Jakarta ♞ Perspektif keamanan tetap dianggap penting bagi pemerintah untuk menjaga kawasan perbatasan. Apalagi sejumlah wilayah tapal batas Indonesia hanya dipisahkan lautan. Tak ayal, permasalahan ini kerap memunculkan konflik akibat perebutan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Perspektif keamanan tetap dianggap penting bagi pemerintah untuk menjaga kawasan perbatasan. Apalagi sejumlah wilayah tapal batas Indonesia hanya dipisahkan lautan. Tak ayal, permasalahan ini kerap memunculkan konflik akibat perebutan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Karena itu, demi menjaga kedaulatan maritim, khususnya di kawasan perbatasan perlu kiranya pemerintah terus mengupayakan kelengkapan alat utama sistem senjata (alutsista) yang canggih. Keamanan di wilayah perbatasan dapat dioptimalkan melalui pertahanan darat dan laut. Dengan kelengkapan alutsista dipastikan akan mengurangi berbagai aksi penyelundupan, pencurian ikan, hingga terbebas dari ancaman perang.
Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan merealisasikan komitmennya menjaga kedaulatan maritim dengan memberikan tiga pesawat CN-235-220 Patmar (patroli maritim) kepada TNI AL. Pesawat ini dinilai memiliki kemampuan dan daya jelajah lebih tinggi dibanding pesawat sebelumnya. CN-235-220 Patmar mampu terbang selama sembilan jam dengan kecepatan optimal 200 knot. Sementara pesawat sebelumnya NC-212 Patmar hanya bertahan selama empat jam dengan kecepatan optimal 100-150 knot.
Tak ayal, jika pesawat baru milik TNI AL ini disebut-sebut sebagai pesawat bermata elang. Sebab, dengan kekuatan Forward Looking Infra Red (FLIR) dan search radar yang terpasang di bawah badan pesawat, ia dapat menemukan sasaran dari jarak jauh. Pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia ini diharapkan mampu memantau kapal-kapal imigran gelap yang kerap lalu-lalang di pantai selatan Jawa. Kemampuannya akan jauh lebih berarti bagi pusat penerbangan angkatan laut (Puspenerbal) yang kerap disebut sebagai kepanjangan mata Kapal Perang Indonesia (KRI).
“Jika dengan NC-212 Patmar hanya bisa patroli di daerah sasaran 10 menit, CN-235 Patmar bisa sampai berjam-jam dan menjangkau tempat yang lebih jauh. Dengan search radar dan FLIR yang jauh lebih maju ini, kami bahkan sudah bisa mendeteksi kapal-kapal nelayan dari ketinggian 13.000 kaki,” ungkap Komandan Skuadron 800 Pusat Penerbangan TNI AL Letkol Laut (P) Imam Safii, di acara serah terima CN-235 Patmar di hanggar PTDI, Rabu (2/10).
Selain CN-235, Kementerian Pertahanan juga tengah memesan 11 helikopter antikapal selam (AKS) baru kepada PTDI dan kemungkinan akan selesai pada Oktober 2014. Helikopter AKS akan dipakai TNI AL untuk membentuk kekuatan tempur Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Nantinya SSAT akan melibatkan unsur Kapal Perang, Pesawat Udara, Korps Marinir, dan Pangkalan. Karena itu, TNI AL akan kembali menghidupkan Skuadron 100 AKS untuk menerima 11 helikopter AKS.
Dengan semakin lengkapnya alutsista yang dimiliki TNI AL, pengawasan wilayah maritim Tanah Air akan semakin tangguh. Bangsa lain atau kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab tidak akan berani lagi melewati laut Indonesia secara ilegal. Kapal-kapal besar yang biasa mencuri ikan kini akan takut melihat persenjataan militer dalam negeri yang semakin lengkap. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto mengatakan, secara umum alutsista TNI AL belum lengkap sampai sekarang.
Hingga tahun depan, kelengkapan alutsista baru akan mencapai 36-38% dari target utama pada 2024. “Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapal-kapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi, kepada KORAN SINDO, kemarin. Kelengkapan alutsista merupakan kekuatan pokok militer, terlebih bangsa ini merupakan negara maritim yang hampir tiap hari dilalui kapal-kapal besar dari negara asing. Selat Sunda dan Malaka misalnya, adalah kawasan strategis bagi lalu lintas kapal perdagangan.
