Komisi I DPR RI mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melakukan operasi pembebasan sandera WNI oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina. Pasukan Indonesia disebut bisa masuk ke kedaulatan sebuah negara untuk misi menyelamatkan manusia.
Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, mengungkapkan dalam hukum internasional ada istilah yang dikenal dengan doktrin Humanitarian Intervention.
Artinya, militer negara asing atau pasukan yang diberikan mandat oleh PBB, bisa saja masuk ke wilayah kedaulatan sebuah negara untuk menyelamatkan nyawa manusia dan menghindari terjadinya pembunuhan massal.
"Ini pernah dilakukan Amerika Serikat di Kosovo pada tahun 1990-an. Humanitarian Intervention ini bisa dijadikan preseden pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf," kata Charles, di Jakarta, Minggu, 17 Juli 2016.
Ia mengatakan, untuk menghindari polemik, istilah operasi pembebasan lebih tepat dibandingkan dengan operasi militer. Charles mengakui undang-undang di negara Filipina memang tidak mengizinkan militer asing untuk beroperasi di wilayah kedaulatannya.
"Namun, saya rasa operasi pembebasan untuk menyelamatkan manusia tidak dilarang. Tidak beda dengan operasi-operasi penyelamatan yang melibatkan militer asing dalam hal bencana alam seperti longsor dan gempa bumi," ujar Charles.
Ia menegaskan, operasi pembebasan terhadap sandera WNI harus segera dilakukan. Kasus penyanderaan ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Menurutnya, semakin lama sandera ditahan oleh kelompok Abu Sayyaf, maka makin berbahaya pula bagi nyawa para sandera.
"Pemerintah RI sudah dengan tegas menyatakan tidak akan membayarkan uang tebusan. Sedangkan kita ketahui penculikan-penculikan ini bukan didasarkan oleh faktor ideologis, tetapi semata-mata untuk mencari uang," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa militer Filipina pasti sudah memiliki koordinat lokasi para sandera dan penyanderanya. Apalagi, kata dia, sudah ada komitmen bantuan dari Indonesia dan Malaysia.
"Apabila sumber daya intelijen militer negara-negara di kawasan bisa dimaksimalkan, saya yakin pembebasan sandera bukan hal yang mustahil dilakukan. TNI pun sudah berkali-kali menyatakan kesiapan dan kesanggupan untuk melakukan operasi pembebasan," kata Charles.
Ditambahkannya lagi, sebagai negara yang sudah meratifikasi International Convention against the Takings of Hostages (Konvensi Internasional tentang Penyanderaan), Filipina diwajibkan untuk melakukan segala upaya untuk memastikan pembebasan sandera, termasuk melalui upaya multilateral.
“Kami di Komisi I DPR mendukung penuh upaya melakukan operasi pembebasan apa pun itu bentuknya. Ini harus dilakukan segera dan tidak lagi bisa menunggu. Penyelamatan nyawa para sandera harus diutamakan di atas kepentingan politik apa pun. Ingat, kejahatan akan menang apabila orang baik tidak melakukan apa pun," tutur Charles. (ase)
Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, mengungkapkan dalam hukum internasional ada istilah yang dikenal dengan doktrin Humanitarian Intervention.
Artinya, militer negara asing atau pasukan yang diberikan mandat oleh PBB, bisa saja masuk ke wilayah kedaulatan sebuah negara untuk menyelamatkan nyawa manusia dan menghindari terjadinya pembunuhan massal.
"Ini pernah dilakukan Amerika Serikat di Kosovo pada tahun 1990-an. Humanitarian Intervention ini bisa dijadikan preseden pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf," kata Charles, di Jakarta, Minggu, 17 Juli 2016.
Ia mengatakan, untuk menghindari polemik, istilah operasi pembebasan lebih tepat dibandingkan dengan operasi militer. Charles mengakui undang-undang di negara Filipina memang tidak mengizinkan militer asing untuk beroperasi di wilayah kedaulatannya.
"Namun, saya rasa operasi pembebasan untuk menyelamatkan manusia tidak dilarang. Tidak beda dengan operasi-operasi penyelamatan yang melibatkan militer asing dalam hal bencana alam seperti longsor dan gempa bumi," ujar Charles.
Ia menegaskan, operasi pembebasan terhadap sandera WNI harus segera dilakukan. Kasus penyanderaan ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Menurutnya, semakin lama sandera ditahan oleh kelompok Abu Sayyaf, maka makin berbahaya pula bagi nyawa para sandera.
"Pemerintah RI sudah dengan tegas menyatakan tidak akan membayarkan uang tebusan. Sedangkan kita ketahui penculikan-penculikan ini bukan didasarkan oleh faktor ideologis, tetapi semata-mata untuk mencari uang," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa militer Filipina pasti sudah memiliki koordinat lokasi para sandera dan penyanderanya. Apalagi, kata dia, sudah ada komitmen bantuan dari Indonesia dan Malaysia.
"Apabila sumber daya intelijen militer negara-negara di kawasan bisa dimaksimalkan, saya yakin pembebasan sandera bukan hal yang mustahil dilakukan. TNI pun sudah berkali-kali menyatakan kesiapan dan kesanggupan untuk melakukan operasi pembebasan," kata Charles.
Ditambahkannya lagi, sebagai negara yang sudah meratifikasi International Convention against the Takings of Hostages (Konvensi Internasional tentang Penyanderaan), Filipina diwajibkan untuk melakukan segala upaya untuk memastikan pembebasan sandera, termasuk melalui upaya multilateral.
“Kami di Komisi I DPR mendukung penuh upaya melakukan operasi pembebasan apa pun itu bentuknya. Ini harus dilakukan segera dan tidak lagi bisa menunggu. Penyelamatan nyawa para sandera harus diutamakan di atas kepentingan politik apa pun. Ingat, kejahatan akan menang apabila orang baik tidak melakukan apa pun," tutur Charles. (ase)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.