Tondano, Masa pergolakan Permesta telah dimakan waktu hampir 56 tahun. Namun
banyak cerita di balik perjuangan menuntut keadilan tersebut yang belum
terkuak lepas. Dari kisah heroik 'pahlawan tak dikenal', cinta,
pengkhianatan hingga cerita manusia memakan manusia (kanibal). Salah
satu pasukan yang dikenal ‘buas’ memburu manusia di wilayahnya ketika
itu adalah sosok-sosok dalam Batalyon R, yang dijuluki ‘Jin Kasuang’.
Wilayah tugas Batalyon R/’Jin Kasuang’/WK.III/KDP-II ADREV-Permesta berada di ruas jalan antara Tomohon-Tondano (Minahasa). Batalyon pimpinan Mayor Frans Karepouwan ini sangat ditakuti, termasuk oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) di wilayah tersebut. Bukan hanya saat ’pergolakan’ di tahun 1958 sampai 1961, tapi hingga kini daerah ini masih dianggap menyeramkan oleh sejumlah orang.
Hampir semua patroli TNI di wilayah itu diserang setiap berpatroli. Banyak personil TNI hilang di daerah ini dan tak pernah diketahui lagi keberadaanya sekalipun telah dilakukan pencarian setelah perang Permesta. Gara-gara itu, Batalyon R ADREV-Permesta sangat ditakuti TNI.
’Teror’ Jin Kasuang seolah masih membekas di benak mereka. ”Daerah jalan Kasuang itu memang menakutkan sekali di zaman Permesta. Karena di situ daerah penghadangan pasukan Jin Kasuang terhadap pasukan TNI,” ungkap Sadrak Pahung, mantan anggota pasukan TNI dari Batalyon KODAM V/Brawijaya yang bertugas di Tondano kala itu.
”Saya dan pasukan pernah datang ke daerah Kasuang untuk mencari jenasah teman-teman kami yang dihadang Jin Kasuang. Di jurang pas di bawah pompa PDAM sekarang, kami menemukan banyak mayat. Sepertinya itu memang menjadi daerah pembuangan mayat oleh pasukan Permesta di wilayah itu. Jujur saya dan teman-teman sedikit was-was ketika itu,” tambah pensiunan TNI berusia 76 tahun ini.
TEROR “JIN KASUANG”
Di kalangan pasukan Permesta, Batalyon R memang dikenal karena keberanian bertempur dan kengerian yang mereka timbulkan terhadap lawan. Salah satu teror menakutkan pasukan ini, mereka dikenal suka memakan manusia. Konon, saking seringnya memakan daging manusia hingga mata mereka terlihat memerah.
Di antara keraguan banyak pihak soal kebenaran cerita tersebut, tidak sedikit juga masyarakat yang menyimpan soal kanibalisme itu dalam memorinya. ”Saya pernah dapat tugas dan bersama Mayor Karepouwan. Memang dia bersama beberapa pasukan mengantung telinga manusia di leher. Banyak yang bilang itu anggota tubuh orang-orang yang mereka makan,,” kata Jus Pengemanan, tentara Permesta dari Batalyon B yang dikomandani Utu Pesik.
Pengakuan lain dituturkan salah seorang anggota pasukan Frans Karepouwan kepada Media Sulut, Sabtu (10/8). Kisah kanibalisme itu dibenarkannya.
”Memang tidak setiap hari, tapi saya sering memasak daging manusia. kadang dibikin sate ataupun direbus,” terang LS alias Rens, anggota pasukan yang mengaku pernah ditempatkan di bagian dapur Batalyon R.
“Saya sebenarnya sempat mendaftar di Batalion Fredrik, tapi karena belum cukup umur, tidak diterima. Pada watu itu seleksinya ketat. ditambah kakak saya yang ada di Batalion itu tidak mengijinkan saya untuk ikut perang. Dia menyuruh saya untuk menjaga orang tua di kampung. Karena keinginan hati yang sangat kuat untuk pegang senjata, akhirnya saya ke Batalion pimpinan Mayor Karepouwan. Saat diterima, tempat saya di dapur,” tutur Rens.
