Kelilingi Langit Jogja
Marsekal Agus Supriatna saat menaiki T-34 Charlie di Shelter Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto, Senin (25/7/2016). (FOTO IST/PENTAK ADS) ○
Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna menerbangkan pesawat latih tua T-34 Charlie yang bermarkas di Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto, Senin (25/7/2016) pagi.
Agus dalam posisi backseater sukses melakukan airborne dan mendarat bersama Letkol Pnb H. M. Kisha nyaris 60 menit dalam penerbangan napak tilas Hari Bhakti TNI AU ke-59 tersebut.
Salah satu pesawat yang dipilih untuk dibesut orang nomor satu di TNI AU itu adalah Charlie dengan nomor ekor LD-3423. Pesawat ini telah dioperasikan untuk mendukung latihan Sekbang TNI AU sejak 1979. Bahkan, semasa menjabat sebagai Komandan Skadik 102 Lanud Adisutjipto, Kasau kerap membawa pesawat ini.
Jauh hari sebelum dinaiki Kasau, tubuh sang turbo mentor T-34 Charlie dimodifikasi sedemikian rupa. Termasuk diberikan atribusi penerbang di badan kokpit sisi depan dengan tulisan nama lengkap Kasau dengan callsign Dingo-nya.
Melakukan penerbangan sejak pukul 08.30 WIB hingga 09.30 WIB, dengan posisi pesawat paling depan, Kasau dikawal enam pesawat KT-01 Woong Bee dengan membentuk huruf V. Pengawalnya adalah anggota tim aerobatik The Jupiter serta Danlanud Adisutjipto Marsma TNI Imran Baidirus. Kasau melakukan penerbangan di aerodrome Lanud Adisutjipto mulai dari kawasan Prambanan, Merapi hingga Borobudur Magelang.
“Suara pesawat [T-34 C] masih khas membawa nuansa seperti 34 silam, saat kami melakukan latihan [menerbangkan pesawat],” ungkap Kasau Marsekal TNI Agus Supriatna, Senin (25/7/2016).
Baginya T-34 Charlie sangat berkesan dan menyimpan banyak kenangan saat mengudara. Merasakan kembali langsung menerbangkan Charlie, Agus mengakui ketangguhan pesawat ini meski telah berusia tua namun tetap masih layak terbang.
Pesawat ini telah menghasilkan ratusan penerbang militer yang memperkuat seluruh skuadron di Indonesia. Oleh karena itu, Agus menilai penerbangannya bersama T-34 memiliki makna ketangguhan dan kekuatan dirgantara.
“Kita harus menghargai makna sejarah dan budaya dimana kekuatan dirgantara itu dilahirkan [Lanud Adisutjipto],” imbuh dia.
Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna menerbangkan pesawat latih tua T-34 Charlie yang bermarkas di Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto, Senin (25/7/2016) pagi.
Agus dalam posisi backseater sukses melakukan airborne dan mendarat bersama Letkol Pnb H. M. Kisha nyaris 60 menit dalam penerbangan napak tilas Hari Bhakti TNI AU ke-59 tersebut.
Salah satu pesawat yang dipilih untuk dibesut orang nomor satu di TNI AU itu adalah Charlie dengan nomor ekor LD-3423. Pesawat ini telah dioperasikan untuk mendukung latihan Sekbang TNI AU sejak 1979. Bahkan, semasa menjabat sebagai Komandan Skadik 102 Lanud Adisutjipto, Kasau kerap membawa pesawat ini.
Jauh hari sebelum dinaiki Kasau, tubuh sang turbo mentor T-34 Charlie dimodifikasi sedemikian rupa. Termasuk diberikan atribusi penerbang di badan kokpit sisi depan dengan tulisan nama lengkap Kasau dengan callsign Dingo-nya.
Melakukan penerbangan sejak pukul 08.30 WIB hingga 09.30 WIB, dengan posisi pesawat paling depan, Kasau dikawal enam pesawat KT-01 Woong Bee dengan membentuk huruf V. Pengawalnya adalah anggota tim aerobatik The Jupiter serta Danlanud Adisutjipto Marsma TNI Imran Baidirus. Kasau melakukan penerbangan di aerodrome Lanud Adisutjipto mulai dari kawasan Prambanan, Merapi hingga Borobudur Magelang.
“Suara pesawat [T-34 C] masih khas membawa nuansa seperti 34 silam, saat kami melakukan latihan [menerbangkan pesawat],” ungkap Kasau Marsekal TNI Agus Supriatna, Senin (25/7/2016).
Baginya T-34 Charlie sangat berkesan dan menyimpan banyak kenangan saat mengudara. Merasakan kembali langsung menerbangkan Charlie, Agus mengakui ketangguhan pesawat ini meski telah berusia tua namun tetap masih layak terbang.
Pesawat ini telah menghasilkan ratusan penerbang militer yang memperkuat seluruh skuadron di Indonesia. Oleh karena itu, Agus menilai penerbangannya bersama T-34 memiliki makna ketangguhan dan kekuatan dirgantara.
“Kita harus menghargai makna sejarah dan budaya dimana kekuatan dirgantara itu dilahirkan [Lanud Adisutjipto],” imbuh dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.