Polisi dengan senjata
lengkap patroli di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (7/11/2012). Sebanyak 200
personel gabungan TNI Polri selama tiga hari menyisir pegunungan Kalora
untuk mencari sejumlah terduga teroris dan bahan-bahan peledak yang
diduga masih disembunyikan. (KOMPAS/AGUS SUSANTO)
Makasar - Pengamat
terorisme Al Chaidar menilai, kelompok teroris yang beraksi di
Makassar, Sulawesi Tengah, ingin perang terbuka dengan Pemerintah
Indonesia. Al Chaidar menyebut mereka kelompok Komando Mujahidin Indonesia Timur (KMIT).
"KMIT
memang menghendaki adanya perang terbuka dengan Pemerintah Republik
Indonesia. KMIT akan menyerang berbagai target yang mungkin terjangkau
di wilayah Sulawesi, Ambon, Ternate, dan lain-lain," ujarnya saat
dihubungi, Senin (12/11/2012).
Seperti diketahui, terjadi aksi pelemparan bom terhadap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo, Minggu (11/11/2012) pagi. Pelemparan terjadi saat Syahrul sedang bernyanyi di panggung dalam rangka gerak jalan santai HUT Partai Golkar di depan Monumen Mandala, Jalan Jendral Sudirman yang dihadiri 160.000 peserta.
Salah satu pelaku pelemparan, yakni Awaluddin (25), tertangkap massa saat melakukan aksinya. Syahrul pun lolos dari lemparan bom pipa berdaya ledak tinggi (high explosive) itu. Aksi Awaluddin diduga tidak direncanakan dengan matang. Awaluddin juga dinilai tidak profesional sebagai teroris. Dia secara berani beraksi di tengah keramaian dan disebut membawa bom pipa dengan daya ledak tinggi.
Menurut Al Chaidar, Awaluddin hanya diberi perintah oleh pimpinannya meneror target sasaran, yakni Gubernur Sulsel. Awaluddin belum berpengalaman dan tidak dilatih dengan baik. "Mungkin karena sudah diperintahkan komandan kelompoknya untuk menuju sasaran, tetapi tidak ada improvisasi sehingga terpaksa dilempar begitu saja. Mereka kurang dilatih untuk berimprovisasi, hanya dilatih bagaimana menaati perintah secara searah," terangnya.
Dihubungi terpisah, pengamat terorisme Mardigu berpendapat, aksi tersebut bertujuan untuk menciptakan konflik horizontal di tengah pemilihan Gubernur yang akan berlangsung di Makassar. "Saat ini di sana menjelang pesta demokrasi. Mungkin target mereka tujuannya yang jelas mengacaukan, dan ada konflik horizontal sesama masyarakat. Mudah-mudahan masyarakat Makassar sadar dan tidak terpengaruh, (tetapi) justru kompak memerangi teroris," paparnya.
Menurutnya, Awaluddin—yang dinilai kurang berpengalaman—tidak kenal secara langsung dengan pimpinan teroris. Mahasiswa itu hanya bagian teroris yang baru direkrut. Dengan demikian, kendati Awaluddin telah diamankan, kepolisian tetap sulit mengungkap pimpinan aksi teror mereka.
"Ada yang tidak mengenal organisasinya. Dia juga tidak tahu siapa yang memerintahkan," terangnya.
Seperti diberitakan, dengan ditangkapnya Awaluddin, kepolisian kemudian melakukan pengembangan terhadap anggota kelompok lainnya. Aparat kepolisian dari Brimob Polda Sulsel dan Detasemen Khusus 88 Anti-Teror sempat terlibat baku tembak saat mengejar terduga teroris lain di Moncongloe, perbatasan Makassar-Maros, Minggu petang.
Diduga, Awaluddin ditemani dua orang lainnya pada aksi pelemparan bom. Keduanya adalah Lukman Rahim dan Kristin Markutius. Identitas keduanya diketahui saat polisi menemukan KTP dan STNK di lokasi kejadian.
Dari Awaluddin, polisi menyita sepucuk pistol jenis revolver kaliber 38 dengan lima butir amunisi, 1 pipa nilon kecil bersumbu, serta sebuah dompet dan uang tunai Rp 650.000. Densus 88 juga meringkus AA asal Bone di sekitar Masjid Raya Larenkang, Makassar, dengan barang bukti satu senjata api jenis FN.
© Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.