"Threats Never Stop Evolving. Neither Does the F-16.(Ancaman tak pernah berhenti berkembang. Demikian juga F-16.)" -- Lockheed Martin, pembuat jet tempur F-16 Pengisisian ulang diudara dalam ferry flight menuju Indonesia (TNI AU)
Setelah menempuh perjalanan panjang, juga setelah lewatnya pro-kontra pengadaannya empat tahun silam, jet tempur F-16 yang didapuk dengan seri F-16 C/D 52ID TNI Angkatan Udara ini pada Jumat (25/7/2014) lalu tiba di Tanah Air, tepatnya di Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun (Kompas, 26/7/2014). Tiga dari 24 pesawat yang dipesan terbang dari Guam selama 5 jam 16 menit dengan pengisian bahan bakar di udara oleh tanker KC-10 dari Pangkalan AU Yokota di Jepang.
Penerbangan yang diberi kode Viper Flight ini, seperti disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto dalam siaran pers, dipimpin oleh Kolonel Howard Purcell dengan pesawat bernomor ekor TS-1625, diikuti oleh Mayor Collin Coatney dan Letkol Firman Dwi Cahyono (TS-1620), serta Letkol Erick Houston dan Mayor Anjar Legowo (TS-1623). Setiba di Lanud Iswahyudi, para awak F-16 mutakhir ini disambut oleh Panglima Komando Operasi AU II Marsekal Muda Abdul Muis, didampingi Komandan Lanud Iswahyudi Marsekal Pertama Donny Ermawan dan Kepala Proyek "Peace Bima Sena II", yang menaungi pengadaan F-16 baru ini, yakni Kolonel Tek Amrullah Asnawi.
Kepala Staf TNI AU Marsekal IB Putu Dunia, dalam menyambut kedatangan F-16 C/D 52ID, mengatakan, proyek "Peace Bima Sena II" merupakan bagian dari pembangunan Kebutuhan Pokok Minimal (MEF, Minimum Essential Force).
Bersama dengan 10 unit F-16 A/B yang sudah diperoleh Indonesia pada 1989, ke-24 F-16 baru diproyeksikan menjadi kekuatan utama Skuadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, Madiun, dan Skuadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru.
Jet-jet F-16 diharapkan dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan kekuatan udara (air power) RI untuk menegakkan kedaulatan nasional. Pesawat tempur ini juga diharapkan bisa menjadi tulang punggung operasi pertahanan udara. Selain itu, juga sebagai penjamin keunggulan udara komando gabungan TNI dalam penyelenggaraan operasi darat, laut, ataupun udara.
Penguatan Blok 25
F-16 C/D 52ID yang diterima TNI AU berdasarkan kontrak senilai hampir 700 juta dollar (sekitar Rp 8 triliun), yang kesepakatannya ditandatangani pada Januari 2013, masih akan datang lagi secara bertahap hingga genap 24 pada minggu kedua Oktober 2015 (Kementerian Pertahanan).
Ditinjau dari evolusi F-16, tipe yang diterima Indonesia bukan dari tipe yang paling mutakhir. Tipe paling mutakhir F-16 E/F dimiliki oleh Uni Emirat Arab, yakni dari Blok 60, yang tergolong pesawat tempur generasi 4,5, sementara F-16 yang membentuk kekuatan udara AS dan sejumlah AU dunia lain dari Blok 50/52+ (Defense Industry Daily, 26/1/2014).
F-16 C/D 52ID sebenarnya berasal dari Blok 25 yang sudah tidak digunakan lagi di AS. Dalam proses upgrading dan refurbishment (peremajaan), F-16 Blok 25 ini dibongkar total di Ogden Air Logistics Center di Pangkalan AU Hill, Utah. Rangka pesawat diganti dan diperkuat, kokpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang. Semua sistem lama diperbarui dan mission computer yang menjadi otak pesawat ditambahkan. Tujuannya agar kemampuan jet meningkat setara dengan Blok 50/52.
