Fathulah Gullen Bantah Dalangi Kudeta Militer Turki Fathulah Gullen [Rusia now] ★
Ulama Turki yang berada di Amerika Serikat (AS) sekaligus musuh dari Presiden Recep Tayyip Erdogan, Fethullah Gulen, membantah tuduhan bahwa ia berperan dalam kudeta di Turki. Bahkan, Gulen sendiri mengutuk keras upaya penggulingan pemerintah.
"Saya mengutuk dalam istilah terkuat terhadap usaha kudeta militer di Turki," ujar Gulen, yang telah bertahun-tahun berada di pengasingannya di AS, dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip Reuters, Sabtu (17/7/2016).
"Sebagai seseorang yang menderita di bawah beberapa kudeta militer selama lima dekade terakhir, terlebih menerima tuduhan yang menghina mempunyai hubungan dengan usaha semacam itu, saya dengan tegas membantah tuduhan tersebut," tegas Gulen.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan pemerintah telah mengatakan bahwa pengikut Gulen dalam militer bertanggung jawab atas usaha mengambil alih pemerintah pada Jumat malam dan Sabtu pagi.
Pemerintah Turki menuduh Gulen mencoba menciptakan sebuah struktur pararel di kepolisian, pengadilan, media dan angkatan bersenjata yang bertujuan untuk mengambil alih negara itu. (FIK)
Upaya Kudeta Militer Adalah Hadiah dari Tuhan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Foto: Kayhan Ozer/Reuters)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kudeta militer pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat adalah hadiah dari Tuhan. Sebab, kudeta militer tersebut adalah kesempatan bagus untuk membersihkan militer.
Pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu juga berjanji semua dalang di balik kudeta yang menewaskan 265 orang itu akan mendapatkan balasan yang setimpal.
“Kudeta militer ini adalah hadiah dari Tuhan kepada kita karena menjadi alasan untuk membersihkan militer kita,” tutur Erdogan, sebagaimana dikutip Russia Today, Minggu (17/7/2016).
Upaya kudeta pada Jumat 15 Juli malam hingga Sabtu 16 Juli dini hari yang berakhir dengan kegagalan itu bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Turki. Begitu juga ketegangan antara kubu militer dengan Erdogan yang terjadi beberapa kali sejak pria berusia 62 tahun itu menjalani karier politiknya.
Pada 1997, mantan Perdana Menteri Necmeddin Erbakan dipaksa mengundurkan diri oleh perwira senior militer karena menganjurkan untuk memperkuat Islamisme di Turki dan mulai berpaling dari Barat.
Erdogan, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Istanbul dan merupakan pendukung Erbakan, ditangkap serta dilarang mengejar karier di bidang politik selama lima tahun karena membacakan puisi nasionalis dan Islam di depan publik.
Washington Dituduh Dalangi Kudeta
Warga Turki bersorak usai upaya kudeta gagal (Foto: Huseyin Aldemir/Reuters)
Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Turki memanas setelah Ankara menuduh Washington ikut mendalangi upaya kudeta di Turki pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat.
Adalah Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavosoglu yang melontarkan tuduhan tersebut pada Sabtu 16 Juli 2016. Menurutnya, para pejabat Amerika telah mendalangi upaya kudeta gagal yang dilakukan militer Turki. AS menilai tuduhan Turki berbahaya bagi hubungan bilateral.
Upaya kudeta di Turki telah menewaskan 265 orang dan lebih dari 2 ribu orang lainnya terluka. Rezim Presiden Tayyip Erdogan telah merespons upaya kudeta itu dengan menindak dengan memenjarakan 2.745 hakim oposisi dan menangkap lebih dari 2.800 tentara yang dituduh bersimpati terhadap kudeta.
Tuduhan terhadap AS itu tak lepas dari sosok Fethullah Gulen, ulama oposisi Turki yang berada di AS. Gulen—teman politik Presiden Erdogan yang kini jadi musuh—telah dituduh sebagai dalang kudeta. Namun, Gulen telah menepisnya.
Tuduhan AS ikut mendalangi kudeta di Turki juga disampaikan Menteri Tenaga Kerja Turki, Suleyman Soylu. Tuduhan bahkan disampaikan secara terbuka.
”AS berada di belakang upaya kudeta. Beberapa jurnal yang diterbitkan di sana (di AS) telah (menunjukkan) kegiatan selama beberapa bulan. Selama beberapa bulan kami telah mengirim permintaan kepada AS soal Fethullah Gulen. AS harus mengekstradisi dia,” kata Soylu, Minggu (17/7/2016).
Menteri Luar Negeri AS John Kerry tak terima dengan tuduhan Turki. Kerry mengatakan tuduhan palsu dari Turki telah membahayakan persekutuan AS dan Turki di NATO.
