Flanker Indonesia [Kaskus] ○
Bagai cerita kucing dan tikus, begitu gambaran persoalan perbatasan klaim teritori Indonesia dan Malaysia di wilayah Ambalat Kalimantan Utara. Ketika kucing mempertajam mata telinganya dengan mendatangkan 1 flight jet tempur ke Tarakan, maka si tikus bersembunyi sambil bersiasat. Atau sekali dua kali melempar drone ke Sebatik dan Ambalat untuk menguji ketajaman radar Indonesia. Nah begitu flight jet tempur Indonesia kembali ke home base si tikus kembali berpesta dengan berlagak sebagai jagoan.
Demikian juga dengan patroli laut oleh KRI. Jika KRI yang berpatroli berjenis fregat atau korvet, si tikus tiarap atau balik badan. Tetapi jika KRI berlabuh di Tarakan untuk isi ulang logistik maka tikus tadi keluar sarang bahkan kadang-kadang berlagak mengerahkan kapal selamnya yang bermarkas di teluk Sepanggar untuk menguji kemampuan deteksi angkatan laut Indonesia. Itulah fakta yang terjadi di lapangan padahal patroli militer Indonesia bukan hanya di kawasan itu. Masih banyak hot spot lain yang harus diawasi misalnya perairan Natuna, Selat Malaka, Laut Arafuru dan Laut Timor.
Persoalannya adalah masih kurangnya ketersediaan alutsista berbagai jenis yang harus dimiliki. Atau meski sudah banyak alutsista yang dipesan namun kedatangannya tidak sesuai target pengadaan. Contohnya pesanan 24 jet tempur F16 blok 52 yang mestinya seluruhnya sudah datang pada akhir tahun 2015, ternyata sampai akhir Juli 2015 baru 9 unit yang datang. Demikian juga dengan kedatangan alutsista jenis lain seperti MBT Leopard, Astross, Caesar Nexter, Super Tucano dan lain-lain tidak tepat waktu.
Negeri seluas Indonesia ini harus banyak memiliki kapal perang dan jet tempur. Dua jenis alutsista ini mutlak diperlukan sebagai alat pukul dan alat sengat manakala ada gangguan ancaman terhadap teritori. Untuk angkatan udara kita harus punya alat sengat yang mampu membuat pihak luar berpikir ulang untuk mencoba mengganggu. Makanya pantas sekali ada percepatan pengadaan alutsista baik yang sudah dipesan maupun yang akan dipesan. Jika kedatangan 24 jet tempur F16 bisa diselesaikan akhir tahun ini maka sirkulasi dan pergantian shift patroli untuk menjaga Ambalat dan Natuna lebih “lapang di dada”. Jet tempur F16 lebih efisien untuk patroli udara dibanding Sukhoi. Jadi Sukhoi lebih banyak disimpan sebagai kekuatan pukul strategis.
Demikian juga dengan pengadaan jet tempur pengganti atau jet tempur tambahan. Paling tidak kita harus mampu merealisasikan 1 skuadron pengganti jet tempur F5E dan 1 skuadron jet tempur tambahan sampai tahun 2020 ini. Dengan begitu maka alokasi sebaran jet tempur akan lebih luwes dan leluasa untuk ditandangkan ke seluruh kawasan hot spot tanah air. Kita berharap pengganti jet tempur F5E tetap konsisten dengan Sukhoi SU35 untuk memastikan ketersedian Sukhoi Family dalam jumlah yang memadai.Proses produksi PKR 10514 [carganico] ○
Untuk kekuatan armada tempur laut tambahan KRI baru jelas diperlukan. Maka kita menyambut baik adanya tambahan pesanan 4 KRI berjenis kelamin PKR 10514 menyusul 2 unit yang sedang dibuat di galangan kapal Damen Schelde Belanda dan PT PAL. Dengan begitu diharapkan realisasi 6 KRI dapat dipenuhi sampai tahun 2020 dengan model pengerjaan pembuatan kapal saling bersinergi dan paralel antara dua perusahaan industri pertahanan ini. Untuk diketahui PT PAL mendapat lisensi dari Belanda memproduksi sampai 20 KRI jenis perusak kawal rudal ini.
Seperti kita ketahui PT PAL saat ini sedang disibukkan dengan berbagai order kapal perang seperti proyek 2 LPD untuk Filipina, proyek 16 KCR 60 m untuk TNI AL yang saat ini sudah sampai pada kapal keempat. Paling strategis tentu kerjasama pembuatan kapal selam dengan Korea Selatan. Saat ini sedang dibangun 2 kapal selam jenis Changbogo di Korsel sementara kapal selam ketiga akan dibangun di PT PAL tahun 2017 dengan supervisi Korsel. Jadi nantinya PT PAL diharapkan akan mampu membuat kapal selam jenis ini mulai dari kapal selam keempat dan seterusnya minimal sampai delapan unit.
