Ilustrasi hacker (Istimewa) ★
Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kemhan, Mayjen TNI Paryanto, mengemukakan, pembentukan Badan Intelejen Pertahanan (BIP) tidak akan tumpang tindih dengan intelijen lainnya. BIP memiliki tugas dan tanggung jawab berbeda dengan lembaga intelijen lainnya.
"Kami sifatnya hanya akan menganalisa tentang keamanan serta pertahanan secara global. Kerja kami yang terkait dengan pertahanan negara secara utuh," kata Paryanto di Jakarta, Kamis (16/6).
Ia memberi contoh Badan Intelijen Strategis (BAIS) berada dibawah Panglima TNI. Tugasnya untuk analisa perang. BAIS, kata Paryanto, tidak masuk wilayah politik karena mereka alat negara. Sementara, lajutnya, Badan Intelejen Keamanan (Intelkam) berada dibawah naungan Mabes Polri. Mereka memiliki peran untuk wilayah kriminal dan keamanan nasional.
"Sementara, Badan Intelijen Negara (BIN) bekerja memberikan informasi tentang politik dan keamanan negara. BIN tidak mengurusi strategi pertahanan negara. Masalah pertahanan ini menjadi kewenangan kami. Itu untuk perencanaan dan kebijakan pertahanan negara," ujarnya.
Menurutnya, pembentukan lembaga tersebut tidak membutuhan anggara baru. Pembiayaan diambil dari anggaran yang ada di Kemhan. "Tidak kami tidak akan tambah anggaran. Kami memakai anggaran yang ada saja," jelasnya.
Dia menambahkan, salah satu tugas BIP adalah mengelola informasi yang sifatnya kejahatan cyber dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Pasalnya, saat ini, perang yang terjadi bukan lagi secara fisik tetapi penggunaan teknologi.
"Saat ini, perang menggunakan kemajuan teknologi dan kemajuan teknologi mendorong untuk perang. Itu pasti," tutupnya.
Pembentukan Badan Intelijen Tidak Melanggar UU
Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah membentuk Badan Intelijen Pertahanan (BIP). Badan itu sebagai pusat intelijen di lingkungan Kemhan. Sebelumnya, banyak pihak mengkritik pembentukan BIP tersebut. Alasannya, tidak sesuai dengan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan.
Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kemenhan, Mayjen TNI Paryanto mengemukakan pembentukan lembaga itu tidak melanggar UU. Dalam UU tidak diatur soal pembentukan intelijen tetapi juga tidak dilarang.
"Dengan ketentuan seperti itu berarti tidak ada yang melanggar. Tidak diatur, tetapi juga tidak dilarang. Sangat jelas dari bunyi UU-nya," kata Paryanto di Jakarta, Kamis (16/6).
Ia menjelaskan pembentukan BIP untuk kepentingan Kemhan. Kemhan perlu data intelijen dalam merumuskan kebijakan untuk memperkuat pertahanan negara.
Dia mengakui memang ada data-data intelijen dari lembaga lain yang bisa dipakai Kemhan. Misalnya dari BAIS TNI, Polri, BIN, dan sebagainya. Namun data-data tersebut masih merupakan data mentah. Perlu badan khusus di Kemhan untuk mengolah, menganalisis dan membacanya secara benar dan tepat.
Kemhan juga bisa mengambil data sendiri tanpa memakai data intelijen dari lembaga lain. Hal itu dilakukan jika memang membutuhkan data khusus untuk strategi pertahanan.
"Dalam konteks itu maka perlu badan khusus di kami untuk kerja intelijen. Tidak mungkin Kementerian ini tanpa intelijen," tuturnya.
Menurutnya, pada masa lalu, badan intelijen di Kemhan itu sebenarnya ada. Namuan saat itu digabung dengan intelijen TNI. Pengabungan dilakukan karena pada masa lalu, TNI berada di bawah Kemhan. Kini, TNI berdiri sendiri.
Setelah lepas dari TNI, Kemhan tidak memiliki badan intelijen. Adapun BAIS dibawah kendali TNI dan berfungsi untuk intelijen perang.
"Kami tidak mungkin memakai Bais karena sudah dibawah TNI. Data yang hasilkan juga beda. Mereka datanya untuk kebutuhan perang. Kami kan butuh untuk strategi pertahanan. Jadi perlu bentuk sendiri," jelasnya.
Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kemhan, Mayjen TNI Paryanto, mengemukakan, pembentukan Badan Intelejen Pertahanan (BIP) tidak akan tumpang tindih dengan intelijen lainnya. BIP memiliki tugas dan tanggung jawab berbeda dengan lembaga intelijen lainnya.
"Kami sifatnya hanya akan menganalisa tentang keamanan serta pertahanan secara global. Kerja kami yang terkait dengan pertahanan negara secara utuh," kata Paryanto di Jakarta, Kamis (16/6).
Ia memberi contoh Badan Intelijen Strategis (BAIS) berada dibawah Panglima TNI. Tugasnya untuk analisa perang. BAIS, kata Paryanto, tidak masuk wilayah politik karena mereka alat negara. Sementara, lajutnya, Badan Intelejen Keamanan (Intelkam) berada dibawah naungan Mabes Polri. Mereka memiliki peran untuk wilayah kriminal dan keamanan nasional.
"Sementara, Badan Intelijen Negara (BIN) bekerja memberikan informasi tentang politik dan keamanan negara. BIN tidak mengurusi strategi pertahanan negara. Masalah pertahanan ini menjadi kewenangan kami. Itu untuk perencanaan dan kebijakan pertahanan negara," ujarnya.
Menurutnya, pembentukan lembaga tersebut tidak membutuhan anggara baru. Pembiayaan diambil dari anggaran yang ada di Kemhan. "Tidak kami tidak akan tambah anggaran. Kami memakai anggaran yang ada saja," jelasnya.
Dia menambahkan, salah satu tugas BIP adalah mengelola informasi yang sifatnya kejahatan cyber dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Pasalnya, saat ini, perang yang terjadi bukan lagi secara fisik tetapi penggunaan teknologi.
"Saat ini, perang menggunakan kemajuan teknologi dan kemajuan teknologi mendorong untuk perang. Itu pasti," tutupnya.
Pembentukan Badan Intelijen Tidak Melanggar UU
Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah membentuk Badan Intelijen Pertahanan (BIP). Badan itu sebagai pusat intelijen di lingkungan Kemhan. Sebelumnya, banyak pihak mengkritik pembentukan BIP tersebut. Alasannya, tidak sesuai dengan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan.
Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kemenhan, Mayjen TNI Paryanto mengemukakan pembentukan lembaga itu tidak melanggar UU. Dalam UU tidak diatur soal pembentukan intelijen tetapi juga tidak dilarang.
"Dengan ketentuan seperti itu berarti tidak ada yang melanggar. Tidak diatur, tetapi juga tidak dilarang. Sangat jelas dari bunyi UU-nya," kata Paryanto di Jakarta, Kamis (16/6).
Ia menjelaskan pembentukan BIP untuk kepentingan Kemhan. Kemhan perlu data intelijen dalam merumuskan kebijakan untuk memperkuat pertahanan negara.
Dia mengakui memang ada data-data intelijen dari lembaga lain yang bisa dipakai Kemhan. Misalnya dari BAIS TNI, Polri, BIN, dan sebagainya. Namun data-data tersebut masih merupakan data mentah. Perlu badan khusus di Kemhan untuk mengolah, menganalisis dan membacanya secara benar dan tepat.
Kemhan juga bisa mengambil data sendiri tanpa memakai data intelijen dari lembaga lain. Hal itu dilakukan jika memang membutuhkan data khusus untuk strategi pertahanan.
"Dalam konteks itu maka perlu badan khusus di kami untuk kerja intelijen. Tidak mungkin Kementerian ini tanpa intelijen," tuturnya.
Menurutnya, pada masa lalu, badan intelijen di Kemhan itu sebenarnya ada. Namuan saat itu digabung dengan intelijen TNI. Pengabungan dilakukan karena pada masa lalu, TNI berada di bawah Kemhan. Kini, TNI berdiri sendiri.
Setelah lepas dari TNI, Kemhan tidak memiliki badan intelijen. Adapun BAIS dibawah kendali TNI dan berfungsi untuk intelijen perang.
"Kami tidak mungkin memakai Bais karena sudah dibawah TNI. Data yang hasilkan juga beda. Mereka datanya untuk kebutuhan perang. Kami kan butuh untuk strategi pertahanan. Jadi perlu bentuk sendiri," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.