Twitter TNI AU ○
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispen TNI AU) telah berganti tampuk kepemimpinan dari Marsma TNI Dwi Badarmanto ke tangan Marsma TNI Wieko Sofyan.
Pria berusia paruh baya itu cukup ramah menerima kedatangan VIVA.co.id. Dengan disertai canda tawa, dia bercerita mengenai visi dan misinya setelah dua bulan menjabat.
Marsma Wieko juga membocorkan beberapa isu terkait dengan pro kontra Project Loon, sampai kriteria pesawat yang diinginkan pihak TNI AU. Yang terpenting, dia membeberkan rahasia dapur media sosial milik TNI AU, terutama akun Twitter yang banyak diperbincangkan di dunia maya.
Berikut wawancara lengkap dengan Marsma Wieko di kantornya beberapa waktu lalu.
Baru dua bulan menjabat Kadispen AU, apa misi ke depan?
Misi tidak khusus secara pribadi, tapi meneruskan apa yang sudah dirintis pendahulu saya, menjadikan institusi yang bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang TNI AU.
Ada Strategi Baru?
Saya hanya mencoba berkreasi. Dari media sosial yang kita punya, akan diperkenalkan TNI AU, mungkin ke depan bisa live, memperkenalkan salah satu tokoh di TNI AU, insitusi atau satuan-satuan di lapangan udara.
Apa urgensinya menggunakan media sosial?
Media sosial itu sudah menjadi keharusan, sudah menjadi tuntutan sekarang ini.
Bagaimana proses memposting konten di media sosial TNI AU?
Ada tim di TNI AU. Per minggu kita selalu evaluasi, mana yang harus kita waspadai, mana yang harus kita luruskan, mana yang perlu kita tingkatkan. Pimpinan verifikasi, dalam hal ini pimpinan Kepala Satuan AU.
Mencoba menggiring opini publik?
Secara langsung mungkin enggak, ya tentu ada mengarah ke sana, apalagi kalau memang pemberitaan tersebut berkaitan dengan nama baik TNI AU, personil TNI AU, kegiatan TNI AU kita mencoba untuk tentu untuk bisa meluruskan.
TNI AU kan biasanya tegas tapi di Twitter itu terkesan humanis. Mengapa seperti itu?
Itu kebijakan pimpinan, bagaimana agar bisa lebih dekat lagi kepada masyarakat, berbaur, syukur-syukur masyarakat bisa bergabung dengan TNI AU. Tapi tetap ada batasannya. Gaul tapi tidak menghilangkan karakter sebagai institusi militer.
Timnya ada berapa orang untuk mengelola medsos itu?
Resminya sih memang ada 5. Tapi berubah-ubah. Rata-rata kami pilih karena mereka aktif di medsos. Ada yang masih muda, ada yang umur 40. Urus Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube.
Tak berniat dikembangkan?
Ya itu dilihat dari kebutuhannya juga nanti. Ke depan harusnya ada tim khusus karena kemajuan teknologi tidak bisa abaikan, harus ada yang benar-benar concern. Yang jelas dampak medsos cukup signifikan. Ketertarikan untuk bergabung ke TNI AU meningkat. Pernah dapat penghargaan juga dari The Marketeers. Padahal tak ada training khusus untuk tim medsos.
Kalau misal ada kejadian, kecelakaan pesawat, itu bagaimana tugas tim medsos?
Itu memang sesuatu yang kita waspadai. Ada SOP-nya. Jalurnya, ada yang mencari informasi kejadian sebenarnya, ada yang mencari personel yang terkait kejadian, cari info alutsistanya, itu baru disampaikan kepada saya selaku Dispen untuk menginformasikan keluar. Ada batasan penyampaian keluar, apalagi dalam bentuk foto.
Soal Alutsista, antisipasi kemajuan pesawat bagaimana karena kemarin banyak kecelakaan?
Keinginan ke depan, alutsista yang kita miliki itu adalah yang terbaik. Kami ingin pesawat baru, bukan pesawat hibah. Tapi kita hanya bisa berharap karena kebijakan itu ada di Kemenhan.
Tapi ada rencana beli yang baru?
Ya, pesawat tempur. Sukhoi 35 dari Rusia, yang akan menggantikan pesawat F5. Meskipun sampai sekarang, yang saya dengar dari Kemenhan, masih ada beberapa yang hal yang mesti diselesaikan.
Project loon di perbatasan, kabarnya belum dapat persetujuan dari AU?
Semua yang berkaitan dengan masalah ketinggian harus dikomunikasikan kepada TNI AU, dalam hal ini pangkalan terdekat, atau Kementerian Perhubungan karena berkaitan dengan keamanan penerbangan. Drone juga sama. Tapi jika kemajuan teknologi tidak buruk, harusnya diatur, diarahkan. Kalau tidak diatur bahaya.
Ada info, TNI AU merekrut pasukan penerbang drone?
Kita punya satuan untuk mengelola masalah potensi dirgantara, salah satunya adalah aeromodeling, drone adalah aeromodeling. Menurut saya, suatu hal menarik dan strategis untuk dikembangkan. TNI AU mencoba mewadahi, nantinya bisa dikembangkan. Drone bisa dibuat alutsista. Kita punya beberapa, beroperasi di perbatasan, Jayapura, Natuna.
Ngomong-ngomong, pesawat yang bagus produksi mana?
Masalah bagus relatif. Kita juga pertimbangkan masalah politis. Sementara ini pesawat dikuasai dua negara, AS dan Rusia. Bung Karno pilih pesawat Rusia, Orde Baru masuk ke produksi Barat (AS). Yang jelas, hubungan diplomatik cukup menentukan. Kita juga punya pesawat buatan PT DI tapi bukan pesawat tempur. (umi)
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispen TNI AU) telah berganti tampuk kepemimpinan dari Marsma TNI Dwi Badarmanto ke tangan Marsma TNI Wieko Sofyan.
