Wujudkan MEF 2019 Kendaraan militer produksi PT Pindad [def.pk]
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berusaha meneruskan modernisasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), terutama terkait alat persenjataan. Untuk itu, diinstruksikan sejumlah penekanan menyangkut terwujudnya Minimum Essential Force (MEF/kekuatan pokok minimum) hingga tahun 2019.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengungkapkan dalam Rapat terbatas (Ratas) mengenai pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), Presiden Jokowi menekankan beberapa hal terkait modernisasi TNI.
Pertama, dalam sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan Ketua hariannya Menteri Pertahanan, Presiden Jokowi meminta agar ada terobosan perubahan yang mendasar dan strategis. Terutama, strategi yang akan dilakukan dalam waktu 5-10 tahun ke depan.
Kedua, bagaimana mencapai rencana tersebut.
Ketiga, seberapa banyak dana yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
"Presiden memberikan penegasan apabila alutsista atau produk-produk pertahanan yang bisa diadakan diproduksi di dalam negeri, seperti di Pindad, PTDI, PT Len, PT PAL, PT Dahana dan seterusnya maka diwajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri," ungkap Pramono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7).
Untuk itu, Pramono mengatakan perlu adanya peta jalan mengenai produk-produk dalam negeri yang direncanakan untuk jangka panjang. Mengingat, banyak produk persenjataan Tanah Air yang mendapat penghargaan di luar negeri, seperti di negara-negara Timur Tengah.
Tak hanya itu, Pramono mengatakan bahwa Presiden Jokowi menegaskan ke depannya usulan pembelian alutsista harus dari bawah. Sehingga, lebih optimal dalam penggunaannya.
"Terakhir presiden meminta dalam waktu tiga sampai dengan lima bulan dilakukan audit terhadap industri-industri strategis pertahanan agar kita tahu peralatan apa yang sudah dibeli yang ternyata tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal dan juga peralatan apa yang dibutuhkan ke depan untuk memenuhi kekurangan tersebut," ungkapnya.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Ketua Harian KKIP, Ryamizard Ryacudu mengatakan ke depannya kebutuhan akan persenjataan harus mendekati MEF.
Oleh karena itu, Ryamizard mengaku telah mengkaji kebutuhan alutsista dan industri persenjataan yang bisa dikembangkan di dalam negeri.
Hanya saja, dia mengaku belum ada angka pasti untuk memperbaiki atau memodernisasi persenjataan TNI. Sebab, masih harus dikumpulkan semua matra guna mengsingkronkan kebutuhan. Meskipun, diungkapkan untuk lima tahun ke depan, alutsista yang dibutuhkan adalah kapal selam.
"(Pembelian alutsista) ada segala macam saya kurang mengerti itu, tetapi jelas itu ada (dari Pindad). Kita dapat uang dari pemerintah, itu yang akan kita belanjakan dan sesuai dengan kebutuhan. Kita tidak akan beli, beli tapi tidak bisa dipakai," tegas Ryamizard.
Siapkan Rp 150 Triliun
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil menambahkan bahwa dana yang dianggarkan untuk mewujudkan MEF mencapai sebesar Rp 150 triliun.
"Per lima tahun ada desain awal untuk mencapai MEF, kira-kira lima tahun butuh 150 triliun tapi DPR minta ditingkatkan," papar Sofyan.
Sementara itu ditemui secara terpisah, Direktur Utama (Dirut) PT Pindad, Silmy Karim mengatakan bahwa perusahaannya siap mendukung kebutuhan persenjataan nasional.
Apalagi, diungkapkannya, Presiden Jokowi sangat berkomitmen dalam mendukung majunya industri persenjataan dalam negeri. Sehingga, tidak perlu impor dengan biaya yang pasti lebih tinggi. Ditambah lagi, kemungkinan adanya broker atau perantara yang membuat harga lebih tinggi.
"Beliau (Jokowi) pingin mengembangkan dan juga go internasional. Kemudian juga beliau percaya bahwa produk (persenjataan) kita baik. Tinggal bagaimana kita bisa wujudkan kemandirian. Beliau ingin simple, clear, jelas target-targetnya. Satu, butuhnya apa yang mau didukung oleh presiden, butuh uang berapa. Kemudian juga apa yang mau dicapai selama lima tahun ke depan tetapi harus jelas dulu," kata Silmy.
Hanya saja, Silmy mengungkapkan belum ada angka pasti yang siap disediakan oleh Pindad, sebab belum ada angka pasti permintaan dari pemerintah.
"Belum ada (angka pasti) tetapi yang jelas beliau ingin seperti senjata, ya Pindad. Kemudian panser, tank ringan, peluru untuk ada rencana yang bisa beliau dukung. Kemudian juga ada kepastian pesanan karena industri inikan jangka panjang," paparnya.