"KENGERIAN “PERANG URAT SARAF"
Berbagai bentuk kengerian yang ditimbulkan Batalion Jin Kasuang bukan tanpa sebab. Perlakuan pasukan TNI terhadap daerah pendudukan dengan menyiksa tawanan sampai mati, melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang memberi makan pasukan Permesta, dan perkosaan di desa-desa, menjadi salah satu alasan.
Sejumlah data menyebutkan, hal ini dilakukan pihak TNI karena semata-mata menutupi kekalahan mereka. Juga karena semakin banyaknya korban di pihak mereka dan perang tak kunjung dimenangkan oleh pasukan TNI atau pemerintah pusat, sekalipun TNI menguasai kota-kota strategis di Sulut dan Maluku Utara.
“Biasanya pasukan kami ’mengambil’ anggota TNI dengan pengkhianat Permesta,” kata Rens.
”Komandan sangat marah dengan pengkhianat. Makanya, sedikit-sedikit bagian tubuh mereka diambil. Mulai dari telinga, karena teliga sebagai pendengar info kemudian jari penunjuk. Kadang-kadang juga dimasak. Dari bagian tubuh yang berdaging seperti paha. Itu jadi pelajaran untuk mereka karena orang-orang seperti mereka penyusah masyarakat dan tentara permesta.”
Sejumlah sumber menyebutkan, sebenarnya tidak semua anggota Batalyon R yang suka memakan manusia. “Cuma orang-orang terentu. Salah satu yang terkenal algojo mereka, Oce Karundeng. Dialah yang sering mengambil tentara pusat didepan orang-orang. Semua yang digaetnya tidak kembali lagi hingga pergolakan selesai. Saya bersama beberapa masyarakat Koya dengan Tataaran pernah melihat langsung bagaimana tentara pusat di ambil jantungnya hidup-hidup kemudian dimakannya,” terang Buang Politton (74), anggota pasukan Batalyon Fredrik.
Data menyebutkan, pasukan Batalyon Jin Kasuang kemudian dapat ditertibkan akhir 1960 setelah kunjungan Panglima KDP II/Minahasa, Kolonel (ADREV-Permesta) D J Somba ke markas mereka. Somba dengan tegas memperingatkan Karepouwan dan anak buahnya untuk menghentikan bentuk-bentuk perang urat saraf yang melampaui batas.
PEMAKAN MANUSIA DI BERBAGAI BATALION
Sejarawan Minahasa, Bodewyn Talumewo menjelaskan, sebenarnya praktek kanibalisme di masa Permesta itu tidak hanya terjadi di Batalion Jin Kasuang. “Ada juga di batalyon-batalyon lain yang suka memakan manusia. Tapi hanya oknum-oknum tertentu. Selain memang karena kondisi perang yang sulit makanan tapi terutama itu dilakukan untuk menakut-nakuti musuh,” jelas Talumewo yang dikenal intens melakukan penelitian soal Permesta.
Buang Politton membenarkan jika memang ada banyak pasukan Permesta yang dikenal suka memakan daging manusia. “Pernah satu ketika kami satu pleton dari Batalyon Mayor Fredrik datang melakukan pembicaraan dengan Batalyon D ‘Sambar Nyawa’ pimpinan Mayor Dan Karamoy, di dekat cot Kumelembuai Tomohon. Kami tidak bisa makan di sana karena kami tau ada di antara mereka yang pemakan manusia. kadang daging manusia sudah dicampur dalam makanan. Terbukti, waktu mereka memberikan 'saguer' (Minuman dari pohon nira) untuk kami waktu itu, pada akhir tumpahan keluar telinga manusia dari dalam bambu 'saguer'," ungkapnya.
