Kisah pesawat pertama RI-002 disewa dari pilot Amerika
Hari ini tepat peringatan hari ulang tahun (HUT) TNI Angkatan Udara (AU) ke 67. Artinya, tentara dengan semboyan 'Sayap Pelindung Tanah Airku' itu sudah berusia separuh abad lebih, seumuran republik ini. Kelahiran AU dimulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945.
Sayang, untuk memperkuat armada udara saat itu republik ini masih kekurangan pesawat terbang dan fasilitas lain. Beberapa waktu kemudian BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945. Pasukan udara ketika itu bernama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara. Maka pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapus, lalu diganti dengan nama Angkatan Udara Republik Indonesia, dan hari itu kini diperingati sebagai hari kelahiran TNI AU.
Sejarah perjuangan AU tidak melulu berkaitan dengan perjuangan fisik, tetapi mereka juga memiliki peran dalam perjuangan diplomatis. Misalnya menyiapkan angkutan pesawat perintis untuk mengangkut barang, pasukan, para diplomat, saudagar, hingga mengantar Presiden Soekarno keliling ke daerah-daerah.
Orang sudah banyak tahu kisah heroik Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani, dan Kadet Sutarjo yang berhasil menerbangkan dua pesawat Cureng dan Guntei. Dengan dua pesawat itu para kadet mengebom dan meluluh lantakan lokasi pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Tetapi bagaimana dengan peran mereka dalam perjuangan diplomatis?
Perjuangan diplomatis TNI AU tidak akan lepas dari peran sarana pesawat terbang. Nah, salah satu perjuangan AU ketika itu ialah melalui kegiatan penerbangan RI-002, nama pesawat jenis angkut sedang pertama yang di sewa pemerintah RI dari veteran penerbang Amerika Serikat.
Dalam buku Sejarah Operasi Penerbangan Indonesia periode 1945-1950 yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI AU, disebutkan bila pesawat RI-002 ini milik seorang veteran penerbang Amerika Serikat bernama Robert (Bob) Earl Freeberg.
Sebetulnya pesawat ini adalah pesawat bekas 'war-surplus' dari Pangkalan Udara Clark di Philipina, yang dibeli sekelompok kecil penerbang Amerika, hasil patungan seharga U$D 10 ribu. Berkat jasa Bob, pesawat ini bisa diterbangkan ke Indonesia sebagai sarana pengangkutan barang dan jasa.
Dua tahun paska kemerdekaan, pemerintah RI membutuhkan penerbang asing yang sanggup menerobos blokade Belanda. Dengan perantara seorang warga Birma bernama Savage, Bob Freeberg berkomunikasi dengan Opsir Udara III Muharto dan Dick Tamimi. Kesimpulanya Indonesia membutuhkan kegiatan angkutan udara, dan Bob menjadi pilot pesawat perintis pertama di Indonesia.
Bob menerbangkan pesawat dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta pada 1947 dengan rute tujuan pertama kali ke Singapura, melalui Bukittinggi. Dari Singapura dia kembali ke Manila, Pilipina, untuk mengambil pesawat miliknya, Douglas C-47 Skytrain atau RI-002, yang telah disetujui akan disewa pemerintah RI. Pesawat itu diambil secara diam-diam.
Awalnya kawan-kawan Bob tidak setuju, sehingga pesawat disembunyikan. Bob kebingungan, berusaha mencari, hingga akhirnya ketemu. Dia lalu membawa dua orang 'flight-engineer' kebangsaan Pilipina terbang ke Indonesia pada malam hari dengan dalih mengadakan uji terbang 'test-flight'. Ternyata itu sebuah tipu muslihat.
Maka, pada malam itu juga, Bob membawa pesawat R1-002 plus dua engineer ke Pangkalan Pesawat Terbang Maguwo, Yogyakarta. Itulah kisah RI-002, pesawat perintis pertama yang disewa pemerintah RI dari pilot Amerika.(mdk/mtf)
Bob Freeberg, pilot AS yang disewa untuk terbangkan RI-002
Hari ini tepat peringatan hari ulang tahun (HUT) TNI Angkatan Udara (AU) ke 67. Kejayaan TNI AU, tidak lepas dari sosok pilot asal Amerika Serikat, Bob Freeberg.
