Jakarta ♞ Korps Hiu Kencana, TNI Angkatan Laut (AL), dan bangsa ini mendapat kabar gembira. Ini terkait dengan kepastian pemerintah memborong kapal selam kelas Kilo dari Rusia.
Pembelian ini merespons tawaran pemerintah Negeri Beruang Merah sebelumnya kepada Indonesia untuk membeli 10 kapal selam bekas. Kepastian ini diumumkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (Menhan) dan Kepala Staf Angkatan laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio kepada wartawan seusai bertemu dengan delegasi Rusia, Jumat (6/12). “Ada rencana pembangunan kapal selam besar-besaran di Indonesia. Kami telah bicara dengan tim dari Rusia,” ujar Purnomo saat jumpa pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2013).
Jika benar terwujud, pembelian kapal selam Rusia tersebut mengukuhkan kekuatan daya tangkal (deterrent power) dilaut dalam ditengah persaingan kawasan yang sengit. Sebelumnya Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman yang sudah diperbaiki di galangan kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan, yakni kelas Cakra dan Nanggala, serta tengah membangun tiga kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan skema transfer of technology (ToT).
Rencananya, kapal selam dari Rusia tersebut digunakan untuk menjaga pertahanan batas laut selatan Indonesia. Purnomo beralasan, Indonesia membeli dari Rusia karena memiliki teknologinya dan sistem persenjataan rudal yang canggih. Hanya berapa jumlah yang akan dibeli, pemerintah menunggu tim TNI AL yang akan dikirim ke Rusia bulan depan. Tentu saja juga disesuaikan dengan anggaran. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto merespons positif pengumuman kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Rusia untuk pengadaan sejumlah kapal selam.
Dia menilai langkah tersebut sebagai pembangunan awal yang baik untuk masa depan ketahanan militer nasional. Slamet pun berharap pengadaan alutsista yang lebih canggih bisa lebih dioptimalkan. Dia menuturkan, Indonesia membutuhkan kekuatan militer lautyangkuat untukmenjagakawasanmaritim. Karenaitu, dibutuhkan alutsista yang lengkap, khususnya kepemilikan kapal selam.
Jika TNI AL memiliki kapal selam dalam jumlah yang memadai, hal itu akan berdampak baik bagi kedaulatan ekonomi dalam negeri. “Kita setidaknya butuh kapal selam sebanyak 18 unit untuk menjaga wilayah maritim kita, mulai dari kawasan barat, tengah, dan timur,” ucap Slamet kepada KORAN SINDO tadi malam. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto menilai pengadaan kapal selam signifikan bagi militer kita, meski baru akan terealisasi pada 2016.
“Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapal-kapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, langkah pemerintah yang mempertimbangkan untuk menerima tawaran kapal selam dari Rusia sangat masuk akal. Pasalnya, kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) jenis kapal selam mendesak bagi Indonesia untuk mengamankan tiga jalur laut internasional, yakni alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, dan III.
“Bagi Indonesia, kapal selam bukan saja penting, tapi mendesak karena punya tiga ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) yang harus dikawal,” ujarnya tadi malam. Dia menuturkan, tiap ALKI penting untuk mendapat pengamanan optimal, tidak saja ALKI III di wilayah timur Indonesia yang dinilai masih lemah. Menurut dia, untuk pengamanan optimal setidaknya perlu penambahan 10 unit lagi, melengkapi dua kapal selam yang sekarang sudah dimiliki TNI AL, sesuai target kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF).
Namun demikian, sejauh ini belum ada pembahasan resmi antara pemerintah dengan Komisi I DPR terkait rencana mengadakan kapal selam kelas kilo tersebut. Hanya, rencana membeli kapal selam dari Rusia ini sebenarnya sudah pernah mencuat beberapa tahun lalu dengan menggunakan sebagian state credit dari Rusia yang totalnya senilai USD1 miliar. Tetapi karena faktor teknis, kemudian rencana pengadaan kapal selam itu dialihkan ke Korea Selatan berupa produksi bersama tiga kapal selam kelas Changbogo.
