Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, mengatakan, sampai saat ini Indonesia sangat kekurangan armada pertahanan laut, utamanya kapal selam. Bayangkan, dari kebutuhan minimal 12 kapal selam, Indonesia hanya punya dua unit.
"Indonesia butuh 12 kapal selam. Tapi cuma punya 2 unit," kata Zilmi dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (19/2).
Dua kapal selam milik Indonesia masih aktif itu adalah KRI Cakra and KRI Nenggala. Keduanya merupakan buatan Jerman pada era 1980-an. Dua kapal selam itu pun tak lama lagi bakal pensiun, yakni tepatnya 2020.
Maka dari itu Kementerian Pertahanan ngotot menambah kekuatan kapal selam sebagai salah satu pilar pertahanan laut. Masalahnya adalah, lanjut Zilmi, biaya membeli kapal selam sangat mahal.
Dia mencontohkan, pemerintah mesti merogoh kocek USD 1,07 juta buat tiga kapal selam buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. Meski satu dari tiga kapal itu bakal dikerjakan di tanah air, tepatnya di galangan kapal milik PT PAL di Surabaya, Jawa Timur, tetap saja terasa berat. Itu baru tiga, sedangkan Indonesia minimal butuh sembilan unit lagi buat menjaga kawasan perairan dari penyusupan negara lain.
Meski begitu, tambah Zilmi, pemerintah berkeras membangkitkan industri alat tempur dalam negeri, salah satunya kapal perang dan kapal selam, dengan tujuan supaya mandiri. Maka dari itu, meski dengan jalan kerjasama operasi, dia optimis banyak keuntungan diraih negara jika berhasil melakukan alih teknologi, syukur jika bisa melakukan ekspor senjata dan mesin tempur.
"Berapa banyak devisa negara yang keluar kalau hanya mengimpor alutsista? Satu kapal selam saja harganya Rp 3 sampai 4 triliun. Kalau industri dalam negeri mandiri, kan bisa ada pemasukan pajak. Industri lain juga tumbuh," ujar Zilmi.(mdk/ren)
Kapal selam buatan Indonesia ditarget melaut 2018
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia bergegas membenahi dan memperbarui berbagai alat utama sistem persenjataan yang kurang dan sudah dimakan usia. Penambahan unit kapal selam adalah salah satu target dibidik oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Menurut Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, saat ini Kementerian Pertahanan dengan PT PAL sedang menyiapkan galangan buat pembangunan kapal selam itu. Menurut dia, jika modal dari pemerintah sudah cair, maka pembangunan kapal selam akan dimulai tahun depan.
"Kapal selam PT PAL direncanakan masuk tahap produksi pada 2015, dan diperkirakan selesai November 2018," kata Zilmi dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (19/2).
Zilmi mengatakan, produksi kapal selam itu dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan sebuah perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kontrak antara pemerintah dengan Daewoo sudah diteken sejak 2011 dengan nilai USD 1,07 juta. Indonesia memesan tiga kapal selam dari Daewoo, di mana dua dibangun di Korea Selatan, dan satu akan dibuat di galangan milik PT PAL di Surabaya, Jawa Timur.
Maksud pembangunan satu kapal selam di tanah air itu supaya terjadi alih teknologi. Menurut dia, hal itu sudah tercantum dalam undang-undang dan peraturan presiden yang mewajibkan tiga syarat dalam pengadaan mesin tempur. Yakni alih teknologi, penggunaan kandungan dan komponen lokal, serta imbal dagang.
Zilmi melanjutkan, melalui rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, pemerintah sepakat membenamkan tambahan modal sebesar USD 250 juta dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Pengubahan buat membantu pembangunan galangan kapal itu. Jika tidak meleset, April mendatang dana itu bakal cair.
Meski begitu, banyak pihak meragukan kemampuan PT PAL membangun kapal selam itu. Tetapi Zilmi pasang badan. Menurut dia, yang mesti dikhawatirkan bukan kemampuan PT PAL, tapi justru ketepatan pencairan dana pembangunan fasilitas.
"Pembangunan fasilitas itu sudah dimulai sejak 2011. Sumber daya manusia sudah ditatar dan peralatan sudah disamakan. Dalam pembangunan galangan kita juga menggandeng konsultan dari Korea Selatan biar sama. Yang membangun fasilitas juga kontraktor. Jadi jangan menyalahkan PT PAL," ujar Zilmi.
Zilmi menyatakan, supaya proses alih teknologi berjalan lancar pemerintah mengirim 206 tenaga ahli Indonesia buat belajar langsung teknik pembuatan kapal selam ke Korea Selatan. Menurut dia, dalam rombongan itu juga terselip perwakilan akademisi dari Institut Teknologi Surabaya.
Dia berharap para insinyur itu bakal menyerap semua ilmu dan bisa menerapkannya di Indonesia. Sebab, lanjut dia, terakhir kali Indonesia mengirim orang buat belajar soal mesin perang adalah 15 tahun lalu di masa pemerintahan Presiden Baharudin Jusuf Habibie.(mdk/did)
♞ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.