Hal yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan model pertahanan terpadu di Natuna. Ini merupakan proyek strategis yang berpacu dengan waktu. Pangkalan AL dan AU di Natuna harus mampu menyediakan logistik ulang dan amunisi bagi kapal perang, jet tempur dan pesawat pengintai. Ini pekerjaan besar tetapi juga demi mengantisipasi kekuatan besar yang lagi mabuk dan berselingkuh dengan teritori negara lain. Kita berharap di Natuna ada ketersediaan 1 skuadron jet tempur sepanjang tahun bersama belasan KRI berbagai jenis untuk memastikan kekuatan beton garis depan teritori.
Demikian juga di Tarakan minimal tersedia 1 flight jet tempur setiap saat, bukan kadang-kadang, termasuk ketersediaan sejumlah KRI. Catatan kita adalah dengan membangun pangkalan militer di Natuna akan berdampak pada konsentrasi kekuatan Malaysia yang mau tak mau terpecah. Natuna bisa jadi kartu truft bagi Indonesia manakala konflik Ambalat memanas. Misalnya dengan memotong jalur logistik negeri jiran itu. Yang jelas pembangunan pangkalan militer di Natuna membuat Malaysia seperti ditikam dari belakang padahal kita tidak merasa menikam.
Oleh sebab itu tidak bisa tidak isian alutsista TNI dalam kuantitas besar dan kualitas terkini harus terus diupayakan cepat pesan dan cepat datang. Kita optimis bahwa dalam periode lima tahun ini akan banyak didatangkan pesanan baru disamping kedatangan alutsista pesanan periode sebelumnya. Kunjungan Presiden Jokowi ke AS Nopember tahun ini dan kunjungan PM Inggris barusan tentu membawa misi kerjasama pertahanan alias daftar belanja alutsista yang ditawarkan atau yang diinginkan.
Tidak akan ada gangguan teritori manakala kekuatan alutsista kita gahar kuantitas dan kualitasnya. Tidak sampai terjadi model perseteruan kucing-kucingan seperti yang terjadi di Ambalat jika Tarakan dan Nunukan dilapis kekuatan pre emptive strike dengan kehadiran jet tempur, radar dan rudal serta KRI dalam sinergi interoperabilitas. Sudah saatnya kita percepat isian alutsista segala matra agar tidak ada lagi permainan kucing-kucingan karena tujuan besar kita adalah menghalau semburan naga. Kita persiapkan alutsista kita menjadi macan dan tetangga usil pasti akan tahu diri dan berusaha menjadi kucing tetapi kita sudah berubah menjadi macan.
****
Jagarin Pane / 29 Juli 2015
Bagai cerita kucing dan tikus, begitu gambaran persoalan perbatasan klaim teritori Indonesia dan Malaysia di wilayah Ambalat Kalimantan Utara. Ketika kucing mempertajam mata telinganya dengan mendatangkan 1 flight jet tempur ke Tarakan, maka si tikus bersembunyi sambil bersiasat. Atau sekali dua kali melempar drone ke Sebatik dan Ambalat untuk menguji ketajaman radar Indonesia. Nah begitu flight jet tempur Indonesia kembali ke home base si tikus kembali berpesta dengan berlagak sebagai jagoan.
Demikian juga dengan patroli laut oleh KRI. Jika KRI yang berpatroli berjenis fregat atau korvet, si tikus tiarap atau balik badan. Tetapi jika KRI berlabuh di Tarakan untuk isi ulang logistik maka tikus tadi keluar sarang bahkan kadang-kadang berlagak mengerahkan kapal selamnya yang bermarkas di teluk Sepanggar untuk menguji kemampuan deteksi angkatan laut Indonesia. Itulah fakta yang terjadi di lapangan padahal patroli militer Indonesia bukan hanya di kawasan itu. Masih banyak hot spot lain yang harus diawasi misalnya perairan Natuna, Selat Malaka, Laut Arafuru dan Laut Timor.
Persoalannya adalah masih kurangnya ketersediaan alutsista berbagai jenis yang harus dimiliki. Atau meski sudah banyak alutsista yang dipesan namun kedatangannya tidak sesuai target pengadaan. Contohnya pesanan 24 jet tempur F16 blok 52 yang mestinya seluruhnya sudah datang pada akhir tahun 2015, ternyata sampai akhir Juli 2015 baru 9 unit yang datang. Demikian juga dengan kedatangan alutsista jenis lain seperti MBT Leopard, Astross, Caesar Nexter, Super Tucano dan lain-lain tidak tepat waktu.
Negeri seluas Indonesia ini harus banyak memiliki kapal perang dan jet tempur. Dua jenis alutsista ini mutlak diperlukan sebagai alat pukul dan alat sengat manakala ada gangguan ancaman terhadap teritori. Untuk angkatan udara kita harus punya alat sengat yang mampu membuat pihak luar berpikir ulang untuk mencoba mengganggu. Makanya pantas sekali ada percepatan pengadaan alutsista baik yang sudah dipesan maupun yang akan dipesan. Jika kedatangan 24 jet tempur F16 bisa diselesaikan akhir tahun ini maka sirkulasi dan pergantian shift patroli untuk menjaga Ambalat dan Natuna lebih “lapang di dada”. Jet tempur F16 lebih efisien untuk patroli udara dibanding Sukhoi. Jadi Sukhoi lebih banyak disimpan sebagai kekuatan pukul strategis.