Beralihnya pilihan ke Korea Selatan membuat kredit negara yang ditawarkan pemerintah Rusia masih bersisa. Selanjutnya, sekitar dua tahun lalu muncul kembali usulan agar state credit itu digunakan kembali. Apalagi sekarang jangka waktunya telah diperpanjang. “State credit itu tersedia, itu memudahkan. Artinya pemerintah tidak kesulitan mencari sumber pendanaan kalau ingin membeli kapal selam Rusia,” tuturnya.
Mahfudz menambahkan, kendati memudahkan dari segi anggaran, perlu dicermati dalam kontrak pengadaannya agar Indonesia tidak terikat secara politik, termasuk klausul mengenai alih teknologi (ToT). “Kalau memang serius, saya kira TNI AL dan Kemhan akan segera mengajukan ke DPR,” sebut politikus PKS itu, sembari meyakini kerja sama dengan Rusia tidak akan mengganggu kerja sama dengan Korea Selatan.
Bukan untuk Hadapi Australia
Purnomo pun menegaskan bahwa kerja sama ini tak ada kaitannya dengan isu intelijen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, karena wacana kerja sama sudah dijajaki empat tahun lalu. Dia juga secara tegas membantah rencana pembelian kapal selam jenis kelas Kilo yang ditempatkan di wilayah selatan Indonesia untuk menghadapi ancaman dari Australia. Menurutnya, pembelian kapal selam sudah direncanakan sejak lama sesuai dengan rencana strategis Minimum Essential Force (MEF).
”Saya tidak pernah mengatakan ancaman dari selatan dalam buku putih. Dalam rencana itu, dalam konteks regional yang diprioritaskan itu di perbatasan,” tandasnya. KSAL Laksamana (TNI) Marsetio menjelaskan, Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman, dan saat ini tengah dilaksanakan pembangunan tiga unit kapal selam atas kerja sama dengan Korea Selatan.”Ada keinginan dari Rusia menawarkan kapal selam Kilo class. Tim akan segera berangkat menindaklanjuti tawaran Rusia tersebut,” katanya.
Dia menambahkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia idealnya memiliki 12 kapal selam, namun TNI AL akan menyesuaikan anggaran yang diterima.” Kita juga punya rencana strategis untuk mencapai kekuatan pokok minimum. Kalau anggaran tersedia dan ada percepatan, maka akan memberikan efek strategis bagi pertahanan,” tutur Marsetio.
Pembelian ini merespons tawaran pemerintah Negeri Beruang Merah sebelumnya kepada Indonesia untuk membeli 10 kapal selam bekas. Kepastian ini diumumkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (Menhan) dan Kepala Staf Angkatan laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio kepada wartawan seusai bertemu dengan delegasi Rusia, Jumat (6/12). “Ada rencana pembangunan kapal selam besar-besaran di Indonesia. Kami telah bicara dengan tim dari Rusia,” ujar Purnomo saat jumpa pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2013).
Jika benar terwujud, pembelian kapal selam Rusia tersebut mengukuhkan kekuatan daya tangkal (deterrent power) dilaut dalam ditengah persaingan kawasan yang sengit. Sebelumnya Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman yang sudah diperbaiki di galangan kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan, yakni kelas Cakra dan Nanggala, serta tengah membangun tiga kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan skema transfer of technology (ToT).
Rencananya, kapal selam dari Rusia tersebut digunakan untuk menjaga pertahanan batas laut selatan Indonesia. Purnomo beralasan, Indonesia membeli dari Rusia karena memiliki teknologinya dan sistem persenjataan rudal yang canggih. Hanya berapa jumlah yang akan dibeli, pemerintah menunggu tim TNI AL yang akan dikirim ke Rusia bulan depan. Tentu saja juga disesuaikan dengan anggaran. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto merespons positif pengumuman kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Rusia untuk pengadaan sejumlah kapal selam.
Dia menilai langkah tersebut sebagai pembangunan awal yang baik untuk masa depan ketahanan militer nasional. Slamet pun berharap pengadaan alutsista yang lebih canggih bisa lebih dioptimalkan. Dia menuturkan, Indonesia membutuhkan kekuatan militer lautyangkuat untukmenjagakawasanmaritim. Karenaitu, dibutuhkan alutsista yang lengkap, khususnya kepemilikan kapal selam.