Lebih lanjut, Silmy mengatakan bahwa Presiden Jokowi mengingatkan agar industri pertahanan harus bertumbuh sesuai dengan kebutuhan alutsista nasional maupun dunia.
"Secara umum dan hubungan dengan industri pertahanan, bagaimana membangun industri pertahanan baik itu dengan lokal maupun dengan penjualan luar neger. Terus kebutuhan industri pertahanan supaya lebih bangkit lagi supaya bisa menjawab cita-cita kemandirian," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan instruksi agar pengadaan alat pertahanan sesuai postur kekuatan pokok minimum 2024.
Kemudian, Presiden Jokowi menekankan perlunya modernisasi TNI pada tahun 2019 sesuai rencara strategis tahun 2024.
Pertama, TNI Angkatan Darat (AD) harus memiliki alutsista berat, seperti tank, helikopter jenis serbu dan persenjataan infanteri khusus.
Kedua, TNI Angkatan Laut (AL) harus diperkuat alutsista dengan karakter kemampuan angkatan laut, seperti kapal selam, kapal perang, persenjataan sistem pengintaian maritim untuk pengamanan lokasi-lokasi yang mempunyai potensi konflik.
Ketiga, TNI Angkatan Udara (AU) harus diperkuat oleh alutsista strategis berupa pesawat jet tempur, pesawat angkutan berat dan sistem pertahanan rudal dan sistem radar.
Tetapi, dalam pengadaannya, Presiden Jokowi menggarisbawahi agar dilakukan secara terbuka dan mempertimbangkan semua masukan terkait pengadaan alutsista.
"Ingin saya sampaikan bahwa semuanya ini agar ada transparansi yang betul-betul terbuka. Masukan-masukan dari seluruh matra, baik AL, AD, AU, dari Panglima TNI, Menteri Pertahanan, semuanya sehingga betul-betul yang kita beli, yang kita rencanakan ini adalah memang sebuah kebutuhan, bukan keinginan," tegas Presiden Jokowi di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7).
Selanjutnya, Presiden Jokowi juga menekankan dalam pengadaan alutsista tersebut harus mengedepankan kemandirian dalam pemenuhannya.
"Dalam setiap pengadaan alutsista Undang-Undang industri pertahanan wajib diberlakukan. Pembelian harus disertai transfer teknologi kepada industri pertahanan nasional kita. Dahulukan arahnya ke sana, sehingga pengembangan industri pertahanan nasional betul-betul pada kemandirian, pemenuhan kebutuhan alat pertahanan dan keamanan kita," pesan Jokowi.
Prioritaskan Produksi Dalam Negeri
RWS lokal produksi PT AIU pada kapal patroli 28 m TNI AL [def.pk]
Presiden Joko Widodo meminta kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) untuk melakukan terobosan perubahan mendasar dan strategis.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan,
Pertama, yang harus dilakukan adalah menentukan strategi yang harus ditempuh dalam lima sampai 10 tahun ke depan. Mesti dipikirkan juga bagaimana mencapainya dan seberapa banyak dana yang dibutuhkan.
“Untuk itu, Presiden memberikan penegasan apabila alutsista atau produk-produk pertahanan yang bisa diadakan, diproduksi di dalam negeri seperti di Pindad, PT DI, PT LEN INTI, PT PAL, PT Dahana, dan seterusnya, maka diwajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri,” kata Pramono usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7/2016) malam.
Kedua, lanjut Pramono, KKIP juga diminta untuk membuat roadmap atau perencanaan yang lebih jelas untuk produk-produk dalam negeri yang direncanakan untuk jangka panjang.
Menurut Seskab, banyak produk-produk alutsista Indonesia yang dipakai di Timur Tengah, Arab, Thailand, Filipina, Malaysia dan beberapa negara lainnya di Uni Eropa. Mereka menggunakan produk-produk dari Pindad, PT DI, dan sebagainya.
“Sehingga dengan demikian ini yang diminta untuk dilakukan adalah pada pembelian alutsista atau alat-alat strategis pertahanan harus bersifat bottom up, dari bawah usulan sampai dengan ke atas. Tidak kemudian alat itu dibeli ternyata tidak bisa digunakan secara optimal, maksimal di lapangan sesuai dengan kebutuhan atau planning rencana pertahanan kita,” ucap Pramono.
Pramono menambahkan, Presiden meminta dalam waktu tiga hingga lima bulan dilakukan audit terhadap industri-industri strategis pertahanan agar diketahui peralatan apa yang sudah dibeli yang ternyata tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu dapat diketahui juga peralatan apa yang dibutuhkan ke depan untuk memenuhi kekurangan tersebut.