Harapan itu didasarkan pada fakta bahwa yang jadi pusat pemutakhiran adalah pemasangan komputer misi MMC-7000A yang juga merupakan standar pada Blok 52+. Ada juga peningkatan kemampuan radar AN/APG-68. Selain itu, juga ada pemasangan Improved Modem Data Link untuk komunikasi data serta pemasangan Embedded GPS/INS yang menggabungkan fungsi GPS dan INS untuk penembakan bom JDAM. Jet baru TNI AU ini juga dilengkapi peralatan perang elektronik maju AN/ALQ-213 dan peralatan lain, seperti penerima peringatan radar dan set pelontar penangkalan (countermeasures) seperti chaff/flare anti radar/anti rudal.
Untuk mesin, F-16 C/D 52ID yang berbobot kotor maksimum 37.500 lbs menggunakan mesin Prat & Whitney F100-PW-220/E dengan daya dorong 24.000 lbs sehingga rasio dorongan terhadap berat (thrust-to-weight, T/W) menjadi 0,64. Bandingkan dengan Blok 52 dengan berat kotor maksimum 52.000 lbs dan ditenagai mesin F100-PW-229 dengan daya dorong 29.000 lbs. Di sini rasio T/W hanya 0,56, lebih kecil dibandingkan dengan F-16 C/D 52ID.
"Dalam close combat (pertempuran jarak dekat), F-16 TNI AU dengan T/W lebih besar memiliki kelincahan lebih baik daripada F-16 Blok 52," tulis Kolonel Agung "Sharky" Sasongkojati di Angkasa (Juli, 2014).
Kelebihan Blok 52, tambah Agung, adalah karena mesin lebih besar, ia bisa mengangkut senjata lebih berat. Karena bisa dipasang tangki bahan bakar ekstra (conformal) di punggung yang mampu mengangkut 600 galon, Blok 52 bisa terbang lebih jauh.
Di bagian senjata, selain rudal standar untuk pertempuran udara jarak dekat AIM-9 Sidewinder L/M/X, ia juga bisa dilengkapi rudal udara-ke-udara jarak sedang AMRAAM AIM-120 untuk memburu sasaran di luar pandangan mata (beyond visual range). Sementara untuk sasaran permukaan, F-16 baru dilengkapi dengan kanon 20 mm, bom MK 81/82/83/84, bom berpemandu laser Paveway, bom penghancur landasan Durandal, rudal anti tank Maverick AGM-65, rudal anti kapal Harpoon AGM-84, serta rudal anti radar HARM AGM-88.
Empat dekade sukses
Jika kini sudah 4.500 jet F-16 dibuat dan menjadi armada tempur 28 negara, kisah sukses jet yang dijuluki "Fighting Falcon" ini dimulai pada 2 Januari 1974. Saat itu, prototipe (purwarupa) F-16 yang bercat merah, putih, dan biru lepas landas dari Pangkalan AU Edwards di California untuk penerbangan udara resmi. Ini karena dua pekan sebelumnya, saat menguji di landasan, pilot penguji Phil Oestricher terpaksa harus mengudarakan pesawat setelah tiruan Sidewinder yang dipasang di ujung sayap nyaris menyentuh landasan.
Setelah itu, YF-16 yang kala itu masih dibuat General Dynamics (GD) berhasil memenangi kontes AU AS yang membutuhkan pesawat tempur ringan (Lightweight Fighter, LWF). Yang dikalahkan adalah YF-17 Cobra, yang kemudian bermetamorfosis menjadi F/A-18 Hornet yang dibuat Northrop (Show News, Farnborough, 15/7/2014, Lockheed Martin).
Setelah menang di AS dan kontrak diberikan untuk membuat F-16A (yang berkursi satu) dan F-16 B (berkursi dua) Januari 1975, pada Juni tahun itu pula Belgia, Belanda, Denmark, dan Norwegia juga memilih F-16. Mereka memesan 348 jet yang dibuat oleh Fokker di Belanda dan SABCA di Belgia berdasarkan kit yang diberikan oleh GD.
Pada Juni itu pula, purwarupa YF-16 kedua melakukan debut di Eropa ketika pilot penguji utama, Neil Anderson, menampilkan demo udara spektakuler di Paris Air Show, membuat negara-negara Eropa semakin jatuh hati pada pesawat tempur baru ini.
