Menenteng Senjata di Hutan PosoIstri Santoso menenteng senjata (Foto: istimewa) ●
Jamiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi (28), ikut bersama suaminya, Santoso alias Abu Wardah, pimpinan MIT, bergerilya di hutan di Gunung Biru, Tangkura, Poso. Selain Atun, ada 2 akhwat lainnya yang juga istri dari 2 pengikut Santoso. Seperti apa penamapakan mereka di hutan?
detikcom mendapatkan foto eksklusif ketiga 'bidadari' saat sedang berada di hutan di atas gunung bersama Santoso Cs. Ketiganya mengenakan hijab dan bercadar warna hitam.
Salah satu perempuan terlihat memanggul senjata api laras panjang, tengah menyeberangi sungai kecil. Salah satu lainnya tampak sedang berjongkok dan membidik dengan senjata api laras panjang.
Foto-foto tersebut didapatkan dari handphone tersangka MAQ alias Brother yang juga pengikut Santoso yang kemudian disita oleh petugas sebagai barang bukti.
Seorang perwira yang terlibat di Satgas Tinombala menyebut, ketiganya bergabung bersama para suaminya sejak Desember 2014 lalu. Istri Santoso meninggalkan anaknya yang berusia 1,5 tahun yang dititipkan kepada kerabat Santoso.
"Berdasarkan keterangan tersangka MAQ alias Brother, bahwa istri Santoso dan 2 akhwat lainnya itu ada di hutan-hutan di Gunung Biru," ujar seorang perwira yang terlibat di Satgas Tinombala kepada detikcom, Senin (4/4/2016).
Selain istri Santoso, ada 2 wanita yang merupakan istri dari anggota Santoso yang juga ikut bergerilya di atas Gunung Biru, Kecamatan Tangkura, Kabupaten Poso itu. Keduanya adalah Nurmi Usman alias Oma (istri Basri) dan Tini Susantika alias Umi Farel (istri Ali Kalora).
Informasi tersebut juga dikuatkan oleh pengakuan 2 anak buah Santoso lainnya yakni Aco dan Genda. Keduanya saat ini tengah menjalani hukuman di sebuah lapas.
"Dari keterangan napi Aco dan Genda, mereka mengantar ketiga akhwat itu naik ka Gunung Biru," cetusnya.
Soal keterlibatan istri Santoso dan 2 'bidadari' lainnya itu, dibenarkan oleh Kapolda Sulteng yang juga Kepala Penangung Jawab Satgas Tinombala Brigjen Rudy Sufahriadi.
"Ketiga akhwat tersebut sudah masuk dalam daftar DPO yang telah kami rilis," ujar Rudy. (dra/dra)
Lapisan Pertahanan Kelompok Santoso yang Mulai Terbelah
Tak hanya melemah dan tersudut, kelompok Santoso saat ini juga mulai kocar kacir. Apa buktinya? Ini penjelasan polisi.
Sebelumnya kelompok Santoso terdiri dari 3 'lapis'. Lapisan pertama yakni yang terdalam ada tim inti yakni: Santoso, Basri dan Ali Kolara bersama tiga istri mereka masing-masing. Kelompok Santoso yang berasal dari suku Uighur juga berada di ring 1 ini.
Kemudian menyusul ring 2 yang disebut tim patroli dan terakhir ring 3 alias tim pengintai. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto mengatakan, jarak ring inti ke tim patroli ini sekitar 7 sampai 10 jam perjalanan.
Sementara jarak ring 2 ke ring 3 alias tim pengintai sekitar 3 jam dengan jalan kaki. Tim pengintai salah satu tugasnya adalah mencari logistik untuk diteruskan ke Santoso di tim inti melalui tim patroli. Dalam perjalanannya struktur tim kelompok Santoso ini mulai kocar-kacir.
Hal ini bisa diketahui dengan tertangkapnya sejumlah anggota kelompok Santoso dari suku Uighur yang biasanya berada di tim inti. Jumlah suku Uighur di kelompok Santoso juga mulai berkurang. Bila sebelumnya mereka berjumlah 10 orang, kini diperkirakan tinggal sekitar 3 orang saja.
Kelompok Santoso dari suku Uighur yang tertangkap umumnya karena tengah mencari logistik ke warga. "Kalau yang di tim inti yang biasanya menerima pasokan logistik saja sudah keluar, bisa ditebak apa yang sudah terjadi dengan mereka (Kelompok Santoso)," kata Hari.
Kelompok Santoso yang berada di tim patroli dan tim pengintai juga mulai kecewa. "Mereka merasa kini hanya dianggap bertugas mengamanakan Santoso dan tim inti saja," kata Hari.
Selain itu mereka juga kecewa karena janji bakal diberangkatkan ke Suriah selepas mengikuti pelatihan di kelompok Santoso tak pernah terwujud.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Tito Karnavian memastikan bahwa kelompok Santoso saat ini sudah melemah dan kian terkepung. Selama waktu dua bulan ini ada tercatat ada 10 anggota kelompok Santoso meninggal dunia dan dua orang tertangkap menyerahkan diri dalam operasi Tinombala.