Demikian juga dengan pengadaan jet tempur pengganti atau jet tempur tambahan. Paling tidak kita harus mampu merealisasikan 1 skuadron pengganti jet tempur F5E dan 1 skuadron jet tempur tambahan sampai tahun 2020 ini. Dengan begitu maka alokasi sebaran jet tempur akan lebih luwes dan leluasa untuk ditandangkan ke seluruh kawasan hot spot tanah air. Kita berharap pengganti jet tempur F5E tetap konsisten dengan Sukhoi SU35 untuk memastikan ketersedian Sukhoi Family dalam jumlah yang memadai.Proses produksi PKR 10514 [carganico] ○
Untuk kekuatan armada tempur laut tambahan KRI baru jelas diperlukan. Maka kita menyambut baik adanya tambahan pesanan 4 KRI berjenis kelamin PKR 10514 menyusul 2 unit yang sedang dibuat di galangan kapal Damen Schelde Belanda dan PT PAL. Dengan begitu diharapkan realisasi 6 KRI dapat dipenuhi sampai tahun 2020 dengan model pengerjaan pembuatan kapal saling bersinergi dan paralel antara dua perusahaan industri pertahanan ini. Untuk diketahui PT PAL mendapat lisensi dari Belanda memproduksi sampai 20 KRI jenis perusak kawal rudal ini.
Seperti kita ketahui PT PAL saat ini sedang disibukkan dengan berbagai order kapal perang seperti proyek 2 LPD untuk Filipina, proyek 16 KCR 60 m untuk TNI AL yang saat ini sudah sampai pada kapal keempat. Paling strategis tentu kerjasama pembuatan kapal selam dengan Korea Selatan. Saat ini sedang dibangun 2 kapal selam jenis Changbogo di Korsel sementara kapal selam ketiga akan dibangun di PT PAL tahun 2017 dengan supervisi Korsel. Jadi nantinya PT PAL diharapkan akan mampu membuat kapal selam jenis ini mulai dari kapal selam keempat dan seterusnya minimal sampai delapan unit.
Hal yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan model pertahanan terpadu di Natuna. Ini merupakan proyek strategis yang berpacu dengan waktu. Pangkalan AL dan AU di Natuna harus mampu menyediakan logistik ulang dan amunisi bagi kapal perang, jet tempur dan pesawat pengintai. Ini pekerjaan besar tetapi juga demi mengantisipasi kekuatan besar yang lagi mabuk dan berselingkuh dengan teritori negara lain. Kita berharap di Natuna ada ketersediaan 1 skuadron jet tempur sepanjang tahun bersama belasan KRI berbagai jenis untuk memastikan kekuatan beton garis depan teritori.
Demikian juga di Tarakan minimal tersedia 1 flight jet tempur setiap saat, bukan kadang-kadang, termasuk ketersediaan sejumlah KRI. Catatan kita adalah dengan membangun pangkalan militer di Natuna akan berdampak pada konsentrasi kekuatan Malaysia yang mau tak mau terpecah. Natuna bisa jadi kartu truft bagi Indonesia manakala konflik Ambalat memanas. Misalnya dengan memotong jalur logistik negeri jiran itu. Yang jelas pembangunan pangkalan militer di Natuna membuat Malaysia seperti ditikam dari belakang padahal kita tidak merasa menikam.
Oleh sebab itu tidak bisa tidak isian alutsista TNI dalam kuantitas besar dan kualitas terkini harus terus diupayakan cepat pesan dan cepat datang. Kita optimis bahwa dalam periode lima tahun ini akan banyak didatangkan pesanan baru disamping kedatangan alutsista pesanan periode sebelumnya. Kunjungan Presiden Jokowi ke AS Nopember tahun ini dan kunjungan PM Inggris barusan tentu membawa misi kerjasama pertahanan alias daftar belanja alutsista yang ditawarkan atau yang diinginkan.
Tidak akan ada gangguan teritori manakala kekuatan alutsista kita gahar kuantitas dan kualitasnya. Tidak sampai terjadi model perseteruan kucing-kucingan seperti yang terjadi di Ambalat jika Tarakan dan Nunukan dilapis kekuatan pre emptive strike dengan kehadiran jet tempur, radar dan rudal serta KRI dalam sinergi interoperabilitas. Sudah saatnya kita percepat isian alutsista segala matra agar tidak ada lagi permainan kucing-kucingan karena tujuan besar kita adalah menghalau semburan naga. Kita persiapkan alutsista kita menjadi macan dan tetangga usil pasti akan tahu diri dan berusaha menjadi kucing tetapi kita sudah berubah menjadi macan.
****
Jagarin Pane / 29 Juli 2015
★ analisisalutsista
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.