Nasib Sandera Lain Terancam Kelompok Abu Sayyaf, Mahmud Ahmad, Muhammad Joraimee Awang Raimee dan Muamar Gadafi, berfoto dengan bendera ISIS
Eksremis Abu Sayyaf dilaporkan memenggal seorang sandera Filipina setelah hingga tenggat yang ditentukan terlewati tanpa uang tebusan bagi penyandera.
Pemenggalan itu merupakan yang pertama sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat Juni lalu, dan kasus ini jelas membuat Duterte akan meningkatkan serangan terhadap Abu Sayyaf.
Juru bicara militer wilayah Filipina selatan, MayorFilemon Tan, Kamis (25/8/2016), mengatakan, militan telah memenggal kepala Patrick James Aldovar, seorang warga desa di sana pada Rabu (24/8/2016).
Kepastian bahwa eksekusi itu telah dilakukan setelah ditemukan kepala korban tak jauh dari kota Indanan, Provinsi Sulu, Rabu siang.
Tan mengatakan, Aldovar diculik oleh kelompok Abu Sayyaf pada 16 Juli lalu di kota Jolo. Keluarga korban dimintai tebusan tetapi karena tidak mampu, mereka tak bisa memenuhinya.
Tak lama setelah mendapat laporan tentang kasus pemenggalan itu, Duterte memerintahkan militernya untuk segera bertindak.
Duterte juga mengatakan, "Hancurkan pengedar narkoba, hancurkan Abu Sayyaf”.
Kelompok pemberontak Abu Sayyaf telah dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Filipina karena aksi pengeboman, penculikan, dan pemenggalan.
Dengan pemenggalan terbaru itu, nasib sandera lainnya sedang terancam. Setidaknya dua dari tujuh WNI yang disandera Abu Sayyaf telah berhasil melarikan diri.
Kelompok Abu Sayyaf Tak Menyerah Akan Dihabisi
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa Pemerintah Filipina belum berencana melakukan gencatan dengan kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Menurut Ryamizard, militer Filipina bersama pasukan Moro National Liberation front (MNLF) pimpinan Nur Misuari terus melakukan serangan ke daerah-daerah yang diduga sebagai markas Abu Sayyaf.
"Tadi malam saya koordinasi dengan Menhan Filipina, belum dengar soal gencatan senjata. Mereka bersama dengan Moro terus menggempur Abu Sayyaf," ujar Ryamizard saat ditemui di silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (23/8/2016).
Ryamizard menjelaskan, pascaserangan militer Filipina yang menyebabkan bebasnya dua sandera warga negara Indonesia, Presiden Duterte memang memberikan kesempatan kepada kelompok Abu Sayyaf.
Apabila kelompok Abu Sayyaf tidak menyerah, kata Ryamizard, Filipina akan terus melakukan serangan.
"Presiden Filipina bilang kalau tidak pada menyerah akan dihabisi. Duterte kasih kesempatan mereka menyerah. Mudah-mudahan dengan dorongan dan tekanan itu ada pengaruhnya," kata Ryamizard.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyampaikan permintaan Kemlu RI kepada pemerintah Filipina, terkait gencatan senjata dengan perompak, demi keselamatan para sandera warga negara Indonesia.
Intensitas operasi militer ini, kata Arrmanatha, dianggap berdampak terhadap keselamatan sandera, sehingga diajukanlah permintaan gencatan senjata tersebut.
Direktur Jenderal Perlindungan WNI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal menyebut permintaan itu disampaikan langsung oleh Menlu RI Retno Marsudi kepada Menlu Filipina Perfecto Rivas Yasay.
"Empat hari lalu Menlu berkomunikasi dengan menlu Filipina, minta dilakukan gencatan senjata," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis, Rabu (17/8/2016).
Eksremis Abu Sayyaf dilaporkan memenggal seorang sandera Filipina setelah hingga tenggat yang ditentukan terlewati tanpa uang tebusan bagi penyandera.
Pemenggalan itu merupakan yang pertama sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat Juni lalu, dan kasus ini jelas membuat Duterte akan meningkatkan serangan terhadap Abu Sayyaf.
Juru bicara militer wilayah Filipina selatan, MayorFilemon Tan, Kamis (25/8/2016), mengatakan, militan telah memenggal kepala Patrick James Aldovar, seorang warga desa di sana pada Rabu (24/8/2016).
Kepastian bahwa eksekusi itu telah dilakukan setelah ditemukan kepala korban tak jauh dari kota Indanan, Provinsi Sulu, Rabu siang.
Tan mengatakan, Aldovar diculik oleh kelompok Abu Sayyaf pada 16 Juli lalu di kota Jolo. Keluarga korban dimintai tebusan tetapi karena tidak mampu, mereka tak bisa memenuhinya.
Tak lama setelah mendapat laporan tentang kasus pemenggalan itu, Duterte memerintahkan militernya untuk segera bertindak.
Duterte juga mengatakan, "Hancurkan pengedar narkoba, hancurkan Abu Sayyaf”.
Kelompok pemberontak Abu Sayyaf telah dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Filipina karena aksi pengeboman, penculikan, dan pemenggalan.
Dengan pemenggalan terbaru itu, nasib sandera lainnya sedang terancam. Setidaknya dua dari tujuh WNI yang disandera Abu Sayyaf telah berhasil melarikan diri.
Kelompok Abu Sayyaf Tak Menyerah Akan Dihabisi
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa Pemerintah Filipina belum berencana melakukan gencatan dengan kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Menurut Ryamizard, militer Filipina bersama pasukan Moro National Liberation front (MNLF) pimpinan Nur Misuari terus melakukan serangan ke daerah-daerah yang diduga sebagai markas Abu Sayyaf.
"Tadi malam saya koordinasi dengan Menhan Filipina, belum dengar soal gencatan senjata. Mereka bersama dengan Moro terus menggempur Abu Sayyaf," ujar Ryamizard saat ditemui di silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (23/8/2016).
Ryamizard menjelaskan, pascaserangan militer Filipina yang menyebabkan bebasnya dua sandera warga negara Indonesia, Presiden Duterte memang memberikan kesempatan kepada kelompok Abu Sayyaf.
Apabila kelompok Abu Sayyaf tidak menyerah, kata Ryamizard, Filipina akan terus melakukan serangan.
"Presiden Filipina bilang kalau tidak pada menyerah akan dihabisi. Duterte kasih kesempatan mereka menyerah. Mudah-mudahan dengan dorongan dan tekanan itu ada pengaruhnya," kata Ryamizard.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyampaikan permintaan Kemlu RI kepada pemerintah Filipina, terkait gencatan senjata dengan perompak, demi keselamatan para sandera warga negara Indonesia.
Intensitas operasi militer ini, kata Arrmanatha, dianggap berdampak terhadap keselamatan sandera, sehingga diajukanlah permintaan gencatan senjata tersebut.
Direktur Jenderal Perlindungan WNI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal menyebut permintaan itu disampaikan langsung oleh Menlu RI Retno Marsudi kepada Menlu Filipina Perfecto Rivas Yasay.
"Empat hari lalu Menlu berkomunikasi dengan menlu Filipina, minta dilakukan gencatan senjata," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis, Rabu (17/8/2016).
♞ Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.