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berusaha meneruskan modernisasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), terutama terkait alat persenjataan. Untuk itu, diinstruksikan sejumlah penekanan menyangkut terwujudnya Minimum Essential Force (MEF/kekuatan pokok minimum) hingga tahun 2019.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengungkapkan dalam Rapat terbatas (Ratas) mengenai pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), Presiden Jokowi menekankan beberapa hal terkait modernisasi TNI.
Pertama, dalam sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan Ketua hariannya Menteri Pertahanan, Presiden Jokowi meminta agar ada terobosan perubahan yang mendasar dan strategis. Terutama, strategi yang akan dilakukan dalam waktu 5-10 tahun ke depan.
Kedua, bagaimana mencapai rencana tersebut.
Ketiga, seberapa banyak dana yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
"Presiden memberikan penegasan apabila alutsista atau produk-produk pertahanan yang bisa diadakan diproduksi di dalam negeri, seperti di Pindad, PTDI, PT Len, PT PAL, PT Dahana dan seterusnya maka diwajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri," ungkap Pramono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7).
Untuk itu, Pramono mengatakan perlu adanya peta jalan mengenai produk-produk dalam negeri yang direncanakan untuk jangka panjang. Mengingat, banyak produk persenjataan Tanah Air yang mendapat penghargaan di luar negeri, seperti di negara-negara Timur Tengah.
Tak hanya itu, Pramono mengatakan bahwa Presiden Jokowi menegaskan ke depannya usulan pembelian alutsista harus dari bawah. Sehingga, lebih optimal dalam penggunaannya.
"Terakhir presiden meminta dalam waktu tiga sampai dengan lima bulan dilakukan audit terhadap industri-industri strategis pertahanan agar kita tahu peralatan apa yang sudah dibeli yang ternyata tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal dan juga peralatan apa yang dibutuhkan ke depan untuk memenuhi kekurangan tersebut," ungkapnya.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Ketua Harian KKIP, Ryamizard Ryacudu mengatakan ke depannya kebutuhan akan persenjataan harus mendekati MEF.
Oleh karena itu, Ryamizard mengaku telah mengkaji kebutuhan alutsista dan industri persenjataan yang bisa dikembangkan di dalam negeri.
Hanya saja, dia mengaku belum ada angka pasti untuk memperbaiki atau memodernisasi persenjataan TNI. Sebab, masih harus dikumpulkan semua matra guna mengsingkronkan kebutuhan. Meskipun, diungkapkan untuk lima tahun ke depan, alutsista yang dibutuhkan adalah kapal selam.
"(Pembelian alutsista) ada segala macam saya kurang mengerti itu, tetapi jelas itu ada (dari Pindad). Kita dapat uang dari pemerintah, itu yang akan kita belanjakan dan sesuai dengan kebutuhan. Kita tidak akan beli, beli tapi tidak bisa dipakai," tegas Ryamizard.
Siapkan Rp 150 Triliun
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil menambahkan bahwa dana yang dianggarkan untuk mewujudkan MEF mencapai sebesar Rp 150 triliun.
"Per lima tahun ada desain awal untuk mencapai MEF, kira-kira lima tahun butuh 150 triliun tapi DPR minta ditingkatkan," papar Sofyan.
Sementara itu ditemui secara terpisah, Direktur Utama (Dirut) PT Pindad, Silmy Karim mengatakan bahwa perusahaannya siap mendukung kebutuhan persenjataan nasional.
Apalagi, diungkapkannya, Presiden Jokowi sangat berkomitmen dalam mendukung majunya industri persenjataan dalam negeri. Sehingga, tidak perlu impor dengan biaya yang pasti lebih tinggi. Ditambah lagi, kemungkinan adanya broker atau perantara yang membuat harga lebih tinggi.
"Beliau (Jokowi) pingin mengembangkan dan juga go internasional. Kemudian juga beliau percaya bahwa produk (persenjataan) kita baik. Tinggal bagaimana kita bisa wujudkan kemandirian. Beliau ingin simple, clear, jelas target-targetnya. Satu, butuhnya apa yang mau didukung oleh presiden, butuh uang berapa. Kemudian juga apa yang mau dicapai selama lima tahun ke depan tetapi harus jelas dulu," kata Silmy.
Hanya saja, Silmy mengungkapkan belum ada angka pasti yang siap disediakan oleh Pindad, sebab belum ada angka pasti permintaan dari pemerintah.
"Belum ada (angka pasti) tetapi yang jelas beliau ingin seperti senjata, ya Pindad. Kemudian panser, tank ringan, peluru untuk ada rencana yang bisa beliau dukung. Kemudian juga ada kepastian pesanan karena industri inikan jangka panjang," paparnya.
