Jakarta ♼ SESUDAH reformasi terjadi perubahan sosial yang tidak berbanding lurus sehingga menimbulkan culture shock. Antara lain adanya 309 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum, dan 94 persen kepala daerah pecah kongsi.
Hal ii dikatakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam pidatonya yang berjudul “ketidakteraturan yang berlebihan” di acara Forum Kebangsaan yang digelar Forum Pemimpin Redaksi di Hotel Bidakara yang kami tulis (11/12/2013).
Terkait anomali politik, Panglima TNI mencatat Indonesia berada di titik ekesekutif di era Orde Baru, di yudikatif pada era Orde Reformasi dan belakangan bergerser ke eksekutif.
“Sedangkan anomali ekonomi, saat ini terdapat 90 federasi, 5 konfederasi, 11.000 serikat pekerja, dan jumlah buruh mencapai 30 juta orang,” ujar Moeldoko.
Sehingga, lanjutnya, kekuatan buruh menjadi kekuatan parlemen jalanan. Tapi sayangnya kekuatan buruh menjadi terpecah sehingga menimbulkan anomalinya perbuatan buruh yang cenderung reaktif.
Sementara itu, anomali di bidang sosial, Panglima mengungkapkan, terjadinya pemerkosaan pada balita usia delapa bulan, pemerkosaan gadis di bawah umur, bahkan pemerkosaan di angkutan umum.
“Untuk memperbaiki anomali-anomali tesebut kita harus mencari titik keseimbangan baru. Harus ada kepatuhan terhadap hukum, sehingga kita bisa mengatasi kecenderungan dan ketidakteraturan tersebut,” tandasnya.
Moeldoko berharap dalam forum ini bisa terumuskan. Untuk bisa menjadi yang terdepan mewujudkan pematuhan hukum sesuai empat pilar kebangsaan.
Hal ii dikatakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam pidatonya yang berjudul “ketidakteraturan yang berlebihan” di acara Forum Kebangsaan yang digelar Forum Pemimpin Redaksi di Hotel Bidakara yang kami tulis (11/12/2013).
Terkait anomali politik, Panglima TNI mencatat Indonesia berada di titik ekesekutif di era Orde Baru, di yudikatif pada era Orde Reformasi dan belakangan bergerser ke eksekutif.
“Sedangkan anomali ekonomi, saat ini terdapat 90 federasi, 5 konfederasi, 11.000 serikat pekerja, dan jumlah buruh mencapai 30 juta orang,” ujar Moeldoko.
Sehingga, lanjutnya, kekuatan buruh menjadi kekuatan parlemen jalanan. Tapi sayangnya kekuatan buruh menjadi terpecah sehingga menimbulkan anomalinya perbuatan buruh yang cenderung reaktif.
Sementara itu, anomali di bidang sosial, Panglima mengungkapkan, terjadinya pemerkosaan pada balita usia delapa bulan, pemerkosaan gadis di bawah umur, bahkan pemerkosaan di angkutan umum.
“Untuk memperbaiki anomali-anomali tesebut kita harus mencari titik keseimbangan baru. Harus ada kepatuhan terhadap hukum, sehingga kita bisa mengatasi kecenderungan dan ketidakteraturan tersebut,” tandasnya.
Moeldoko berharap dalam forum ini bisa terumuskan. Untuk bisa menjadi yang terdepan mewujudkan pematuhan hukum sesuai empat pilar kebangsaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.