Dua tahun setelah kemerdekaan 1945, pemerintah RI membutuhkan pesawat pengangkut plus pilot asing yang sanggup menerobos blokade Belanda. TNI Angkatan Udara bertugas mencari sewaan pesawat dan penerbang ke perusahaan-perusahaan swasta asing yang sanggup diberi tugas demikian.
Sayang, tidak ada satu pun perusahaan swasta asing yang mau menyewakan pesawat plus penerbang mereka. Opsir Udara III Muharto dan Dick Tamimi, perwakilan anggota TNI AD Siliwangi, yang diutus Pemerintah RI mencari pesawat sewaan akhirnya bertemu Savage, warga Birma.
Melalui perantara Savage, akhirnya Muharto bertemu dengan Robert (Bob) Earl Freeberg. Bob kemudian menyewakan pesawat Douglas C-47, kemudian diberi nama R1-002 oleh. Pesawat itu milik Bob yang dibeli bersama kawan-kawan veteran penerbang Amerika seharga USD 10 ribu dengan cara patungan.
Bob menerbangkan pesawat dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta pada 1947 dengan rute tujuan pertama ke Singapura, melalui Bukittinggi. Dari Singapura dia kembali ke Manila, Filipina, untuk mengambil pesawat Douglas C-47 yang telah disetujui akan disewakan ke pemerintah RI. Pesawat itu diambil secara diam-diam.
Awalnya kawan-kawan Bob tidak setuju, sehingga pesawat disembunyikan. Bob kebingungan, berusaha mencari, hingga akhirnya pesawat ketemu. Dia lalu membawa dua orang 'flight-engineer' kebangsaan Filipina terbang ke Indonesia pada malam hari dengan dalih mengadakan uji terbang 'test-flight'. Ternyata itu sebuah tipu muslihat.
Maka, pada malam itu juga, Bob membawa pesawat R1-002 plus dua engineer ke Pangkalan Pesawat Terbang Maguwo, Yogyakarta. Dalam penerbangan malam itu Bob sempat tersesat. Dia tidak melewati rute yang sudah diberikan oleh Muharto.
Rute perjalanan pesawat Bob melenceng hingga ke Tasikmalaya. Di sisi lain bensin mulai menipis. Akhirnya Bob mendaratkan pesawat secara darurat di pantai yang masuk Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya Selatan, pada 6 Juni 1947. Pantai berpasir diberi anyaman bambu yang digunakan sebagai landasan pesawat.
Berkat keahliannya dia berhasil mendaratkan pesawat dengan baik tanpa ada kerusakan. Sejak itu Bob terus menerbangkan pesawat R1-002 hingga beberapa tahun berikutnya. Misalnya mengirim kadet penerbang ke luar negeri pada 18 Oktober 1947, dan mengirim delegasi Indonesia ke Konferensi ECAFE pada 23 Desember 1947, Tugas lain, misi penerbangan angkutan VIP pada 29 Desember 1947, penerbangan konsolidasi Jawa-Sumatera Presiden Soekarno. Bob Freeberg meninggal ketika pesawat R1-002 menubruk tebing gunung di Sumatera pada 1 Oktober 1948.(mdk/mtf)
Petaka penerbangan terakhir RI-002, ditemukan setelah 30 tahun
Umur TNI AU sudah separuh abad lebih. Sekarang, ini adalah peringatan HUT TNI AU ke 67. Sejarah perjalanan AU di langit Nusantara, di antaranya terbentuk dari peran pilot asal Amerika Serikat, Bob Freeberg dan pesawat miliknya Douglas C-47, belakangan diberi nama R1-002 (RI-002 diberikan karena RI-001 dicadangkan untuk pesawat kepresidenan yang akan dibeli dengan dana sendiri). Pesawat RI-002 ini berakhir tragis di Sumatra. Berikut ceritanya.
Dini hari, 1 Oktober 1948 pesawat RI-002 lepas landas meninggalkan Pangkalan Udara Maguwo dengan tujuan Bukittinggi. Rute yang ditempuh adalah; Maguwo-Gorda-Tanjung Karang-Bukittinggi. Menurut rencana pesawat akan meneruskan ke luar negeri untuk membeli pesawat baru dengan mengangkut 20 kg emas murni.
Seperti tertulis dalam buku Sejarah Operasi Penerbangan Indonesia periode 1945-1950 yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI AU, RI-002 waktu itu diterbangkan pilot Robert Earl Freeberg alias Bob. Sedangkan co-pilot adalah Opsir Udara Bambang Saptoadji, engineer Opsir Muda Udara I Sumadi, dan radio operator Sersan Udara Suryatman.