Lebih lanjut, Silmy mengatakan bahwa Presiden Jokowi mengingatkan agar industri pertahanan harus bertumbuh sesuai dengan kebutuhan alutsista nasional maupun dunia.
"Secara umum dan hubungan dengan industri pertahanan, bagaimana membangun industri pertahanan baik itu dengan lokal maupun dengan penjualan luar neger. Terus kebutuhan industri pertahanan supaya lebih bangkit lagi supaya bisa menjawab cita-cita kemandirian," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan instruksi agar pengadaan alat pertahanan sesuai postur kekuatan pokok minimum 2024.
Kemudian, Presiden Jokowi menekankan perlunya modernisasi TNI pada tahun 2019 sesuai rencara strategis tahun 2024.
Pertama, TNI Angkatan Darat (AD) harus memiliki alutsista berat, seperti tank, helikopter jenis serbu dan persenjataan infanteri khusus.
Kedua, TNI Angkatan Laut (AL) harus diperkuat alutsista dengan karakter kemampuan angkatan laut, seperti kapal selam, kapal perang, persenjataan sistem pengintaian maritim untuk pengamanan lokasi-lokasi yang mempunyai potensi konflik.
Ketiga, TNI Angkatan Udara (AU) harus diperkuat oleh alutsista strategis berupa pesawat jet tempur, pesawat angkutan berat dan sistem pertahanan rudal dan sistem radar.
Tetapi, dalam pengadaannya, Presiden Jokowi menggarisbawahi agar dilakukan secara terbuka dan mempertimbangkan semua masukan terkait pengadaan alutsista.
"Ingin saya sampaikan bahwa semuanya ini agar ada transparansi yang betul-betul terbuka. Masukan-masukan dari seluruh matra, baik AL, AD, AU, dari Panglima TNI, Menteri Pertahanan, semuanya sehingga betul-betul yang kita beli, yang kita rencanakan ini adalah memang sebuah kebutuhan, bukan keinginan," tegas Presiden Jokowi di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7).
Selanjutnya, Presiden Jokowi juga menekankan dalam pengadaan alutsista tersebut harus mengedepankan kemandirian dalam pemenuhannya.
"Dalam setiap pengadaan alutsista Undang-Undang industri pertahanan wajib diberlakukan. Pembelian harus disertai transfer teknologi kepada industri pertahanan nasional kita. Dahulukan arahnya ke sana, sehingga pengembangan industri pertahanan nasional betul-betul pada kemandirian, pemenuhan kebutuhan alat pertahanan dan keamanan kita," pesan Jokowi.
Prioritaskan Produksi Dalam Negeri
RWS lokal produksi PT AIU pada kapal patroli 28 m TNI AL [def.pk]
Presiden Joko Widodo meminta kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) untuk melakukan terobosan perubahan mendasar dan strategis.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan,
Pertama, yang harus dilakukan adalah menentukan strategi yang harus ditempuh dalam lima sampai 10 tahun ke depan. Mesti dipikirkan juga bagaimana mencapainya dan seberapa banyak dana yang dibutuhkan.
“Untuk itu, Presiden memberikan penegasan apabila alutsista atau produk-produk pertahanan yang bisa diadakan, diproduksi di dalam negeri seperti di Pindad, PT DI, PT LEN INTI, PT PAL, PT Dahana, dan seterusnya, maka diwajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri,” kata Pramono usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/7/2016) malam.
Kedua, lanjut Pramono, KKIP juga diminta untuk membuat roadmap atau perencanaan yang lebih jelas untuk produk-produk dalam negeri yang direncanakan untuk jangka panjang.
Menurut Seskab, banyak produk-produk alutsista Indonesia yang dipakai di Timur Tengah, Arab, Thailand, Filipina, Malaysia dan beberapa negara lainnya di Uni Eropa. Mereka menggunakan produk-produk dari Pindad, PT DI, dan sebagainya.
“Sehingga dengan demikian ini yang diminta untuk dilakukan adalah pada pembelian alutsista atau alat-alat strategis pertahanan harus bersifat bottom up, dari bawah usulan sampai dengan ke atas. Tidak kemudian alat itu dibeli ternyata tidak bisa digunakan secara optimal, maksimal di lapangan sesuai dengan kebutuhan atau planning rencana pertahanan kita,” ucap Pramono.
Pramono menambahkan, Presiden meminta dalam waktu tiga hingga lima bulan dilakukan audit terhadap industri-industri strategis pertahanan agar diketahui peralatan apa yang sudah dibeli yang ternyata tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu dapat diketahui juga peralatan apa yang dibutuhkan ke depan untuk memenuhi kekurangan tersebut.
♖ Berita Satu | Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.