumen lain yang diperoleh menunjukkan, pada tahun 2013, ASD mendapatkan hampir 1,8 juta kunci enskripsi induk yang digunakan operator selular Telkomsel untuk melindungi percakapan pribadi dari pelanggannya. Intelijen Australia juga membongkar hampir seluruh enskripsi yang dilakukan Telkomsel.
Data pengguna telepon seluler pada 2012 menunjukkan bahwa Telkomsel memiliki 212 juta pelanggan atau sekitar 62 persen, sementara Indosat memiliki 52 juta pelanggan, atau 15 persen. Kedua operator ini menguasai 77 persen pelanggan seluler di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku belum mengetahui ihwal penyadapan kali ini. Namun Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menegaskan bahwa tindakan ini telah melanggar UU Telekomunikasi Pasal 40.
"Penyadapan bukan sesuatu yang sulit. Makanya kedua undang-undang itu memberikan perlindungan," kata Gatot.
Gatot mengatakan bahwa pihaknya percaya dengan sistem keamanan yang diterapkan oleh operator telekomunikasi yang ada di Indonesia. Contohnya pada saat berita penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani, para operator tidak ada satupun yang terlibat.
Sementara itu Presiden Direktur Indosat Alexander Rusli menegaskan bahwa tindakan penyadapan oleh pihak asing terhadap komunikasi di Indonesia sangat tidak etis.
"Apalagi bila dilakukan intersep dari luar. Baru jelas sekarang kenapa ada negara-negara yang anti vendor tertentu dengan alasan takut disadap, karena ternyata mereka lakukan hal yang sama," kata Rusli kepada VIVAnews.
Baik Indosat dan Telkomsel menyatakan diri tidak terlibat penyadapan ini. Kedua operator ponsel ini menegaskan bahwa mereka selalu mematuhi semua perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan UU, penyadapan hanya akan dilakukan oleh operator jika ada permintaan dari pemerintah.
"Kami tidak pernah melakukan penyadapan tanpa adanya surat resmi dari 5 instansi pemerintah. Kami selalu menaati peraturan dan ketentuan yang ada. Semua peralatan kami juga telah sesuai dengan standart internasional yang berlaku," ujar Adita Irawati, VP Corporate Communications Telkomsel.
Peristiwa kali ini menambah panjang dosa Australia dan AS terhadap Indonesia. Sebelumnya November tahun lalu, Snowden membocorkan dokumen yang menunjukkan aksi mata-mata ASD terhadap Presiden SBY, istrinya, dan beberapa menteri kabinet pada tahun 2009.
Akibat peristiwa itu, Indonesia meninjau ulang kerja sama dengan Australia, termasuk salah satunya soal pencegahan imigran ilegal masuk ke Pulau Christmas. Indonesia memberikan beberapa tahapan yang jadi persyaratan normalisasi hubungan.
Menanggapi pengungkapan dokumen terbaru ini, juru bicara kepresidenan RI Teuku Faizasyah kepada The Guardian mengatakan bahwa Australia dan AS harus membereskan kekacauan yang mereka buat.
"Saya berpikir apalagi yang dimiliki Snowden? Untuk itu, jadi tanggung jawab negara (AS dan Australia) yang terlibat dalam masalah ini untuk membereskan kekacauan, demi menyelamatkan hubungan bilateral mereka dengan Indonesia," kata Faizasyah.
Seperti yang sudah-sudah, Australia enggan berkomentar soal bocoran penyadapan Snowden. "Kami tidak mengomentari masalah operasi intelijen," kata Perdana Menteri Tony Abbott, dilansir The Australian.
Dia berdalih, aksi penyadapan oleh Australia tidak akan merugikan negara lain. Penyadapan terhadap negara-negara, termasuk Indonesia, hanya untuk tujuan keamanan dan kepentingan nasional Australia dan sekutunya, Amerika Serikat, bukan tujuan komersial seperti yang dituduhkan dalam dokumen.
"Kami menggunakannya untuk negara-negara sahabat kami. Kami menggunakannya untuk menegakkan nilai-nilai kami. Untuk melindungi rakyat kami dan rakyat negara lain," kata Abbott.
"Kami tentu saja tidak menggunakannya untuk tujuan komersial," lanjutnya.
NSA juga sama saja. Intel AS ini membantah telah memberikan arahan pada ASD untuk melanjutkan operasi penyadapan tersebut.
Pada pernyataannya, NSA mengatakan bahwa "Kami tidak akan meminta mitra luar negeri kami untuk melakukan aktivitas intelijen yang pemerintah AS sendiri dilarang secara hukum untuk melakukannya."
Sasaran Utama Penyadapan
Dalam bocoran tersebut, dikatakan juga bahwa ADS dan NSA punya markas bersama di Alice Spring, Australia. Setengah dari personelnya adalah agen NSA dari Amerika.
Kebanyakan kolaborasi intel kedua negara ini fokus pada penyadapan di Asia. Disebutkan bahwa sasaran utama mereka adalah Indonesia dan China.
Indonesia jadi sasaran intel Australia sejak pengeboman di Bali tahun 2002, yang menewaskan 202 orang, 88 di antaranya turis Negeri Kangguru. Negara lainnya yang jadi sasaran ASD adalah Thailand, Vietnam, Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini.
Sementara itu China adalah salah satu negara paling kuat di Asia, baik dari ekonomi dan pertahanan, tidak heran jadi sasaran utama penyadapan. NSA disebut-sebut takut sekali jika isi penyadapan mereka ke China dibocorkan oleh Snowden.
Washington Post tahun lalu mengutip Snowden yang mengatakan bahwa NSA menyadap fasilitas sipil di Hong Kong dan China daratan, namun tidak menyebutkan isi dokumennya.
Australia adalah mitra penting Amerika dalam hal intelijen. Terutama seiring dengan fokus baru pemerintahan Barack Obama yang menitikberatkan Asia ketimbang Timur Tengah.
Selain Australia, AS bermitra juga dengan Inggris, Kanada dan Selandia Baru. Berlima, mereka dikenal dengan sebutan "Lima Mata".(sj)
♞ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.