Selama penerbangan, beberapa kali RI-002 berhubungan dengan stasiun radio udara atau call sign PCI di Sagan, Yogyakarta. Saluran radio ini dikenal dengan Aeradio, yaitu hubungan radio antara pesawat dengan stasiun radio di darat. Waktu itu radio dijaga oleh Sersan Mayor Udara Sumarno.
Komunikasi antara RI-002 dengan stasiun radio dilaporkan berjalan lancar hingga Tanjung Karang. Tetapi kenyataannya, hubungan radio antara pesawat dengan stasiun radio baik di Jawa maupun di Sumatera tidak berjalan baik. Sesuai prosedur, seharusnya komunikasi dilakukan secara periodik dengan jangka waktu satu jam setelah lepas landas. Namun itu tidak terjadi.
Sersan Mayor Sumarno beberapa kali memerintahkan RI-002 agar stand-by dan sewaktu-waktu, tetapi tidak ada jawaban. Sehingga sejak saat itu pesawat angkut sewaan itu dianggap hilang beserta para penumpang. RI-002 selama melaksanakan penerbangan tidak pernah disergap pesawat Belanda, meskipun dalam salah satu penerbangan ke Sumatra pernah kesasar karena cuaca buruk.
Surat kabar di Belanda ramai memberitakan hilangnya pesawat itu karena disergap pesawat Belanda. Namun pemerintah kolonial itu tidak pernah membenarkan atau membantah. Dengan demikian AURI menyatakan RI-002 dinyatakan hilang, dan tidak diketahui sebab musababnya.
Namun setelah 30 tahun menghilang, baru pada 14 April 1978 reruntuhan pesawat beserta kerangka jenazah ditemukan seorang penduduk yang hendak mencari kayu bakar di pegunungan Sumatera Selatan. RI-002 diperkirakan jatuh di Bukit Pungur, Kecamatan Kasui, Kabupaten Lampung, menabrak bukit akibat cuaca buruk.
Hal itu dibuktikan dengan penemuan kepingan bekas sayap pesawat yang telah disusun kembali bertuliskan RI-002. Kerangka jenazah sudah tidak bisa dikenali. Akhirnya, secara simbolik mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang dalam rangka peringatan Hari Bhakti TNI AU pada 29 Juli 1978.(mdk/tts)
Douglas C-47 Skytrain (RI 002) |
Sayang, untuk memperkuat armada udara saat itu republik ini masih kekurangan pesawat terbang dan fasilitas lain. Beberapa waktu kemudian BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945. Pasukan udara ketika itu bernama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara. Maka pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapus, lalu diganti dengan nama Angkatan Udara Republik Indonesia, dan hari itu kini diperingati sebagai hari kelahiran TNI AU.
Sejarah perjuangan AU tidak melulu berkaitan dengan perjuangan fisik, tetapi mereka juga memiliki peran dalam perjuangan diplomatis. Misalnya menyiapkan angkutan pesawat perintis untuk mengangkut barang, pasukan, para diplomat, saudagar, hingga mengantar Presiden Soekarno keliling ke daerah-daerah.
Orang sudah banyak tahu kisah heroik Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani, dan Kadet Sutarjo yang berhasil menerbangkan dua pesawat Cureng dan Guntei. Dengan dua pesawat itu para kadet mengebom dan meluluh lantakan lokasi pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Tetapi bagaimana dengan peran mereka dalam perjuangan diplomatis?
Perjuangan diplomatis TNI AU tidak akan lepas dari peran sarana pesawat terbang. Nah, salah satu perjuangan AU ketika itu ialah melalui kegiatan penerbangan RI-002, nama pesawat jenis angkut sedang pertama yang di sewa pemerintah RI dari veteran penerbang Amerika Serikat.
Dalam buku Sejarah Operasi Penerbangan Indonesia periode 1945-1950 yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI AU, disebutkan bila pesawat RI-002 ini milik seorang veteran penerbang Amerika Serikat bernama Robert (Bob) Earl Freeberg.
Sebetulnya pesawat ini adalah pesawat bekas 'war-surplus' dari Pangkalan Udara Clark di Philipina, yang dibeli sekelompok kecil penerbang Amerika, hasil patungan seharga U$D 10 ribu. Berkat jasa Bob, pesawat ini bisa diterbangkan ke Indonesia sebagai sarana pengangkutan barang dan jasa.