Kerry melalui juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby mengatakan bahwa AS mendesak Turki untuk menahan untuk menjatuhkan hukuman berat setelah upaya kudeta gagal yang dilakukan militer.
”Dia (Kerry) menjelaskan bahwa AS bersedia untuk memberikan bantuan kepada otoritas Turki untuk melakukan penyelidikan ini, tapi sindiran publik atau klaim tentang peran apa pun oleh Amerika Serikat dalam upaya kudeta yang gagal, benar-benar palsu dan berbahaya bagi hubungan bilateral kita,” kata Kirby.
Partai Erdogan Dalang Kudeta Militer Tentara yang melakukan aksi kudeta di hukum warga di Turki [Reuters]
Turki dilanda kudeta militer pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat. Beruntung, kudeta tersebut berhasil digagalkan. Presiden Recep Tayyip Erdogan segera menudingkan jari kepada Fethullah Gulen dan pengikutnya sebagai dalam di balik kudeta tersebut.
Merasa tidak terima, ulama yang tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) itu menuduh balik Erdogan sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen bahkan menyamakan mantan sahabat dekatnya itu dengan pemimpin Nazi, Adolf Hitler.
“Ada kemungkinan bahwa kudeta itu dipentaskan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan. Tujuannya tidak lain adalah untuk memelihara tuduhan kepada para pengikut Gulen dan pihak militer,” ujar salah satu ulama terkemuka Turki itu di Pennsylvania, seperti dimuat Russia Today, Minggu (17/7/2016).
Erdogan juga menuntut pemerintahan Barack Obama untuk mengekstradisi pemimpin kelompok Hizmet itu dari AS. Atas tuntutan itu, Gulen mengaku tidak resah. Ia memegang kartu hijau AS sehingga mendapatkan status permanent resident meski tidak berstatus warga Negeri Paman Sam.
“Saya tidak yakin dunia akan menganggap serius tuduhan Presiden Erdogan terhadap saya,” tutur pria berusia 75 tahun itu. Pun begitu, Gulen mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan untuk mendongkel Erdogan dari posisinya.
Sedikitnya 265 orang tewas setelah usaha kudeta militer itu gagal dilaksanakan. Lebih dari 2.800 personel militer telah ditangkap dan 2.700 di antaranya dibebastugaskan. Selain itu, sekira 2.745 hakim dipecat oleh pemerintah Turki pasca kudeta tersebut. (wab)
Ulama Turki yang berada di Amerika Serikat (AS) sekaligus musuh dari Presiden Recep Tayyip Erdogan, Fethullah Gulen, membantah tuduhan bahwa ia berperan dalam kudeta di Turki. Bahkan, Gulen sendiri mengutuk keras upaya penggulingan pemerintah.
"Saya mengutuk dalam istilah terkuat terhadap usaha kudeta militer di Turki," ujar Gulen, yang telah bertahun-tahun berada di pengasingannya di AS, dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip Reuters, Sabtu (17/7/2016).
"Sebagai seseorang yang menderita di bawah beberapa kudeta militer selama lima dekade terakhir, terlebih menerima tuduhan yang menghina mempunyai hubungan dengan usaha semacam itu, saya dengan tegas membantah tuduhan tersebut," tegas Gulen.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan pemerintah telah mengatakan bahwa pengikut Gulen dalam militer bertanggung jawab atas usaha mengambil alih pemerintah pada Jumat malam dan Sabtu pagi.
Pemerintah Turki menuduh Gulen mencoba menciptakan sebuah struktur pararel di kepolisian, pengadilan, media dan angkatan bersenjata yang bertujuan untuk mengambil alih negara itu. (FIK)
Upaya Kudeta Militer Adalah Hadiah dari Tuhan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Foto: Kayhan Ozer/Reuters)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kudeta militer pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat adalah hadiah dari Tuhan. Sebab, kudeta militer tersebut adalah kesempatan bagus untuk membersihkan militer.
Pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu juga berjanji semua dalang di balik kudeta yang menewaskan 265 orang itu akan mendapatkan balasan yang setimpal.
“Kudeta militer ini adalah hadiah dari Tuhan kepada kita karena menjadi alasan untuk membersihkan militer kita,” tutur Erdogan, sebagaimana dikutip Russia Today, Minggu (17/7/2016).
Upaya kudeta pada Jumat 15 Juli malam hingga Sabtu 16 Juli dini hari yang berakhir dengan kegagalan itu bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Turki. Begitu juga ketegangan antara kubu militer dengan Erdogan yang terjadi beberapa kali sejak pria berusia 62 tahun itu menjalani karier politiknya.
Pada 1997, mantan Perdana Menteri Necmeddin Erbakan dipaksa mengundurkan diri oleh perwira senior militer karena menganjurkan untuk memperkuat Islamisme di Turki dan mulai berpaling dari Barat.
