(Foto Bismania) |
Menurut Mahfudz, masih menjadi tanda tanya karena kejadian ini muncul saat RUU Industri Pertahanan (Inhan) akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna, Selasa (2/10). "Apakah ada upaya-upaya untuk menjatuhkan industri pertahanan nasional atau tidak? Ini jadi dugaan yang berkembang, apakah ada unsur sabotase yang berkembang?" kata Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (1/10).
Mahfudz menambahkan, anggaran belanja alutsista memang besar. Dan, Komisi I dengan UU Inhan ini ingin memaksimalkan belanja ini tetap bisa di dalam negeri sehingga kita tidak belanja ke luar negeri.
Kata Mahfudz, Kapal KRI Klewang yang terbakar itu memang produk baru, prototipe, yang dikembangkan PT Lundin atas pesanan TNI AL pada 2012 ini. KRI Klewang dikembangkan sebagai kapal cepat rudal yang tidak bisa diidentifikasi radar. Jadi, ini betul-betul produk baru tapi belum serah terima. Nilai proyek Rp 114 miliar.
Menurut Mahfudz, penjelasan awal terbakarnya KRI Klewang itu karena korsleting. Namun ia mempertanyakan, apakah sesederhana itu insiden tersebut. "Kayak rumah kontrakan aja, korsleting lalu kebakar. Ini kan kapal canggih, apa iya cuma karena korsleting sampai kebakaran yang ledakan cukup tinggi. Nah ini yang kita minta TNI untuk melakukan penyelidikan itu," ujarnya.
Karena itu, kata Mahfudz, Komisi I DPR RI pun mendesak agar Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI segera menyelidiki dan menuntaskan kasus ini. "Kita juga ingin memastikan karena biasanya pemesanan alutsista itu kan ada asuransinya itu juga akan kita konfirmasi. Karena jangan sampai produksi itu tanpa asuransi. Kalau itu, negara yang rugi," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP Tubagus Hasanuddin mengatakan, secara politik dan anggaran Komisi I telah mendukung dalam pengadaan kapal-kapal cepat rudal. "KRI Klewang itu prosedur antara Kemhan dan DPR RI, itu sudah selesai, tidak ada masalah. Mereka independen untuk memutuskan membeli kapal cepat rudal, dengan dibeli produk dari perusahaan dalam negeri," ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (1/10).
Tetapi, dalam rangka mengaplikasikannya, kata Hasanuddin, diketahui kapal dari PT Lundin Industry Invest itu ternyata masih prototipe. "Saya baca terakhir misalnya, belum mendapatkan disposisi atau rekomendasi tentang frame yang akan dipakai dari Jerman. Jadi ya belum final. Jadi belum disebut kapal, itu sebagai kapal percobaan," ujarnya.
Mengapa kemudian TNI AL mendorong supaya segera dilaksanakan uji coba dan sebagainya? "Ya ini sesuatu yang perlu diinvestigasi, walaupun saya dengar PT Lundin akan mengganti dengan uang asuransi, tetapi saya tidak yakin, karena kecelakaan itu bisa jadi karena human error ya atau salah konstruksi."
Hasanuddin mengatakan, ia sangat menyesalkan dengan mudahnya TNI AL membeli kapal yang sedang dalam proses dan belum mengantongi sertifikasi dari negara pendahulunya (Jerman) walau ini dibuat di dalam negeri. "Ini kan produk masih setengah percobaan. Seharusnya mereka uji coba. Kalau sudah bagus, dijual. Kita uji coba user, baru dibeli. Ini kok malah kita masuk dalam urusan uji coba dan mengadakan kapal yang belum jadi," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.