Dua tahun paska kemerdekaan, pemerintah RI membutuhkan penerbang asing yang sanggup menerobos blokade Belanda. Dengan perantara seorang warga Birma bernama Savage, Bob Freeberg berkomunikasi dengan Opsir Udara III Muharto dan Dick Tamimi. Kesimpulanya Indonesia membutuhkan kegiatan angkutan udara, dan Bob menjadi pilot pesawat perintis pertama di Indonesia.
Bob menerbangkan pesawat dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta pada 1947 dengan rute tujuan pertama kali ke Singapura, melalui Bukittinggi. Dari Singapura dia kembali ke Manila, Pilipina, untuk mengambil pesawat miliknya, Douglas C-47 Skytrain atau RI-002, yang telah disetujui akan disewa pemerintah RI. Pesawat itu diambil secara diam-diam.
Awalnya kawan-kawan Bob tidak setuju, sehingga pesawat disembunyikan. Bob kebingungan, berusaha mencari, hingga akhirnya ketemu. Dia lalu membawa dua orang 'flight-engineer' kebangsaan Pilipina terbang ke Indonesia pada malam hari dengan dalih mengadakan uji terbang 'test-flight'. Ternyata itu sebuah tipu muslihat.
Maka, pada malam itu juga, Bob membawa pesawat R1-002 plus dua engineer ke Pangkalan Pesawat Terbang Maguwo, Yogyakarta. Itulah kisah RI-002, pesawat perintis pertama yang disewa pemerintah RI dari pilot Amerika.(mdk/mtf)
Bob Freeberg, pilot AS yang disewa untuk terbangkan RI-002
Hari ini tepat peringatan hari ulang tahun (HUT) TNI Angkatan Udara (AU) ke 67. Kejayaan TNI AU, tidak lepas dari sosok pilot asal Amerika Serikat, Bob Freeberg.
Dua tahun setelah kemerdekaan 1945, pemerintah RI membutuhkan pesawat pengangkut plus pilot asing yang sanggup menerobos blokade Belanda. TNI Angkatan Udara bertugas mencari sewaan pesawat dan penerbang ke perusahaan-perusahaan swasta asing yang sanggup diberi tugas demikian.
Sayang, tidak ada satu pun perusahaan swasta asing yang mau menyewakan pesawat plus penerbang mereka. Opsir Udara III Muharto dan Dick Tamimi, perwakilan anggota TNI AD Siliwangi, yang diutus Pemerintah RI mencari pesawat sewaan akhirnya bertemu Savage, warga Birma.
Melalui perantara Savage, akhirnya Muharto bertemu dengan Robert (Bob) Earl Freeberg. Bob kemudian menyewakan pesawat Douglas C-47, kemudian diberi nama R1-002 oleh. Pesawat itu milik Bob yang dibeli bersama kawan-kawan veteran penerbang Amerika seharga USD 10 ribu dengan cara patungan.
Bob menerbangkan pesawat dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta pada 1947 dengan rute tujuan pertama ke Singapura, melalui Bukittinggi. Dari Singapura dia kembali ke Manila, Filipina, untuk mengambil pesawat Douglas C-47 yang telah disetujui akan disewakan ke pemerintah RI. Pesawat itu diambil secara diam-diam.
Awalnya kawan-kawan Bob tidak setuju, sehingga pesawat disembunyikan. Bob kebingungan, berusaha mencari, hingga akhirnya pesawat ketemu. Dia lalu membawa dua orang 'flight-engineer' kebangsaan Filipina terbang ke Indonesia pada malam hari dengan dalih mengadakan uji terbang 'test-flight'. Ternyata itu sebuah tipu muslihat.
Maka, pada malam itu juga, Bob membawa pesawat R1-002 plus dua engineer ke Pangkalan Pesawat Terbang Maguwo, Yogyakarta. Dalam penerbangan malam itu Bob sempat tersesat. Dia tidak melewati rute yang sudah diberikan oleh Muharto.
Rute perjalanan pesawat Bob melenceng hingga ke Tasikmalaya. Di sisi lain bensin mulai menipis. Akhirnya Bob mendaratkan pesawat secara darurat di pantai yang masuk Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya Selatan, pada 6 Juni 1947. Pantai berpasir diberi anyaman bambu yang digunakan sebagai landasan pesawat.
