Puluhan orang itu berlarian dengan membawa senjata Garand, yaitu senapan yang memiliki komponen kayu jati dan cukup berat saat dibawa. Setelah puluhan orang itu tiba di luar barak dan tiarap, baru ketahuan beberapa dari mereka memakai pakaian seadanya walau sudah membawa senjata. Ada yang lupa memakai sepatu, helm, atau perlengkapan yang seharusnya dibawa. Bahkan ada yang terpisah dari regunya.
Maklum saja, mereka bukan anggota militer yang sudah terbiasa dengan kondisi darurat seperti penyerangan mendadak, mereka adalah wartawan media cetak dan elektronik yang sedang menjalani Latihan Dasar Bela Negara di Rindam IV/Diponegoro.
Wartawan yang kurang persiapan dan memakai pakaian sekenanya itu mendapat hukuman untuk jongkok dan berdiri beberapa kali. Setelah itu semua peserta diminta untuk pindah ke barak lain karena barak sebelumnya diceritakan sudah hancur.
Itu salah satu bagian seru dalam latihan bela negara yang diikuti wartawan selama tiga hari sejak hari Minggu (9/3/2014) lalu hingga ditutup pada Rabu (12/3) kemarin. Sejumlah materi diberikan antara lain baris-berbaris, latihan menembak, kedisiplinan, bela negara, outbond, dan masih banyak lagi.
Selama pelatihan, mereka mengenakan seragam militer Abu Dhabi, yang berwarna cokelat seperti gurun pasir. Pada hari kedua dan ketiga, puluhan wartawan dari Semarang, Solo, dan Yogyakarta itu dibekali senapan Garand. Materi latihan yang diberikan sangat padat hingga mendesak peserta agar lebih disiplin.
Latihan yang tidak kalah seru daripada serangan mendadak di barak adalah latihan menembak di Lapangan tembak Satria Diponegoro. Di sana peserta diberikan penjelasan oleh pelatih, Kapten Suwito sebelum memulai menembak menggunakan Senapan Serbu 1 (SS1).
Meski Kapten Suwito sudah menjelaskan dengan rinci mulai dari teori hingga posisi tiarap saat mengincar target, masih saja ada wartawan yang kesulitan dan malah mengincar target milik kawannya. Setelah diarahkan pelatih, pada sesi kedua seluruh wartawan sudah bisa membidik target dengan benar dan hasilnya memuaskan.
Kemudian saat sesi outbond, wartawan dilatih psiokologi dan fisiknya dengan berbagai macam latihan. Ketika wartawan diminta meluncur di arena flying fox, semua bisa melaluinya dengan lancar, namun ketika diminta replying dari ketinggian sekitar 20 meter, tidak semuanya bisa. Ada yang takut ketinggian dan ada yang penasaran ingin mencoba tapi ternyata setelah sampai di atas hanya bisa duduk dan turun lewat tangga.
Selain latihan fisik di luar ruangan, ada juga pemberian materi di dalam kelas tentang Kodam IV/Diponegoro, bela negara, dan pembekalan langsung dari Pangdam IV Diponegoro, Mayjen TNI Sunindyo.
Pangdam mengatakan pers memiliki kedudukan sangat penting dalam memacu gerak pertumbuhan dan roda pembangunan yang dalam hal ini berada di wilayah Jateng dan Yogyakarta. Sehingga dengan pelatihan bela negara ini bisa diharapkan lebih mencintai Indonesia serta menjadi komponen cadangan dimana komponen utamanya adalah TNI.
"Nasionalisme ini terbentuk dalam jiwa peserta ini, apa yang menjadi harapan terciptanya persatuan dan kesatuan, kemudian makin cinta negara. Kalau seluruh masyarakat itu punya, aman. Kewajiban membela negara ini kan kewajiban seluruh bangsa, ini sesuai Undang-undang," kata Mayjen TNI Sunindyo usai upacara penutupan Latsar Bela Negara dan Pengukuhan Wartawan Unit IV/Diponegoro di lapangan Rindam IV/Diponegoro, Magelang, Rabu (12/3/2014).
Selain itu diharapkan dengan latihan milter tersebut wartawan mampu bertahan di medan sulit ketika melakukan peliputan atau memiliki daya tahan lebih ketika agenda peliputan menumpuk.
"Ini wartawan yang kita latih dengan lengkap baru pertama kali ini. Yang dulu-dulu belum tahu, tapi kalau selengkap ini baru kali ini," tandas Pangdam.
"Di seluruh dunia, wartawan itu menghadapi bahaya, jadi harus tetap waspada dan hati-hati dalam meliput. Terkhir wartawan Jerman di Afganistan, saya tidak berharap itu terjadi," tegasnya.
Bagi wartawan yang menjalani latihan bela negara, hal tersebut menjadi pengalaman dan pelajaran berharga. Mereka belajar bekerjasama, bertahan di panasnya terik matahari, tetap menjalankan kegiatan hingga malam, disiplin, dan sigap jika ada situasi mendadak.
Salah satu wartawan cetak, Dhani Setiawan mengatakan latihan paling berkesan adalah ketika diserang mendadak ketika masih tertidur lelap. Dengan kodisi barak yang lampunya dimatikan serta rentetan tembakan, ia kalang kabut mencari perlengkapan hingga akhirnya keluar tanpa alas kaki.
"Saat malam itu saya kaget, panik dan tegang. Saya terburu-buru harus pakai pakaian dan bawa senjata. Bahkan sampai lupa tidak pakai sepatu," katanya.
"Padahal sudah tahu bakalan ada kayak gitu, tapi tetap saja bingung. Sepatu saya bawa waktu itu karena ternyata pakainya susah," timpal wartawan televisi, Roy.
Meski mengaku lelah, semua wartawan yang berhasil mengikuti pelatihan hingga akhir yang dipimpin oleh Komandan Dodik Bela negara Rindam IV/Diponegoro Letkol Fajari itu menyatakan komentar positifnya. Bahkan menurut Pangdam IV/Diponegoro, ternyata banyak wartawan dari berbagai daerah ingin mengikuti pelatihan serupa.
"Sementara unit Kodam ini dulu, kalau wartawan-wartawan lain mau, kita adakan lagi, kita coba," pungkas Mayjen TNI Sunindyo.
Sebagai penutupan pelatihan tersebut, empat perwakilan wartawan menunjukkan kebolehannya merakit senjata M16 dan pistol jenis FN dengan mata tertutup di depan Pangdam IV/Diponegoro. "Latihan bongkar pasang senjata malam dan pagi, dibantu mentor. Caranya menghapal bentuk, lekuk dan tombol di senjata," ujar Dhani yang menunjukkan kebolehannya merakit M16.
♞ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.