DPR Usulkan Pembentukan Indonesian Coast Guard
JAKARTA - Wakil
Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin mengkritik pemerintah lantaran
lemahnya sistem pengawasan di laut dan pantai. Alhasil, kekayaan laut
yang berlimpah tidak terkelola dengan baik.
Tidak mengherankan acapkali terjadi kasus illegal fishing, pencurian pasir, hingga penyelundupan manusia via laut. "Termasuk dengan mudahnya Neneng bebas masuk melalui "jalan tikus". Belum lagi keluarnya TKI ilegal ke luar negeri atau masuknya para penyelundup narkoba ke wilayah Indonesia," ungkap anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin kepada Okezone, di Gedung DPR, Senin (18/6/2012).
Menurut dia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 kilometer dan luas laut 3,1 juta kilometer persegi, memang memerlukan tata kelola kemaritiman yang baik. Saat ini ada 13 lembaga yang terlibat di laut atau pantai.
Yaitu TNI AL, Polri, PPNS Perhubungan, PPNS Bea Cukai, PPNS Imigrasi, PPNS Kehutanan, PPNS Diknas, PPNS Kemen Laut, PPNS Lingkungan Hidup, Kejaksaan, BIN, Badan SAR, dan Bakorkamla.
Dia menambahkan, kesemerawutan terjadi karena ke-13 lembaga itu memiliki tugas pokok dan fungsi yang tumpang tindih. Sehingga kontrol di lapangan menjadi kabur.
"Ditambah ego sektoral dari masing-masing lembaga menambah lagi susahnya kordinasi. Sekarang saatnya pemerintah memformulasikan ulang kebijakan keamanan dan pertahanan maritim secara komprehensif dan terintegrasi," jelasnya.
Oleh sebab itu, kata dia, penegakan hukum harus diperjelas sehingga masing-masing lembaga tidak tumpang tindih dalam menjalankan tugasnya.
"Lalu tentukan SOP dan siapa leading sector-nya. Saatnya sekarang dibentuk Indonesian Coast Guard yang cocok untuk kebutuhan pengamanan dan pertahanan Indonesia dalam penegakan hukum dan menjaga kedaulatan NKRI," pungkasnya.(ful)(Okezone)
Tidak mengherankan acapkali terjadi kasus illegal fishing, pencurian pasir, hingga penyelundupan manusia via laut. "Termasuk dengan mudahnya Neneng bebas masuk melalui "jalan tikus". Belum lagi keluarnya TKI ilegal ke luar negeri atau masuknya para penyelundup narkoba ke wilayah Indonesia," ungkap anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin kepada Okezone, di Gedung DPR, Senin (18/6/2012).
Menurut dia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 kilometer dan luas laut 3,1 juta kilometer persegi, memang memerlukan tata kelola kemaritiman yang baik. Saat ini ada 13 lembaga yang terlibat di laut atau pantai.
Yaitu TNI AL, Polri, PPNS Perhubungan, PPNS Bea Cukai, PPNS Imigrasi, PPNS Kehutanan, PPNS Diknas, PPNS Kemen Laut, PPNS Lingkungan Hidup, Kejaksaan, BIN, Badan SAR, dan Bakorkamla.
Dia menambahkan, kesemerawutan terjadi karena ke-13 lembaga itu memiliki tugas pokok dan fungsi yang tumpang tindih. Sehingga kontrol di lapangan menjadi kabur.
"Ditambah ego sektoral dari masing-masing lembaga menambah lagi susahnya kordinasi. Sekarang saatnya pemerintah memformulasikan ulang kebijakan keamanan dan pertahanan maritim secara komprehensif dan terintegrasi," jelasnya.
Oleh sebab itu, kata dia, penegakan hukum harus diperjelas sehingga masing-masing lembaga tidak tumpang tindih dalam menjalankan tugasnya.
"Lalu tentukan SOP dan siapa leading sector-nya. Saatnya sekarang dibentuk Indonesian Coast Guard yang cocok untuk kebutuhan pengamanan dan pertahanan Indonesia dalam penegakan hukum dan menjaga kedaulatan NKRI," pungkasnya.(ful)(Okezone)
Pengawasan Laut Parah, Bentuk Coast Guard
Jakarta
- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai, sistem
pengawasan laut dan pantai Indonesia sangat buruk, sehingga kekayaan
laut kerap dijarah pihak asing dan laut dijadikan jalur berbagai
penyelundupan dan tindak kejahatan. Saatnya dibentuk Penjaga Pantai
(Coast Guard).
"Indonesia sesungguhnya negara kaya, termasuk potensi kemaritimannya. Karena kekayaan itu tak dijaga dengan baik, menimbulkan maraknya ilegal fishing, ilegal mining, ilegal logging, bahkan penyelundupan manusia, termasuk dengan mudahnya tersangka koruptor Neneng Sriwahyuni bebas masuk melalui 'jalan tikus'," bebernya, di Jakarta, Senin (18/6).
Bukan hanya itu. Buruknya pengamanan, jalur laut juga, menurut Hasanuddin, kerap dimanfaatkan keluar-masuknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal menuju dan dari luar negeri, serta masuknya jaringan penyelundup narkoba internasional ke wilayah Indonesia.
Menurutnya, dengan garis pantai lebih dari 81.000 kilo meter dan luas laut 3,1 juta kilometer persegi, memang memerlukan tata kelola kemaritiman yang baik. Saat ini, ada 13 lembaga yang terlibat di laut dan pantai, antara lain; TNI AL, Polri, PPNS Perhubungan, PPNS Bea Cukai, PPNS Imigrasi, PPNS Kehutanan, PPNS Diknas, PPNS Kemen Laut, PPNS Lingkungan Hidup, Kajaksaan, BIN, Badan SAR, dan Bakorkamla.
