Mayoritas Pulau garapan China di LCS telah rampung ☆
Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi hari Rabu (5/8), mengklaim telah menghentikan reklamasi pulau di Laut China Selatan (LCS). Wang juga menyerukan agar negara-negara di kawasan mempercepat pembicaraan untuk menyelesaikan tuntutan negara-negara yang mengakui kepemilikan perairan di LCS.
Pada Juni lalu, Tiongkok mengatakan akan segera menyelesaikan reklamasi di Kepulauan Spratly, LCS dan akan membangun fasilitas di pulau-pulau buatannya. Namun, pernyataan Wang dalam pertemuan ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, tampaknya dirancang untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara yang terlibat sengketa LCS. Wilayah LCS diperkirakan menghasilkan US$ 5 triliun per tahun karena menjadi jalur perdagangan kapal-kapal besar.
Beijing mengklaim sebagian besar perairan LCS, namun negara lainnya yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei juga memiliki klaim tumpang tindih. Amerika Serikat (AS) dan Jepang telah memperingatkan ekspansi Tiongkok di LCS karena menduga Tiongkok sedang memperluas jangkauan militernya.
“Tiongkok selalu berkomitmen untuk bekerja bersama negara-negara terkait untuk menyelesaikan sengketa lewat negosiasi damai,” kata Wang kepada Menteri Luar Negeri AS John Kerry berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Kerry ikut hadir dalam forum bertajuk ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-48 kemarin. “Negara-negara yang tidak berada di kawasan harus menghormati upaya yang dilakukan Tiongkok dan negara-negara ASEAN,” tambah Wang.
Saat ditanyakan apakah penghentian reklamasi hanya dilakukan sementara, Wang mengatakan “Tiongkok sudah menghentikannya. Anda tinggal naik pesawat untuk melihatnnya.”
Menurut Wang, Tiongkok dan negara-negara ASEAN menyatakan keinginan untuk meningkatkan Code of Conduct (CoC) atau kode etik di LCS dan menyelesaikan persoalan lewat dialog. Mereka juga ingin memperkuat kerjasama dalam keamanan dan pertahanan serta mempertahankan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Sebaliknya, juru bicara Kemlu Filipina, Charles Jose, mengatakan Tiongkok telah menghentikan reklamasi karena negara itu sudah membuat pulau-pulau baru. “Pada waktu bersamaan, Tiongkok mengumumkan bahwa mereka pindah ke tahap 2, yakni membangun fasilitas-fasilitas di wilayah yang direklamasi. Filipina melihat aktivitas-aktivitas itu tidak stabil,” kata Jose.
Hukum Internasional
Menlu AS John Kerry lewat pejabatnya menegaskan kekhawatiran AS akan militerisasi di Kepulauan Spratly. “Dia (Kerry) mendorong Tiongkok, bersama dengan negara penuntut lain, untuk menghentikan tindakan sehingga bisa menciptakan ruang untuk diplomasi,” ujar seorang pejabat AS.
Tiongkok sebenarnya enggan membahas sengketa LCS dalam pertemuan ASEAN, namun sejumlah menteri termasuk dari Malaysia sebagai tuan rumah dan Filipina, menilai persoalan itu terlalu penting untuk dihindari. Pekan lalu, Tiongkok dan ASEAN sepakat untuk membuat layanan pengaduan (hotline) diantara para menlu dalam rangka mengatasi persoalan di LCS.
Kantor berita Tiongkok, Xinhua, menyatakan sengketa LCS diharapkan tidak mempengaruhi kepentingan menyeluruh dari kerjasama Tiongkok-ASEAN. Perselisihan maritim Tiongkok hanya dengan sebagian negara ASEAN, sehingga tidak seharusnya menambah keterlibatannya menjadi antara Tiongkok dan ASEAN. Persoalan LCS hanya satu topik regional yang seharusnya tidak mencuri perhatian dalam pertemuan multilateral ASEAN.
Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi hari Rabu (5/8), mengklaim telah menghentikan reklamasi pulau di Laut China Selatan (LCS). Wang juga menyerukan agar negara-negara di kawasan mempercepat pembicaraan untuk menyelesaikan tuntutan negara-negara yang mengakui kepemilikan perairan di LCS.
Pada Juni lalu, Tiongkok mengatakan akan segera menyelesaikan reklamasi di Kepulauan Spratly, LCS dan akan membangun fasilitas di pulau-pulau buatannya. Namun, pernyataan Wang dalam pertemuan ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, tampaknya dirancang untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara yang terlibat sengketa LCS. Wilayah LCS diperkirakan menghasilkan US$ 5 triliun per tahun karena menjadi jalur perdagangan kapal-kapal besar.
Beijing mengklaim sebagian besar perairan LCS, namun negara lainnya yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei juga memiliki klaim tumpang tindih. Amerika Serikat (AS) dan Jepang telah memperingatkan ekspansi Tiongkok di LCS karena menduga Tiongkok sedang memperluas jangkauan militernya.
“Tiongkok selalu berkomitmen untuk bekerja bersama negara-negara terkait untuk menyelesaikan sengketa lewat negosiasi damai,” kata Wang kepada Menteri Luar Negeri AS John Kerry berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Kerry ikut hadir dalam forum bertajuk ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-48 kemarin. “Negara-negara yang tidak berada di kawasan harus menghormati upaya yang dilakukan Tiongkok dan negara-negara ASEAN,” tambah Wang.
Saat ditanyakan apakah penghentian reklamasi hanya dilakukan sementara, Wang mengatakan “Tiongkok sudah menghentikannya. Anda tinggal naik pesawat untuk melihatnnya.”
Menurut Wang, Tiongkok dan negara-negara ASEAN menyatakan keinginan untuk meningkatkan Code of Conduct (CoC) atau kode etik di LCS dan menyelesaikan persoalan lewat dialog. Mereka juga ingin memperkuat kerjasama dalam keamanan dan pertahanan serta mempertahankan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Sebaliknya, juru bicara Kemlu Filipina, Charles Jose, mengatakan Tiongkok telah menghentikan reklamasi karena negara itu sudah membuat pulau-pulau baru. “Pada waktu bersamaan, Tiongkok mengumumkan bahwa mereka pindah ke tahap 2, yakni membangun fasilitas-fasilitas di wilayah yang direklamasi. Filipina melihat aktivitas-aktivitas itu tidak stabil,” kata Jose.
Hukum Internasional
Menlu AS John Kerry lewat pejabatnya menegaskan kekhawatiran AS akan militerisasi di Kepulauan Spratly. “Dia (Kerry) mendorong Tiongkok, bersama dengan negara penuntut lain, untuk menghentikan tindakan sehingga bisa menciptakan ruang untuk diplomasi,” ujar seorang pejabat AS.
Tiongkok sebenarnya enggan membahas sengketa LCS dalam pertemuan ASEAN, namun sejumlah menteri termasuk dari Malaysia sebagai tuan rumah dan Filipina, menilai persoalan itu terlalu penting untuk dihindari. Pekan lalu, Tiongkok dan ASEAN sepakat untuk membuat layanan pengaduan (hotline) diantara para menlu dalam rangka mengatasi persoalan di LCS.
Kantor berita Tiongkok, Xinhua, menyatakan sengketa LCS diharapkan tidak mempengaruhi kepentingan menyeluruh dari kerjasama Tiongkok-ASEAN. Perselisihan maritim Tiongkok hanya dengan sebagian negara ASEAN, sehingga tidak seharusnya menambah keterlibatannya menjadi antara Tiongkok dan ASEAN. Persoalan LCS hanya satu topik regional yang seharusnya tidak mencuri perhatian dalam pertemuan multilateral ASEAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.