Kini, F-16 yang sudah punya 138 konfigurasi masih terus berevolusi menuju tipe lebih mutakhir, yakni F-16 Viper.
Setelah menempuh perjalanan panjang, juga setelah lewatnya pro-kontra pengadaannya empat tahun silam, jet tempur F-16 yang didapuk dengan seri F-16 C/D 52ID TNI Angkatan Udara ini pada Jumat (25/7/2014) lalu tiba di Tanah Air, tepatnya di Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun (Kompas, 26/7/2014). Tiga dari 24 pesawat yang dipesan terbang dari Guam selama 5 jam 16 menit dengan pengisian bahan bakar di udara oleh tanker KC-10 dari Pangkalan AU Yokota di Jepang.
Penerbangan yang diberi kode Viper Flight ini, seperti disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto dalam siaran pers, dipimpin oleh Kolonel Howard Purcell dengan pesawat bernomor ekor TS-1625, diikuti oleh Mayor Collin Coatney dan Letkol Firman Dwi Cahyono (TS-1620), serta Letkol Erick Houston dan Mayor Anjar Legowo (TS-1623). Setiba di Lanud Iswahyudi, para awak F-16 mutakhir ini disambut oleh Panglima Komando Operasi AU II Marsekal Muda Abdul Muis, didampingi Komandan Lanud Iswahyudi Marsekal Pertama Donny Ermawan dan Kepala Proyek "Peace Bima Sena II", yang menaungi pengadaan F-16 baru ini, yakni Kolonel Tek Amrullah Asnawi.
Kepala Staf TNI AU Marsekal IB Putu Dunia, dalam menyambut kedatangan F-16 C/D 52ID, mengatakan, proyek "Peace Bima Sena II" merupakan bagian dari pembangunan Kebutuhan Pokok Minimal (MEF, Minimum Essential Force).
Bersama dengan 10 unit F-16 A/B yang sudah diperoleh Indonesia pada 1989, ke-24 F-16 baru diproyeksikan menjadi kekuatan utama Skuadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, Madiun, dan Skuadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru.
Jet-jet F-16 diharapkan dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan kekuatan udara (air power) RI untuk menegakkan kedaulatan nasional. Pesawat tempur ini juga diharapkan bisa menjadi tulang punggung operasi pertahanan udara. Selain itu, juga sebagai penjamin keunggulan udara komando gabungan TNI dalam penyelenggaraan operasi darat, laut, ataupun udara.
Penguatan Blok 25
F-16 C/D 52ID yang diterima TNI AU berdasarkan kontrak senilai hampir 700 juta dollar (sekitar Rp 8 triliun), yang kesepakatannya ditandatangani pada Januari 2013, masih akan datang lagi secara bertahap hingga genap 24 pada minggu kedua Oktober 2015 (Kementerian Pertahanan).
Ditinjau dari evolusi F-16, tipe yang diterima Indonesia bukan dari tipe yang paling mutakhir. Tipe paling mutakhir F-16 E/F dimiliki oleh Uni Emirat Arab, yakni dari Blok 60, yang tergolong pesawat tempur generasi 4,5, sementara F-16 yang membentuk kekuatan udara AS dan sejumlah AU dunia lain dari Blok 50/52+ (Defense Industry Daily, 26/1/2014).
F-16 C/D 52ID sebenarnya berasal dari Blok 25 yang sudah tidak digunakan lagi di AS. Dalam proses upgrading dan refurbishment (peremajaan), F-16 Blok 25 ini dibongkar total di Ogden Air Logistics Center di Pangkalan AU Hill, Utah. Rangka pesawat diganti dan diperkuat, kokpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang. Semua sistem lama diperbarui dan mission computer yang menjadi otak pesawat ditambahkan. Tujuannya agar kemampuan jet meningkat setara dengan Blok 50/52.