Berkat keahliannya dia berhasil mendaratkan pesawat dengan baik tanpa ada kerusakan. Sejak itu Bob terus menerbangkan pesawat R1-002 hingga beberapa tahun berikutnya. Misalnya mengirim kadet penerbang ke luar negeri pada 18 Oktober 1947, dan mengirim delegasi Indonesia ke Konferensi ECAFE pada 23 Desember 1947, Tugas lain, misi penerbangan angkutan VIP pada 29 Desember 1947, penerbangan konsolidasi Jawa-Sumatera Presiden Soekarno. Bob Freeberg meninggal ketika pesawat R1-002 menubruk tebing gunung di Sumatera pada 1 Oktober 1948.(mdk/mtf)
Petaka penerbangan terakhir RI-002, ditemukan setelah 30 tahun
Umur TNI AU sudah separuh abad lebih. Sekarang, ini adalah peringatan HUT TNI AU ke 67. Sejarah perjalanan AU di langit Nusantara, di antaranya terbentuk dari peran pilot asal Amerika Serikat, Bob Freeberg dan pesawat miliknya Douglas C-47, belakangan diberi nama R1-002 (RI-002 diberikan karena RI-001 dicadangkan untuk pesawat kepresidenan yang akan dibeli dengan dana sendiri). Pesawat RI-002 ini berakhir tragis di Sumatra. Berikut ceritanya.
Dini hari, 1 Oktober 1948 pesawat RI-002 lepas landas meninggalkan Pangkalan Udara Maguwo dengan tujuan Bukittinggi. Rute yang ditempuh adalah; Maguwo-Gorda-Tanjung Karang-Bukittinggi. Menurut rencana pesawat akan meneruskan ke luar negeri untuk membeli pesawat baru dengan mengangkut 20 kg emas murni.
Seperti tertulis dalam buku Sejarah Operasi Penerbangan Indonesia periode 1945-1950 yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI AU, RI-002 waktu itu diterbangkan pilot Robert Earl Freeberg alias Bob. Sedangkan co-pilot adalah Opsir Udara Bambang Saptoadji, engineer Opsir Muda Udara I Sumadi, dan radio operator Sersan Udara Suryatman.
Selama penerbangan, beberapa kali RI-002 berhubungan dengan stasiun radio udara atau call sign PCI di Sagan, Yogyakarta. Saluran radio ini dikenal dengan Aeradio, yaitu hubungan radio antara pesawat dengan stasiun radio di darat. Waktu itu radio dijaga oleh Sersan Mayor Udara Sumarno.
Komunikasi antara RI-002 dengan stasiun radio dilaporkan berjalan lancar hingga Tanjung Karang. Tetapi kenyataannya, hubungan radio antara pesawat dengan stasiun radio baik di Jawa maupun di Sumatera tidak berjalan baik. Sesuai prosedur, seharusnya komunikasi dilakukan secara periodik dengan jangka waktu satu jam setelah lepas landas. Namun itu tidak terjadi.
Sersan Mayor Sumarno beberapa kali memerintahkan RI-002 agar stand-by dan sewaktu-waktu, tetapi tidak ada jawaban. Sehingga sejak saat itu pesawat angkut sewaan itu dianggap hilang beserta para penumpang. RI-002 selama melaksanakan penerbangan tidak pernah disergap pesawat Belanda, meskipun dalam salah satu penerbangan ke Sumatra pernah kesasar karena cuaca buruk.
Surat kabar di Belanda ramai memberitakan hilangnya pesawat itu karena disergap pesawat Belanda. Namun pemerintah kolonial itu tidak pernah membenarkan atau membantah. Dengan demikian AURI menyatakan RI-002 dinyatakan hilang, dan tidak diketahui sebab musababnya.
Namun setelah 30 tahun menghilang, baru pada 14 April 1978 reruntuhan pesawat beserta kerangka jenazah ditemukan seorang penduduk yang hendak mencari kayu bakar di pegunungan Sumatera Selatan. RI-002 diperkirakan jatuh di Bukit Pungur, Kecamatan Kasui, Kabupaten Lampung, menabrak bukit akibat cuaca buruk.
Hal itu dibuktikan dengan penemuan kepingan bekas sayap pesawat yang telah disusun kembali bertuliskan RI-002. Kerangka jenazah sudah tidak bisa dikenali. Akhirnya, secara simbolik mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang dalam rangka peringatan Hari Bhakti TNI AU pada 29 Juli 1978.(mdk/tts)
● Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.