Perilaku yang sama juga sering diperagakan beberapa orang dari pasukan combat intelejen, Kompi Lahe. “Kami pernah bersua di Parepei Remboken dengan pasukan Lahe. Pasukannya memang banyak yang ditakuti lantaran talinga dan jari orang sudah dikalungkan. Kami tahu diantara mereka ada pemakan manusia juga,” kisah Politton. (rikson karundeng)
Foto: Penyelesaian Permesta di Woloan Tomohon, 14 April 1961. Deputi KSAD Brigjen Ahmad Yani bercakap-cakap dengan seorang tentara Permesta. (koleksi bodewyn talumewo)
Wilayah tugas Batalyon R/’Jin Kasuang’/WK.III/KDP-II ADREV-Permesta berada di ruas jalan antara Tomohon-Tondano (Minahasa). Batalyon pimpinan Mayor Frans Karepouwan ini sangat ditakuti, termasuk oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) di wilayah tersebut. Bukan hanya saat ’pergolakan’ di tahun 1958 sampai 1961, tapi hingga kini daerah ini masih dianggap menyeramkan oleh sejumlah orang.
Hampir semua patroli TNI di wilayah itu diserang setiap berpatroli. Banyak personil TNI hilang di daerah ini dan tak pernah diketahui lagi keberadaanya sekalipun telah dilakukan pencarian setelah perang Permesta. Gara-gara itu, Batalyon R ADREV-Permesta sangat ditakuti TNI.
’Teror’ Jin Kasuang seolah masih membekas di benak mereka. ”Daerah jalan Kasuang itu memang menakutkan sekali di zaman Permesta. Karena di situ daerah penghadangan pasukan Jin Kasuang terhadap pasukan TNI,” ungkap Sadrak Pahung, mantan anggota pasukan TNI dari Batalyon KODAM V/Brawijaya yang bertugas di Tondano kala itu.
”Saya dan pasukan pernah datang ke daerah Kasuang untuk mencari jenasah teman-teman kami yang dihadang Jin Kasuang. Di jurang pas di bawah pompa PDAM sekarang, kami menemukan banyak mayat. Sepertinya itu memang menjadi daerah pembuangan mayat oleh pasukan Permesta di wilayah itu. Jujur saya dan teman-teman sedikit was-was ketika itu,” tambah pensiunan TNI berusia 76 tahun ini.
TEROR “JIN KASUANG”
Di kalangan pasukan Permesta, Batalyon R memang dikenal karena keberanian bertempur dan kengerian yang mereka timbulkan terhadap lawan. Salah satu teror menakutkan pasukan ini, mereka dikenal suka memakan manusia. Konon, saking seringnya memakan daging manusia hingga mata mereka terlihat memerah.
Di antara keraguan banyak pihak soal kebenaran cerita tersebut, tidak sedikit juga masyarakat yang menyimpan soal kanibalisme itu dalam memorinya. ”Saya pernah dapat tugas dan bersama Mayor Karepouwan. Memang dia bersama beberapa pasukan mengantung telinga manusia di leher. Banyak yang bilang itu anggota tubuh orang-orang yang mereka makan,,” kata Jus Pengemanan, tentara Permesta dari Batalyon B yang dikomandani Utu Pesik.
Pengakuan lain dituturkan salah seorang anggota pasukan Frans Karepouwan kepada Media Sulut, Sabtu (10/8). Kisah kanibalisme itu dibenarkannya.
”Memang tidak setiap hari, tapi saya sering memasak daging manusia. kadang dibikin sate ataupun direbus,” terang LS alias Rens, anggota pasukan yang mengaku pernah ditempatkan di bagian dapur Batalyon R.
“Saya sebenarnya sempat mendaftar di Batalion Fredrik, tapi karena belum cukup umur, tidak diterima. Pada watu itu seleksinya ketat. ditambah kakak saya yang ada di Batalion itu tidak mengijinkan saya untuk ikut perang. Dia menyuruh saya untuk menjaga orang tua di kampung. Karena keinginan hati yang sangat kuat untuk pegang senjata, akhirnya saya ke Batalion pimpinan Mayor Karepouwan. Saat diterima, tempat saya di dapur,” tutur Rens.
"KENGERIAN “PERANG URAT SARAF"
Berbagai bentuk kengerian yang ditimbulkan Batalion Jin Kasuang bukan tanpa sebab. Perlakuan pasukan TNI terhadap daerah pendudukan dengan menyiksa tawanan sampai mati, melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang memberi makan pasukan Permesta, dan perkosaan di desa-desa, menjadi salah satu alasan.