"Perkembangan terakhir kelompok Santoso sudah melemah. Dalam waktu dua bulan ini lebih dari 10 orang sudag tertangkap baik hidup maupun yang meninggal dunia dalam kontak tembak," kata Tito kepada wartawan di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Senin (4/4/2016). (erd/mad)
Jamiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi (28), ikut bersama suaminya, Santoso alias Abu Wardah, pimpinan MIT, bergerilya di hutan di Gunung Biru, Tangkura, Poso. Selain Atun, ada 2 akhwat lainnya yang juga istri dari 2 pengikut Santoso. Seperti apa penamapakan mereka di hutan?
detikcom mendapatkan foto eksklusif ketiga 'bidadari' saat sedang berada di hutan di atas gunung bersama Santoso Cs. Ketiganya mengenakan hijab dan bercadar warna hitam.
Salah satu perempuan terlihat memanggul senjata api laras panjang, tengah menyeberangi sungai kecil. Salah satu lainnya tampak sedang berjongkok dan membidik dengan senjata api laras panjang.
Foto-foto tersebut didapatkan dari handphone tersangka MAQ alias Brother yang juga pengikut Santoso yang kemudian disita oleh petugas sebagai barang bukti.
Seorang perwira yang terlibat di Satgas Tinombala menyebut, ketiganya bergabung bersama para suaminya sejak Desember 2014 lalu. Istri Santoso meninggalkan anaknya yang berusia 1,5 tahun yang dititipkan kepada kerabat Santoso.
"Berdasarkan keterangan tersangka MAQ alias Brother, bahwa istri Santoso dan 2 akhwat lainnya itu ada di hutan-hutan di Gunung Biru," ujar seorang perwira yang terlibat di Satgas Tinombala kepada detikcom, Senin (4/4/2016).
Selain istri Santoso, ada 2 wanita yang merupakan istri dari anggota Santoso yang juga ikut bergerilya di atas Gunung Biru, Kecamatan Tangkura, Kabupaten Poso itu. Keduanya adalah Nurmi Usman alias Oma (istri Basri) dan Tini Susantika alias Umi Farel (istri Ali Kalora).
Informasi tersebut juga dikuatkan oleh pengakuan 2 anak buah Santoso lainnya yakni Aco dan Genda. Keduanya saat ini tengah menjalani hukuman di sebuah lapas.
"Dari keterangan napi Aco dan Genda, mereka mengantar ketiga akhwat itu naik ka Gunung Biru," cetusnya.
Soal keterlibatan istri Santoso dan 2 'bidadari' lainnya itu, dibenarkan oleh Kapolda Sulteng yang juga Kepala Penangung Jawab Satgas Tinombala Brigjen Rudy Sufahriadi.
"Ketiga akhwat tersebut sudah masuk dalam daftar DPO yang telah kami rilis," ujar Rudy. (dra/dra)
Lapisan Pertahanan Kelompok Santoso yang Mulai Terbelah
Tak hanya melemah dan tersudut, kelompok Santoso saat ini juga mulai kocar kacir. Apa buktinya? Ini penjelasan polisi.
Sebelumnya kelompok Santoso terdiri dari 3 'lapis'. Lapisan pertama yakni yang terdalam ada tim inti yakni: Santoso, Basri dan Ali Kolara bersama tiga istri mereka masing-masing. Kelompok Santoso yang berasal dari suku Uighur juga berada di ring 1 ini.
Kemudian menyusul ring 2 yang disebut tim patroli dan terakhir ring 3 alias tim pengintai. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto mengatakan, jarak ring inti ke tim patroli ini sekitar 7 sampai 10 jam perjalanan.
Sementara jarak ring 2 ke ring 3 alias tim pengintai sekitar 3 jam dengan jalan kaki. Tim pengintai salah satu tugasnya adalah mencari logistik untuk diteruskan ke Santoso di tim inti melalui tim patroli. Dalam perjalanannya struktur tim kelompok Santoso ini mulai kocar-kacir.
Hal ini bisa diketahui dengan tertangkapnya sejumlah anggota kelompok Santoso dari suku Uighur yang biasanya berada di tim inti. Jumlah suku Uighur di kelompok Santoso juga mulai berkurang. Bila sebelumnya mereka berjumlah 10 orang, kini diperkirakan tinggal sekitar 3 orang saja.
Kelompok Santoso dari suku Uighur yang tertangkap umumnya karena tengah mencari logistik ke warga. "Kalau yang di tim inti yang biasanya menerima pasokan logistik saja sudah keluar, bisa ditebak apa yang sudah terjadi dengan mereka (Kelompok Santoso)," kata Hari.
Kelompok Santoso yang berada di tim patroli dan tim pengintai juga mulai kecewa. "Mereka merasa kini hanya dianggap bertugas mengamanakan Santoso dan tim inti saja," kata Hari.
Selain itu mereka juga kecewa karena janji bakal diberangkatkan ke Suriah selepas mengikuti pelatihan di kelompok Santoso tak pernah terwujud.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Tito Karnavian memastikan bahwa kelompok Santoso saat ini sudah melemah dan kian terkepung. Selama waktu dua bulan ini ada tercatat ada 10 anggota kelompok Santoso meninggal dunia dan dua orang tertangkap menyerahkan diri dalam operasi Tinombala.
"Perkembangan terakhir kelompok Santoso sudah melemah. Dalam waktu dua bulan ini lebih dari 10 orang sudag tertangkap baik hidup maupun yang meninggal dunia dalam kontak tembak," kata Tito kepada wartawan di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Senin (4/4/2016). (erd/mad)
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.