Bahkan, dua selat itu dianggap sebagai titik sumbat dunia, karena jika tidak bisa lewat di selat tersebut perdagangan antarnegara akan tersumbat. Menurut Andi, kelengkapan alutsista TNI AL perlu segera diupayakan terutama di laut-laut Indonesia Timur seperti di NTT, Merauke, dan Ambon. “Sejumlah pangkalan harus terus dibangun di sana. Saat ini memang beberapa pangkalan militer di sana sudah dibangun, tapi belum juga selesai,” ucap Andi.●nafi’ muthohirim
Karena itu, demi menjaga kedaulatan maritim, khususnya di kawasan perbatasan perlu kiranya pemerintah terus mengupayakan kelengkapan alat utama sistem senjata (alutsista) yang canggih. Keamanan di wilayah perbatasan dapat dioptimalkan melalui pertahanan darat dan laut. Dengan kelengkapan alutsista dipastikan akan mengurangi berbagai aksi penyelundupan, pencurian ikan, hingga terbebas dari ancaman perang.
Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan merealisasikan komitmennya menjaga kedaulatan maritim dengan memberikan tiga pesawat CN-235-220 Patmar (patroli maritim) kepada TNI AL. Pesawat ini dinilai memiliki kemampuan dan daya jelajah lebih tinggi dibanding pesawat sebelumnya. CN-235-220 Patmar mampu terbang selama sembilan jam dengan kecepatan optimal 200 knot. Sementara pesawat sebelumnya NC-212 Patmar hanya bertahan selama empat jam dengan kecepatan optimal 100-150 knot.
Tak ayal, jika pesawat baru milik TNI AL ini disebut-sebut sebagai pesawat bermata elang. Sebab, dengan kekuatan Forward Looking Infra Red (FLIR) dan search radar yang terpasang di bawah badan pesawat, ia dapat menemukan sasaran dari jarak jauh. Pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia ini diharapkan mampu memantau kapal-kapal imigran gelap yang kerap lalu-lalang di pantai selatan Jawa. Kemampuannya akan jauh lebih berarti bagi pusat penerbangan angkatan laut (Puspenerbal) yang kerap disebut sebagai kepanjangan mata Kapal Perang Indonesia (KRI).
“Jika dengan NC-212 Patmar hanya bisa patroli di daerah sasaran 10 menit, CN-235 Patmar bisa sampai berjam-jam dan menjangkau tempat yang lebih jauh. Dengan search radar dan FLIR yang jauh lebih maju ini, kami bahkan sudah bisa mendeteksi kapal-kapal nelayan dari ketinggian 13.000 kaki,” ungkap Komandan Skuadron 800 Pusat Penerbangan TNI AL Letkol Laut (P) Imam Safii, di acara serah terima CN-235 Patmar di hanggar PTDI, Rabu (2/10).
Selain CN-235, Kementerian Pertahanan juga tengah memesan 11 helikopter antikapal selam (AKS) baru kepada PTDI dan kemungkinan akan selesai pada Oktober 2014. Helikopter AKS akan dipakai TNI AL untuk membentuk kekuatan tempur Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Nantinya SSAT akan melibatkan unsur Kapal Perang, Pesawat Udara, Korps Marinir, dan Pangkalan. Karena itu, TNI AL akan kembali menghidupkan Skuadron 100 AKS untuk menerima 11 helikopter AKS.
Dengan semakin lengkapnya alutsista yang dimiliki TNI AL, pengawasan wilayah maritim Tanah Air akan semakin tangguh. Bangsa lain atau kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab tidak akan berani lagi melewati laut Indonesia secara ilegal. Kapal-kapal besar yang biasa mencuri ikan kini akan takut melihat persenjataan militer dalam negeri yang semakin lengkap. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto mengatakan, secara umum alutsista TNI AL belum lengkap sampai sekarang.
Hingga tahun depan, kelengkapan alutsista baru akan mencapai 36-38% dari target utama pada 2024. “Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapal-kapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi, kepada KORAN SINDO, kemarin. Kelengkapan alutsista merupakan kekuatan pokok militer, terlebih bangsa ini merupakan negara maritim yang hampir tiap hari dilalui kapal-kapal besar dari negara asing. Selat Sunda dan Malaka misalnya, adalah kawasan strategis bagi lalu lintas kapal perdagangan.
Bahkan, dua selat itu dianggap sebagai titik sumbat dunia, karena jika tidak bisa lewat di selat tersebut perdagangan antarnegara akan tersumbat. Menurut Andi, kelengkapan alutsista TNI AL perlu segera diupayakan terutama di laut-laut Indonesia Timur seperti di NTT, Merauke, dan Ambon. “Sejumlah pangkalan harus terus dibangun di sana. Saat ini memang beberapa pangkalan militer di sana sudah dibangun, tapi belum juga selesai,” ucap Andi.●nafi’ muthohirim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.