Erdogan, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Istanbul dan merupakan pendukung Erbakan, ditangkap serta dilarang mengejar karier di bidang politik selama lima tahun karena membacakan puisi nasionalis dan Islam di depan publik.
Washington Dituduh Dalangi Kudeta
Warga Turki bersorak usai upaya kudeta gagal (Foto: Huseyin Aldemir/Reuters)
Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Turki memanas setelah Ankara menuduh Washington ikut mendalangi upaya kudeta di Turki pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat.
Adalah Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavosoglu yang melontarkan tuduhan tersebut pada Sabtu 16 Juli 2016. Menurutnya, para pejabat Amerika telah mendalangi upaya kudeta gagal yang dilakukan militer Turki. AS menilai tuduhan Turki berbahaya bagi hubungan bilateral.
Upaya kudeta di Turki telah menewaskan 265 orang dan lebih dari 2 ribu orang lainnya terluka. Rezim Presiden Tayyip Erdogan telah merespons upaya kudeta itu dengan menindak dengan memenjarakan 2.745 hakim oposisi dan menangkap lebih dari 2.800 tentara yang dituduh bersimpati terhadap kudeta.
Tuduhan terhadap AS itu tak lepas dari sosok Fethullah Gulen, ulama oposisi Turki yang berada di AS. Gulen—teman politik Presiden Erdogan yang kini jadi musuh—telah dituduh sebagai dalang kudeta. Namun, Gulen telah menepisnya.
Tuduhan AS ikut mendalangi kudeta di Turki juga disampaikan Menteri Tenaga Kerja Turki, Suleyman Soylu. Tuduhan bahkan disampaikan secara terbuka.
”AS berada di belakang upaya kudeta. Beberapa jurnal yang diterbitkan di sana (di AS) telah (menunjukkan) kegiatan selama beberapa bulan. Selama beberapa bulan kami telah mengirim permintaan kepada AS soal Fethullah Gulen. AS harus mengekstradisi dia,” kata Soylu, Minggu (17/7/2016).
Menteri Luar Negeri AS John Kerry tak terima dengan tuduhan Turki. Kerry mengatakan tuduhan palsu dari Turki telah membahayakan persekutuan AS dan Turki di NATO.
Kerry melalui juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby mengatakan bahwa AS mendesak Turki untuk menahan untuk menjatuhkan hukuman berat setelah upaya kudeta gagal yang dilakukan militer.
”Dia (Kerry) menjelaskan bahwa AS bersedia untuk memberikan bantuan kepada otoritas Turki untuk melakukan penyelidikan ini, tapi sindiran publik atau klaim tentang peran apa pun oleh Amerika Serikat dalam upaya kudeta yang gagal, benar-benar palsu dan berbahaya bagi hubungan bilateral kita,” kata Kirby.
Partai Erdogan Dalang Kudeta Militer Tentara yang melakukan aksi kudeta di hukum warga di Turki [Reuters]
Turki dilanda kudeta militer pada Jumat 15 Juli 2016 malam waktu setempat. Beruntung, kudeta tersebut berhasil digagalkan. Presiden Recep Tayyip Erdogan segera menudingkan jari kepada Fethullah Gulen dan pengikutnya sebagai dalam di balik kudeta tersebut.
Merasa tidak terima, ulama yang tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) itu menuduh balik Erdogan sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen bahkan menyamakan mantan sahabat dekatnya itu dengan pemimpin Nazi, Adolf Hitler.
“Ada kemungkinan bahwa kudeta itu dipentaskan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan. Tujuannya tidak lain adalah untuk memelihara tuduhan kepada para pengikut Gulen dan pihak militer,” ujar salah satu ulama terkemuka Turki itu di Pennsylvania, seperti dimuat Russia Today, Minggu (17/7/2016).
Erdogan juga menuntut pemerintahan Barack Obama untuk mengekstradisi pemimpin kelompok Hizmet itu dari AS. Atas tuntutan itu, Gulen mengaku tidak resah. Ia memegang kartu hijau AS sehingga mendapatkan status permanent resident meski tidak berstatus warga Negeri Paman Sam.
“Saya tidak yakin dunia akan menganggap serius tuduhan Presiden Erdogan terhadap saya,” tutur pria berusia 75 tahun itu. Pun begitu, Gulen mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan untuk mendongkel Erdogan dari posisinya.
Sedikitnya 265 orang tewas setelah usaha kudeta militer itu gagal dilaksanakan. Lebih dari 2.800 personel militer telah ditangkap dan 2.700 di antaranya dibebastugaskan. Selain itu, sekira 2.745 hakim dipecat oleh pemerintah Turki pasca kudeta tersebut. (wab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.