Senin, 02 September 2013

Mengasah Racun Tarantula

Kedatangan panser kanon Doosan Tarantula tentu saja membawa tantangan tersendiri bagi Korps Kavaleri TNI AD dalam mengoperasikan kendaraan tempur yang satu ini. Maklum saja, Tarantula memang alutsista baru yang belum pernah dioperasikan sebelumnya. Sebelum latihan besar bagi para awak Tarantula, minggu ini sudah mulai dilaksanakan pengenalan terhadap sistem senjata utama yang terpasang di Tarantula.

(photo: M. Wahyudi)

Senjata tersebut tak lain tak bukan adalah meriam Cockerill MK3M-A1 kaliber 90mm yang terpasang sebagai senjata utama Tarantula didalam kubah CSE-90. Seperti terlihat pada foto, para peserta pelatihan tengah asyik mengelilingi kanon 90mm Tarantula yang sedang dilepaskan dari kubahnya dan menyimak penjelasan dari instruktur CMI di hangar milik PT Pindad.

Meriam 90mm LP (Low Pressure) berulir ini sejenis dengan yang terpasang di kubah tank ringan Scorpion, dan memiliki populasi lebih dari 2.500 unit di dunia. Sistem meriam 90mm Tarantula terpasang pada kubah yang dioperasikan oleh 2 awak, juru tembak (gunner) dan danran alias komandan kendaraan. Untuk akurasi penembakan tersedia laser rangefinder yang dapat mengukur jarak ke sasaran secara akurat. Pertempuran malam pun dapat dijajaki berkat kehadiran sistem NVG/ thermal generasi III yang merupakan bawaah CSE 90. Sayangnya, pengisian pada kamar peluru (breech) kanon masih menggunakan sistem manual, kurang lebih masih mirip dengan sekuensial deteksi-pengisian munisi-penembakan pada Scorpion. Walaupun Tarantula terhitung cukup canggih, namun sayangnya sistem kubah CSE-90 belumlah distablisasi, sehingga kendaraan harus berhenti untuk melakukan penembakan apabila menginginkan akurasi yang paling maksimal.

(photo: M. Wahyudi)

Tipikal amunisi yang disediakan adalah APFSDS-T (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot-Tracer), HEAT (High Explosive Anti Tank), HE-T, dan Canister (anti personil). Walaupun munisinya sudah tidak efektif untuk melawan tank modern, kanon 90 masih memiliki gigi untuk tugas-tugas pengamanan, penyekatan, dan dukungan tembakan, fungsi yang nantinya akan diemban oleh Tarantula.

Walaupun TNI telah melakukan persiapan yang sungguh-sungguh dalam mengoperasikan Tarantula, rupanya masih ada beberapa ganjalan. Info yang ARC terima, sejumlah komponen vital untuk pelatihan tersebut masih tertahan di Bea Cukai dan belum mendapatkan clearance. Sungguh ironis, mengingat komponen tersebut sangat dibutuhkan untuk kelancaran operasional TNI AD, yang notabene adalah penjaga kedaulatan Republik. Sudah seharusnya Bea Cukai sebagai institusi Negara memprioritaskan kebutuhan TNI yang notabene adalah sama-sama aparatur Negara, apalagi tujuan penggunaannya pun jelas.


Spek Teknis Kubah CSE-90

Sistem kanon : Cockerill Mk3M-A1 kal 90mm
Panjang laras : 3.248mm
Proteksi : Kubah STANAG 1-4569 Level IIA (7,62x51mm NATO)
Sistem tenaga : electromechanical
Tekanan laras : 210 MPa
Jangkauan : 6km; efektif 1.500m
Sensor : laser rangefinder, day/ night sight

  ARC  

2 komentar:

  1. Wah payah,zaman sdh maju gini koq beli turret CSE-90 masih yg manual dan tdk ada stabilizernya...padhal Pabrikan sdh merilis turret canon 90 dan 105 mm yg lebih canggih dengan layar tembak multifungsi serta sistem pengisian outoloader,klo gini gmn bisa bertahan dlm medan perang yg serba canggih.!

    BalasHapus
  2. Lebih baik di hentikan kerjasama dgn korea, kerjasama dgn korea bukan tambah maju malah tambah mundur

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...