Harapan itu didasarkan pada fakta bahwa yang jadi pusat pemutakhiran adalah pemasangan komputer misi MMC-7000A yang juga merupakan standar pada Blok 52+. Ada juga peningkatan kemampuan radar AN/APG-68. Selain itu, juga ada pemasangan Improved Modem Data Link untuk komunikasi data serta pemasangan Embedded GPS/INS yang menggabungkan fungsi GPS dan INS untuk penembakan bom JDAM. Jet baru TNI AU ini juga dilengkapi peralatan perang elektronik maju AN/ALQ-213 dan peralatan lain, seperti penerima peringatan radar dan set pelontar penangkalan (countermeasures) seperti chaff/flare anti radar/anti rudal.
Untuk mesin, F-16 C/D 52ID yang berbobot kotor maksimum 37.500 lbs menggunakan mesin Prat & Whitney F100-PW-220/E dengan daya dorong 24.000 lbs sehingga rasio dorongan terhadap berat (thrust-to-weight, T/W) menjadi 0,64. Bandingkan dengan Blok 52 dengan berat kotor maksimum 52.000 lbs dan ditenagai mesin F100-PW-229 dengan daya dorong 29.000 lbs. Di sini rasio T/W hanya 0,56, lebih kecil dibandingkan dengan F-16 C/D 52ID.
"Dalam close combat (pertempuran jarak dekat), F-16 TNI AU dengan T/W lebih besar memiliki kelincahan lebih baik daripada F-16 Blok 52," tulis Kolonel Agung "Sharky" Sasongkojati di Angkasa (Juli, 2014).
Kelebihan Blok 52, tambah Agung, adalah karena mesin lebih besar, ia bisa mengangkut senjata lebih berat. Karena bisa dipasang tangki bahan bakar ekstra (conformal) di punggung yang mampu mengangkut 600 galon, Blok 52 bisa terbang lebih jauh.
Di bagian senjata, selain rudal standar untuk pertempuran udara jarak dekat AIM-9 Sidewinder L/M/X, ia juga bisa dilengkapi rudal udara-ke-udara jarak sedang AMRAAM AIM-120 untuk memburu sasaran di luar pandangan mata (beyond visual range). Sementara untuk sasaran permukaan, F-16 baru dilengkapi dengan kanon 20 mm, bom MK 81/82/83/84, bom berpemandu laser Paveway, bom penghancur landasan Durandal, rudal anti tank Maverick AGM-65, rudal anti kapal Harpoon AGM-84, serta rudal anti radar HARM AGM-88.
Empat dekade sukses
Jika kini sudah 4.500 jet F-16 dibuat dan menjadi armada tempur 28 negara, kisah sukses jet yang dijuluki "Fighting Falcon" ini dimulai pada 2 Januari 1974. Saat itu, prototipe (purwarupa) F-16 yang bercat merah, putih, dan biru lepas landas dari Pangkalan AU Edwards di California untuk penerbangan udara resmi. Ini karena dua pekan sebelumnya, saat menguji di landasan, pilot penguji Phil Oestricher terpaksa harus mengudarakan pesawat setelah tiruan Sidewinder yang dipasang di ujung sayap nyaris menyentuh landasan.
Setelah itu, YF-16 yang kala itu masih dibuat General Dynamics (GD) berhasil memenangi kontes AU AS yang membutuhkan pesawat tempur ringan (Lightweight Fighter, LWF). Yang dikalahkan adalah YF-17 Cobra, yang kemudian bermetamorfosis menjadi F/A-18 Hornet yang dibuat Northrop (Show News, Farnborough, 15/7/2014, Lockheed Martin).
Setelah menang di AS dan kontrak diberikan untuk membuat F-16A (yang berkursi satu) dan F-16 B (berkursi dua) Januari 1975, pada Juni tahun itu pula Belgia, Belanda, Denmark, dan Norwegia juga memilih F-16. Mereka memesan 348 jet yang dibuat oleh Fokker di Belanda dan SABCA di Belgia berdasarkan kit yang diberikan oleh GD.
Pada Juni itu pula, purwarupa YF-16 kedua melakukan debut di Eropa ketika pilot penguji utama, Neil Anderson, menampilkan demo udara spektakuler di Paris Air Show, membuat negara-negara Eropa semakin jatuh hati pada pesawat tempur baru ini.
Kini, F-16 yang sudah punya 138 konfigurasi masih terus berevolusi menuju tipe lebih mutakhir, yakni F-16 Viper.
★ Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.