Obama Salahkan Prancis dan Inggris Presiden AS, Barack Obama, menyalahkan Inggris dan Prancis atas kekacauan di Libya. (The Guardian)
Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, menyalahkan Inggris dan Prancis atas kekacauan di Libya. Obama mengatakan, konsentrasi David Cameron terganggu dengan hal lain untuk membantu membendung krisis ketika Moammar Gaddafi jatuh.
Pasca jatuhnya Gaddafi, Libya berada dalam keadaan kacau dan dipenuhi dengan aksi kekerasan. Obama menilai, hal itu disebabkan karena Nicholas Sarkozy tidak lagi menjabat sebagai Presiden dan perhatian Cameron terpecah ke tempat lain. Ia pun menyatakan, adalah sebuah kesalahan mempercayai sekutu AS asal Eropa untuk menindaklanjuti apa yang telah diinvestasikan di Libya pasca jatuhnya Gaddafi.
"Ketika saya kembali dan saya bertanya pada diri sendiri, apa yang salah? Ada ruang untuk kritik, karena saya menaruh kepercayaan kepada Eropa, mengingat kedekatannya dengan Libya, untuk menindaklanjuti apa yang diinvestasikan," kata Obama dalam wawancara dengan majalah Atlantik, seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (11/3/2016).
Sikap AS yang memilih untuk "memimpin dari belakang" pun menuai kritik. Namun Obama menyatakan, bahwa itu adalah bagian dari strategi untuk menangkal mentalitas "free rider" sekutu mereka asal Eropa.
"Apa yang telah menjadi kebiasaan selama beberapa dekade terakhir dalam keadaan ini adalah orang-orang mendorong kami untuk bertindak, tetapi kemudian menunjukkan keengganan untuk menempatkan dirinya dalam permainan," tutur Obama.
Perluas Wilayah di Libya, ISIS Rekrut Loyalis Gaddafi
ISIS terus memperluas wilayah kekuasaannya di Libya (Istimewa)
Para pakar PBB melaporkan pada Dewan Keamanan PBB, bahwa ISIS secara signifikan telah memperluas kontrol di Libya. Hal ini memicu permintaan senjata oleh pihak yang bertikai di negara itu untuk menghadapi ISIS.
Menurut laporan itu, ISIS telah berhasil merekrut pemuda dari suku-suku setempat, menawarkan mereka perlindungan dan keuntungan, serta merekrut perwira militer dari mantan rezim Moammar Gaddafi, seperti dikutip dari Times Of India, Jumat (11/3/2016).
ISIS memusatkan kekuatan mereka di kota pesisir Sirte, memusnahkan oposisi. "Saat ini kelompok tersebut adalah aktor politik dan militer yang paling signifikan di wilayah ini," kata laporan yang disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu.
ISIS juga terus melakukan perekrutan di Tripoli dan di kota barat Sabrata. Mereka melakukan perekrutan lokal dan pejuang asing yang transit melalui Turki dan Tunisia. Keberadaan ISIS pun memikat kelompok ekstrimis di sub Sahara Afrika untuk bergabung di Sirte dan Benghazi.
"Kekosongan politik dan keamanan telah lebih dimanfaatkan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah, yang secara signifikan telah memperluas kontrol atas wilayah," kata laporan itu tanpa memberikan perkiraan jumlah pejuang ISIS di Libya. (ian)
Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, menyalahkan Inggris dan Prancis atas kekacauan di Libya. Obama mengatakan, konsentrasi David Cameron terganggu dengan hal lain untuk membantu membendung krisis ketika Moammar Gaddafi jatuh.
Pasca jatuhnya Gaddafi, Libya berada dalam keadaan kacau dan dipenuhi dengan aksi kekerasan. Obama menilai, hal itu disebabkan karena Nicholas Sarkozy tidak lagi menjabat sebagai Presiden dan perhatian Cameron terpecah ke tempat lain. Ia pun menyatakan, adalah sebuah kesalahan mempercayai sekutu AS asal Eropa untuk menindaklanjuti apa yang telah diinvestasikan di Libya pasca jatuhnya Gaddafi.
"Ketika saya kembali dan saya bertanya pada diri sendiri, apa yang salah? Ada ruang untuk kritik, karena saya menaruh kepercayaan kepada Eropa, mengingat kedekatannya dengan Libya, untuk menindaklanjuti apa yang diinvestasikan," kata Obama dalam wawancara dengan majalah Atlantik, seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (11/3/2016).
Sikap AS yang memilih untuk "memimpin dari belakang" pun menuai kritik. Namun Obama menyatakan, bahwa itu adalah bagian dari strategi untuk menangkal mentalitas "free rider" sekutu mereka asal Eropa.
"Apa yang telah menjadi kebiasaan selama beberapa dekade terakhir dalam keadaan ini adalah orang-orang mendorong kami untuk bertindak, tetapi kemudian menunjukkan keengganan untuk menempatkan dirinya dalam permainan," tutur Obama.
Perluas Wilayah di Libya, ISIS Rekrut Loyalis Gaddafi
ISIS terus memperluas wilayah kekuasaannya di Libya (Istimewa)
Para pakar PBB melaporkan pada Dewan Keamanan PBB, bahwa ISIS secara signifikan telah memperluas kontrol di Libya. Hal ini memicu permintaan senjata oleh pihak yang bertikai di negara itu untuk menghadapi ISIS.
Menurut laporan itu, ISIS telah berhasil merekrut pemuda dari suku-suku setempat, menawarkan mereka perlindungan dan keuntungan, serta merekrut perwira militer dari mantan rezim Moammar Gaddafi, seperti dikutip dari Times Of India, Jumat (11/3/2016).
ISIS memusatkan kekuatan mereka di kota pesisir Sirte, memusnahkan oposisi. "Saat ini kelompok tersebut adalah aktor politik dan militer yang paling signifikan di wilayah ini," kata laporan yang disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu.
ISIS juga terus melakukan perekrutan di Tripoli dan di kota barat Sabrata. Mereka melakukan perekrutan lokal dan pejuang asing yang transit melalui Turki dan Tunisia. Keberadaan ISIS pun memikat kelompok ekstrimis di sub Sahara Afrika untuk bergabung di Sirte dan Benghazi.
"Kekosongan politik dan keamanan telah lebih dimanfaatkan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah, yang secara signifikan telah memperluas kontrol atas wilayah," kata laporan itu tanpa memberikan perkiraan jumlah pejuang ISIS di Libya. (ian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.