"Kesemerawutan terjadi karena ke-13 lembaga itu memiliki Tupoksi yang kadang-kadang tumpang tindih satu sama lainnya. Sehingga kontrol di lapangan menjadi kabur. Ditambah, ego sektoral dari masing-masing lembaga menambah susahnya koordinasi," bebernya.
Mengatasi hal itu, ia menyarankan, saatnya pemerintah Indonesia memformulasikan ulang kebijakan keamanan dan pertahanan maritim secara komprehensif dan terintegrasi. Distribusi kewenangan penegakan hukum dan pertahanan harus jelas, agar tidak terjadi overlapping.
"Lalu tentukan SOP dan siapa leading sector-nya. Saatnya dibentuk Indonesian Coast Guard yang cocok untuk kebutuhan pengamanan dan pertahanan Indonesia dalam penegakan hukum dan menjaga kedaulan NKRI," pungkasnya. [IS](Gatra)
"Indonesia sesungguhnya negara kaya, termasuk potensi kemaritimannya. Karena kekayaan itu tak dijaga dengan baik, menimbulkan maraknya ilegal fishing, ilegal mining, ilegal logging, bahkan penyelundupan manusia, termasuk dengan mudahnya tersangka koruptor Neneng Sriwahyuni bebas masuk melalui 'jalan tikus'," bebernya, di Jakarta, Senin (18/6).
Bukan hanya itu. Buruknya pengamanan, jalur laut juga, menurut Hasanuddin, kerap dimanfaatkan keluar-masuknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal menuju dan dari luar negeri, serta masuknya jaringan penyelundup narkoba internasional ke wilayah Indonesia.
Menurutnya, dengan garis pantai lebih dari 81.000 kilo meter dan luas laut 3,1 juta kilometer persegi, memang memerlukan tata kelola kemaritiman yang baik. Saat ini, ada 13 lembaga yang terlibat di laut dan pantai, antara lain; TNI AL, Polri, PPNS Perhubungan, PPNS Bea Cukai, PPNS Imigrasi, PPNS Kehutanan, PPNS Diknas, PPNS Kemen Laut, PPNS Lingkungan Hidup, Kajaksaan, BIN, Badan SAR, dan Bakorkamla.
"Kesemerawutan terjadi karena ke-13 lembaga itu memiliki Tupoksi yang kadang-kadang tumpang tindih satu sama lainnya. Sehingga kontrol di lapangan menjadi kabur. Ditambah, ego sektoral dari masing-masing lembaga menambah susahnya koordinasi," bebernya.
Mengatasi hal itu, ia menyarankan, saatnya pemerintah Indonesia memformulasikan ulang kebijakan keamanan dan pertahanan maritim secara komprehensif dan terintegrasi. Distribusi kewenangan penegakan hukum dan pertahanan harus jelas, agar tidak terjadi overlapping.
"Lalu tentukan SOP dan siapa leading sector-nya. Saatnya dibentuk Indonesian Coast Guard yang cocok untuk kebutuhan pengamanan dan pertahanan Indonesia dalam penegakan hukum dan menjaga kedaulan NKRI," pungkasnya. [IS](Gatra)
Neneng Lewat Pelabuhan Tikus, Indonesia Sudah Perlu Coast Guard
Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan luar negeri, TB Hasanuddin, mengungkapkan bahwa saat ini ada 13 instansi yang terlibat dalam pengamanan di laut dan pantai. Instansi-instansi itu antara lain TNI AL, Polri, Kejaksaan, BIN, Badan SAR Nasional, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), serta PPNS dari sejumlah kementrian seperti Kementrian Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Bea Cukai dan Imigrasi.
Namun menurut Hasanuddin, masuknya Neneng yang disebut-sebut melalui pintu keluar TKI ilegal menunjukkan adanya kesemrawutan dalam hal pengawasan pantai dan laut. "Sistem pengawasan laut dan pantai kita memang parah," kata Hasanuddin, Senin (18/6) di Jakarta.
Pensiunan TNI dengan dua bintang di pundak itu menambahkan, kesemrawutan terjadi karena 13 lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi sendiri-sendiri justru sering tumpang tindah antara satu dengan lainnya. akibatnya, kontrol di lapangan menjadi terabaikan. "Ditambah ego sektoral dari masing-masing lembaga, membuat lebih susah lagi koordinasinya," ulasnya.
Karenanya mantan Sekretaris Militer Kepresidenan itu mengusulkan agar pemerintah segera memformulasikan ulang kebijakan keamanan dan pertahanan maritim secara menyeluruh dan terintergrasi. "Harus ada distribusi kewenangan penegakan hukum dan pertahanan yang jelas agar tidak overlapping dan tentukan pula leading sector-nya," cetusnya.
Yang juga tak kalah penting, katanya, Indonesia sudah saatnya memiliki Pasukan Pengawal Pantai (Coast Guard). Hasanuddin menilai Indonesia dengan garis pantai sepanjang 81 ribu KM dan laut seluas 3,1 juta KM persegi memang memerlukan tata kelola kemaritiman yang baik .
"Coast Guard ini cocok untuk kebutuhan pengamanan dan pertahanan Indonesia dalam penegakan hukum sekaligus menjaga kedaulatan NKRI," ulasnya.(ara/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.