Memproduksi helikopter hingga komponen pesawat Airbus. Triliunan.
Pesawat C 295 |
Soal proyek besar itu disampaikan Menteri Badan Usaha Negara (BUMN) Dahlan Iskan kepada para wartawan Jumat 7 September 2012. Setelah lunglai bertahun-tahun, Dahlan menyebut perusahaan itu kini dalam masa rawat jalan, setelah sebelumnya rawat nginap.
Perusahaan itu sedang mengerjakan kontrak pekerjaan senilai di atas Rp 7 triliun. Semua proyek itu harus tuntas dalam tiga tahun. Ada banyak jenis proyeknya. Dari membuat helikopter, pesawat CN-212 hingga pembuatan komponen Airbus.
Tentu saja petinggi perusahaan itu gembira dengan kepercayaan itu. "Mereka melaporkan bahwa belum pernah dalam sejarah PT Dirgantara Indonesia mendapatkan pekerjaan sebanyak sekarang ini, termasuk sejak waktu masih bernama IPTN," kata Dahlan Iskan.
Perusahaan itu memang dulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Nyaris bangkrut ketika krisis ekonomi menggulung Indonesia tahun 1998. Awal tahun 2000 perusahaan ini direstukturisasi dan berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia.
Dahlan menganjurkan agar perusahaan itu sebaiknya fokus menuntaskan semua pesanan yang sudah ada, sebelum merencanakan pengembangan perusahaan lebih lanjut. Sebagai pasien rawat jalan, kata Dahlan, Dirgantara Indonesia jangan disuruh lari marathon dulu. Nanti bangkrut di tengah jalan. “Biarlah senam dulu kemudian jogging dulu baru kelak di suruh lari," katanya.
Kelak ketika sudah sembuh total, dia bisa diajak berlari kencang. Dahlan menyarankan agar perusahaan itu membangun CN-295. Persiapan ke arah sana sedang dilakukan.
Saat ini terdapat 25-50 engineer perusahaan itu berada di Spanyol untuk mendalami teknologi CN-295. Pemerintah memang berencana membeli 9 pesawat CN-295 dari PT DI untuk operasional TNI senilai US$ 325 juta.
Dalam Negeri dan Luar Negeri
N-219 |
Nilai kontrak ini cukup besar. US$ 115 juta atau sekitar Rp 1,14 triliun. Enam dari helikopter itu adalah pesanan Tentara Nasional Indonesia dan empat lain pesanan Badan SAR Nasional. Perusahaan ini, kata Vice President Marketing & Sales Aircraft Integration PTDI Arie Wibowo saat itu, juga sedang melakukan pendekatan dengan TNI Angkatan Laut. Pendekatan juga dilakukan dengan banyak kalangan.
Ongkos produksi untuk pembuatan satu unit helikopter, kata Arie saat itu, mencapai 60-70 persen dari nilai kontrak. Untuk diketahui bahwa satu unit helikopter diperkirakan bernilai sekitar US$ 11,5 juta, sebab kontrak 10 helikopter itu senilai US$ 115 juta.
Darimana dananya? Untuk pembiayaan, kata Arie saat itu, bersumber dari kredit ekspor yang bersumber dari APBN sebesar 15 persen dan sisanya sebesar 85 persen dari pinjaman. Sejumlah bank yang dibidik saat itu adalah Bank Exim Amerika dan institusi pembiayaan di Eropa. Juga dari bank di dalam negeri.
Perusahaan ini sesungguhnya dalam keadaan siap produksi. Peralatan cukup lengkap dengan tenaga ahli yang mumpuni. Perusahaan ini bahkan sanggup memproduksi helikopter jenis Bell-412 EP sedikitnya 4-6 unit per tahun. Helikopter sebanyak itu bisa diproduksi 18 setelah kontrak pengadaan ditandatangani.
Perusahaan ini juga telah memperoleh kontrak pengadaan pesawat CN-235 sebanyak tiga unit dari TNI AL dan empat unit dari Korea Selatan. Total kontrak pembelian pesawat tersebut mencapai US$ 100 juta. "Tahun 2010, mulai deliver," katanya. Selain Korea Selatan, negara yang juga berminat memesan pesawat CN-235 adalah Spanyol.
CN-235 merupakan pesawat angkut turboprop bermesin dua, yang masuk kategori kelas menengah. Pesawat turboprop merupakan pesawat terbang dengan turbin gas yang terhubung ke baling-baling, untuk menggerakkan pesawat. Memiliki nama sandi Tetuko (nama lain Gatotkaca), CN-235 merupakan pesawat hasil kerja sama IPTN dulu dengan CASA dari Spanyol.
Selain itu, PT Merpati Nusantra Airlines juga berencana memborong 20 pesawat N-212 buatan PT Dirgantara Indonesia seharga US$ 7 juta atau Rp 66,03 miliar per unit. Pesawat N-212 merupakan produk CASA yang lisensinya telah dibeli PT DI untuk diproduksi di Indonesia.
Untuk mendukung bisnisnya, PT DI di awal tahun mendapat dana pinjaman sebesar Rp 1 triliun untuk pembuatan pesawat pesanan Kementerian Pertahanan. Pinjaman tersebut untuk menalangi operasional agar pekerjaan dari Kemenhan tetap berjalan. "Supaya dapat kerja. Toh dana itu nantinya akan dapat penggantian dari APBN kalau sudah turun," ujar Dahlan.
Apalagi anggaran Kementerian Pertahanan mendapatkan kucuran dana paling tinggi diantara semua Kementerian/Lembaga. Dalam RAPBN 2012 disebutkan anggaran Kemenhan sebesar Rp 72,93 triliun atau naik 5,95 persen dibanding anggaran tahun lalu.
Negara seperti Kazakhstan juga tertarik bekerjasam memproduksi bersama pesawat N-219. Menko Perekonomian Hatta Rajasa pernah menyatakan PT DI bersama perusahaan dari Kazakhstan bekerjasama memproduksi pesawat N-219.
Pesawat N-219 sendiri tengah dikembangkan PT DI untuk melayani penerbangan di wilayah Papua. Spesifikasi N-219 cocok dengan karakteristik landasan di Papua.
Direktur Aerostruktur PTDI, Andi Alisjahbana, menjelaskan N-219 akan dikembangkan khusus untuk membuka wilayah-wilayah remote di Indonesia bagian timur. Papua saat ini memiliki 310 bandara, di mana 285 bandara atau 91 persen di antaranya hanya memiliki panjang landasan di bawah 800 meter. Untuk itu dibutuhkan pesawat-pesawat berukuran kecil. Pesawat-pesawat sejenis Boeing 737 tak bisa masuk karena butuh landasan 2.000 meter.
N-219, lanjutnya, dapat memenuhi syarat landasan tersebut. N-219 yang didesain mengangkut 17 penumpang ini sedang dalam tahap pengembangan. Pada 2014 diharapkan 15 pesawat prototype N-219 sudah dapat diluncurkan. Untuk membangun satu pesawat prototype ini membutuhkan US$ 4 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.