Sejumlah data menyebutkan, hal ini dilakukan pihak TNI karena semata-mata menutupi kekalahan mereka. Juga karena semakin banyaknya korban di pihak mereka dan perang tak kunjung dimenangkan oleh pasukan TNI atau pemerintah pusat, sekalipun TNI menguasai kota-kota strategis di Sulut dan Maluku Utara.
“Biasanya pasukan kami ’mengambil’ anggota TNI dengan pengkhianat Permesta,” kata Rens.
”Komandan sangat marah dengan pengkhianat. Makanya, sedikit-sedikit bagian tubuh mereka diambil. Mulai dari telinga, karena teliga sebagai pendengar info kemudian jari penunjuk. Kadang-kadang juga dimasak. Dari bagian tubuh yang berdaging seperti paha. Itu jadi pelajaran untuk mereka karena orang-orang seperti mereka penyusah masyarakat dan tentara permesta.”
Sejumlah sumber menyebutkan, sebenarnya tidak semua anggota Batalyon R yang suka memakan manusia. “Cuma orang-orang terentu. Salah satu yang terkenal algojo mereka, Oce Karundeng. Dialah yang sering mengambil tentara pusat didepan orang-orang. Semua yang digaetnya tidak kembali lagi hingga pergolakan selesai. Saya bersama beberapa masyarakat Koya dengan Tataaran pernah melihat langsung bagaimana tentara pusat di ambil jantungnya hidup-hidup kemudian dimakannya,” terang Buang Politton (74), anggota pasukan Batalyon Fredrik.
Data menyebutkan, pasukan Batalyon Jin Kasuang kemudian dapat ditertibkan akhir 1960 setelah kunjungan Panglima KDP II/Minahasa, Kolonel (ADREV-Permesta) D J Somba ke markas mereka. Somba dengan tegas memperingatkan Karepouwan dan anak buahnya untuk menghentikan bentuk-bentuk perang urat saraf yang melampaui batas.
PEMAKAN MANUSIA DI BERBAGAI BATALION
Sejarawan Minahasa, Bodewyn Talumewo menjelaskan, sebenarnya praktek kanibalisme di masa Permesta itu tidak hanya terjadi di Batalion Jin Kasuang. “Ada juga di batalyon-batalyon lain yang suka memakan manusia. Tapi hanya oknum-oknum tertentu. Selain memang karena kondisi perang yang sulit makanan tapi terutama itu dilakukan untuk menakut-nakuti musuh,” jelas Talumewo yang dikenal intens melakukan penelitian soal Permesta.
Buang Politton membenarkan jika memang ada banyak pasukan Permesta yang dikenal suka memakan daging manusia. “Pernah satu ketika kami satu pleton dari Batalyon Mayor Fredrik datang melakukan pembicaraan dengan Batalyon D ‘Sambar Nyawa’ pimpinan Mayor Dan Karamoy, di dekat cot Kumelembuai Tomohon. Kami tidak bisa makan di sana karena kami tau ada di antara mereka yang pemakan manusia. kadang daging manusia sudah dicampur dalam makanan. Terbukti, waktu mereka memberikan 'saguer' (Minuman dari pohon nira) untuk kami waktu itu, pada akhir tumpahan keluar telinga manusia dari dalam bambu 'saguer'," ungkapnya.
Perilaku yang sama juga sering diperagakan beberapa orang dari pasukan combat intelejen, Kompi Lahe. “Kami pernah bersua di Parepei Remboken dengan pasukan Lahe. Pasukannya memang banyak yang ditakuti lantaran talinga dan jari orang sudah dikalungkan. Kami tahu diantara mereka ada pemakan manusia juga,” kisah Politton. (rikson karundeng)
Foto: Penyelesaian Permesta di Woloan Tomohon, 14 April 1961. Deputi KSAD Brigjen Ahmad Yani bercakap-cakap dengan seorang tentara Permesta. (koleksi bodewyn talumewo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.