Jika TNI AL memiliki kapal selam dalam jumlah yang memadai, hal itu akan berdampak baik bagi kedaulatan ekonomi dalam negeri. “Kita setidaknya butuh kapal selam sebanyak 18 unit untuk menjaga wilayah maritim kita, mulai dari kawasan barat, tengah, dan timur,” ucap Slamet kepada KORAN SINDO tadi malam. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto menilai pengadaan kapal selam signifikan bagi militer kita, meski baru akan terealisasi pada 2016.
“Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapal-kapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, langkah pemerintah yang mempertimbangkan untuk menerima tawaran kapal selam dari Rusia sangat masuk akal. Pasalnya, kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) jenis kapal selam mendesak bagi Indonesia untuk mengamankan tiga jalur laut internasional, yakni alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, dan III.
“Bagi Indonesia, kapal selam bukan saja penting, tapi mendesak karena punya tiga ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) yang harus dikawal,” ujarnya tadi malam. Dia menuturkan, tiap ALKI penting untuk mendapat pengamanan optimal, tidak saja ALKI III di wilayah timur Indonesia yang dinilai masih lemah. Menurut dia, untuk pengamanan optimal setidaknya perlu penambahan 10 unit lagi, melengkapi dua kapal selam yang sekarang sudah dimiliki TNI AL, sesuai target kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF).
Namun demikian, sejauh ini belum ada pembahasan resmi antara pemerintah dengan Komisi I DPR terkait rencana mengadakan kapal selam kelas kilo tersebut. Hanya, rencana membeli kapal selam dari Rusia ini sebenarnya sudah pernah mencuat beberapa tahun lalu dengan menggunakan sebagian state credit dari Rusia yang totalnya senilai USD1 miliar. Tetapi karena faktor teknis, kemudian rencana pengadaan kapal selam itu dialihkan ke Korea Selatan berupa produksi bersama tiga kapal selam kelas Changbogo.
Beralihnya pilihan ke Korea Selatan membuat kredit negara yang ditawarkan pemerintah Rusia masih bersisa. Selanjutnya, sekitar dua tahun lalu muncul kembali usulan agar state credit itu digunakan kembali. Apalagi sekarang jangka waktunya telah diperpanjang. “State credit itu tersedia, itu memudahkan. Artinya pemerintah tidak kesulitan mencari sumber pendanaan kalau ingin membeli kapal selam Rusia,” tuturnya.
Mahfudz menambahkan, kendati memudahkan dari segi anggaran, perlu dicermati dalam kontrak pengadaannya agar Indonesia tidak terikat secara politik, termasuk klausul mengenai alih teknologi (ToT). “Kalau memang serius, saya kira TNI AL dan Kemhan akan segera mengajukan ke DPR,” sebut politikus PKS itu, sembari meyakini kerja sama dengan Rusia tidak akan mengganggu kerja sama dengan Korea Selatan.
Bukan untuk Hadapi Australia
Purnomo pun menegaskan bahwa kerja sama ini tak ada kaitannya dengan isu intelijen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, karena wacana kerja sama sudah dijajaki empat tahun lalu. Dia juga secara tegas membantah rencana pembelian kapal selam jenis kelas Kilo yang ditempatkan di wilayah selatan Indonesia untuk menghadapi ancaman dari Australia. Menurutnya, pembelian kapal selam sudah direncanakan sejak lama sesuai dengan rencana strategis Minimum Essential Force (MEF).
”Saya tidak pernah mengatakan ancaman dari selatan dalam buku putih. Dalam rencana itu, dalam konteks regional yang diprioritaskan itu di perbatasan,” tandasnya. KSAL Laksamana (TNI) Marsetio menjelaskan, Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman, dan saat ini tengah dilaksanakan pembangunan tiga unit kapal selam atas kerja sama dengan Korea Selatan.”Ada keinginan dari Rusia menawarkan kapal selam Kilo class. Tim akan segera berangkat menindaklanjuti tawaran Rusia tersebut,” katanya.
Dia menambahkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia idealnya memiliki 12 kapal selam, namun TNI AL akan menyesuaikan anggaran yang diterima.” Kita juga punya rencana strategis untuk mencapai kekuatan pokok minimum. Kalau anggaran tersedia dan ada percepatan, maka akan memberikan efek strategis bagi pertahanan,” tutur Marsetio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.