Pria berusia paruh baya itu cukup ramah menerima kedatangan VIVA.co.id. Dengan disertai canda tawa, dia bercerita mengenai visi dan misinya setelah dua bulan menjabat.
Marsma Wieko juga membocorkan beberapa isu terkait dengan pro kontra Project Loon, sampai kriteria pesawat yang diinginkan pihak TNI AU. Yang terpenting, dia membeberkan rahasia dapur media sosial milik TNI AU, terutama akun Twitter yang banyak diperbincangkan di dunia maya.
Berikut wawancara lengkap dengan Marsma Wieko di kantornya beberapa waktu lalu.
Baru dua bulan menjabat Kadispen AU, apa misi ke depan?
Misi tidak khusus secara pribadi, tapi meneruskan apa yang sudah dirintis pendahulu saya, menjadikan institusi yang bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang TNI AU.
Ada Strategi Baru?
Saya hanya mencoba berkreasi. Dari media sosial yang kita punya, akan diperkenalkan TNI AU, mungkin ke depan bisa live, memperkenalkan salah satu tokoh di TNI AU, insitusi atau satuan-satuan di lapangan udara.
Apa urgensinya menggunakan media sosial?
Media sosial itu sudah menjadi keharusan, sudah menjadi tuntutan sekarang ini.
Bagaimana proses memposting konten di media sosial TNI AU?
Ada tim di TNI AU. Per minggu kita selalu evaluasi, mana yang harus kita waspadai, mana yang harus kita luruskan, mana yang perlu kita tingkatkan. Pimpinan verifikasi, dalam hal ini pimpinan Kepala Satuan AU.
Mencoba menggiring opini publik?
Secara langsung mungkin enggak, ya tentu ada mengarah ke sana, apalagi kalau memang pemberitaan tersebut berkaitan dengan nama baik TNI AU, personil TNI AU, kegiatan TNI AU kita mencoba untuk tentu untuk bisa meluruskan.
TNI AU kan biasanya tegas tapi di Twitter itu terkesan humanis. Mengapa seperti itu?
Itu kebijakan pimpinan, bagaimana agar bisa lebih dekat lagi kepada masyarakat, berbaur, syukur-syukur masyarakat bisa bergabung dengan TNI AU. Tapi tetap ada batasannya. Gaul tapi tidak menghilangkan karakter sebagai institusi militer.
Timnya ada berapa orang untuk mengelola medsos itu?
Resminya sih memang ada 5. Tapi berubah-ubah. Rata-rata kami pilih karena mereka aktif di medsos. Ada yang masih muda, ada yang umur 40. Urus Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube.
Tak berniat dikembangkan?
Ya itu dilihat dari kebutuhannya juga nanti. Ke depan harusnya ada tim khusus karena kemajuan teknologi tidak bisa abaikan, harus ada yang benar-benar concern. Yang jelas dampak medsos cukup signifikan. Ketertarikan untuk bergabung ke TNI AU meningkat. Pernah dapat penghargaan juga dari The Marketeers. Padahal tak ada training khusus untuk tim medsos.
Kalau misal ada kejadian, kecelakaan pesawat, itu bagaimana tugas tim medsos?
Itu memang sesuatu yang kita waspadai. Ada SOP-nya. Jalurnya, ada yang mencari informasi kejadian sebenarnya, ada yang mencari personel yang terkait kejadian, cari info alutsistanya, itu baru disampaikan kepada saya selaku Dispen untuk menginformasikan keluar. Ada batasan penyampaian keluar, apalagi dalam bentuk foto.
Soal Alutsista, antisipasi kemajuan pesawat bagaimana karena kemarin banyak kecelakaan?
Keinginan ke depan, alutsista yang kita miliki itu adalah yang terbaik. Kami ingin pesawat baru, bukan pesawat hibah. Tapi kita hanya bisa berharap karena kebijakan itu ada di Kemenhan.
Tapi ada rencana beli yang baru?
Ya, pesawat tempur. Sukhoi 35 dari Rusia, yang akan menggantikan pesawat F5. Meskipun sampai sekarang, yang saya dengar dari Kemenhan, masih ada beberapa yang hal yang mesti diselesaikan.
Project loon di perbatasan, kabarnya belum dapat persetujuan dari AU?
Semua yang berkaitan dengan masalah ketinggian harus dikomunikasikan kepada TNI AU, dalam hal ini pangkalan terdekat, atau Kementerian Perhubungan karena berkaitan dengan keamanan penerbangan. Drone juga sama. Tapi jika kemajuan teknologi tidak buruk, harusnya diatur, diarahkan. Kalau tidak diatur bahaya.
Ada info, TNI AU merekrut pasukan penerbang drone?
Kita punya satuan untuk mengelola masalah potensi dirgantara, salah satunya adalah aeromodeling, drone adalah aeromodeling. Menurut saya, suatu hal menarik dan strategis untuk dikembangkan. TNI AU mencoba mewadahi, nantinya bisa dikembangkan. Drone bisa dibuat alutsista. Kita punya beberapa, beroperasi di perbatasan, Jayapura, Natuna.
Ngomong-ngomong, pesawat yang bagus produksi mana?
Masalah bagus relatif. Kita juga pertimbangkan masalah politis. Sementara ini pesawat dikuasai dua negara, AS dan Rusia. Bung Karno pilih pesawat Rusia, Orde Baru masuk ke produksi Barat (AS). Yang jelas, hubungan diplomatik cukup menentukan. Kita juga punya pesawat buatan PT DI tapi bukan pesawat tempur. (umi)
★ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.