Ilustrasi pelaku teror Thamrin [detik] ★
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, Indonesia merupakan tempat yang paling nyaman bagi kelompok radikal.
"Saya sampaikan, tempat yang paling nyaman buat teroris di Indonesia," kata Gatot Nurmantyo di Gedung PTIK, Kebayoran Baru, Jumat, 29 Januari 2016.
Namun, Gatot tak merinci alasan detailnya kenapa Indonesia dia sebut sebagai tempat yang nyaman bagi organisasi radikal tumbuh berkembang. "Ya, dia latihan di Suriah kan, balik lagi ke sini (di Indonesia), enggak kena undang-undangnya," katanya.
Panglima juga enggan menjelaskan, usulan mengenai revisi Undang-Undang Terorisme yang sekarang sedang dikaji pemerintah. Mengingat, banyak kelompok radikal melakukan tindakan terorisme.
"Enggak usah ditawar-tawarkan, sudah dalam aturannya. Polisi minta apa pun juga kami dukung," tegas mantan KSAD itu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan, pemerintah akan melanjutkan rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Meski demikian, Luhut menyadari revisi tersebut bakal rawan pro dan kontra.
"Mengenai kewenangan aparat keamanan untuk melakukan penangkapan bila diduga ada indikasi kuat, akan ada kegiatan-kegiatan teror," ujarnya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Revisi itu akan difokuskan pada formulasi dan desain undang-undang yang memberi ruang bagi Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) untuk menangkap pihak-pihak yang dinilai kuat terlibat terorisme dan akan melakukan aksi teror dalam waktu tertentu. Hal ini disebut Luhut sebagai antisipasi.
"Termasuk kewenangan penangkapan, penahanan sampai waktu tertentu bila diperlukan keterangan-keterangan. Dengan demikian, kita bisa lebih mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Luhut.
Akan Ada Teror ISIS Lebih Besar dari Thamrin
Mantan teroris asal Lamongan, Jawa Timur, Ali Fauzi Manzi, mengingatkan bahwa kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kemungkinan akan melancarkan aksi teror lagi di Indonesia. Bahkan, operasi bisa jadi lebih besar dari bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari 2016.
ISIS tidak akan puas dengan operasi di Jakarta itu, yang hanya meledakkan bom berdaya ledak kecil dan memakan delapan korban jiwa, termasuk pelaku. "Ledakan dan operasi kali ini lebih besar," kata Ali Fauzi kepada VIVA.co.id, Jumat, 29 Januari 2016.
Operasi ISIS selanjutnya kemungkinan dipersiapkan lebih matang dan dengan strategi berbeda. Sebab, kelompok teroris mempelajari kelamahan-kelemahan dari aksi sebelumnya di Thamrin. "Mereka akan belajar dari kesalahan (bom Thamrin) kemarin," ujarnya.
Namun bekas instruktur bom Jemaah Islamiyah (JI) Wakalah Jawa Timur itu menolak menyebutkan kota dan fasilitas publik apa yang berpotensi jadi sasaran teroris. Dia juga menolak menyebutkan teroris dari kelompok siapa yang akan beraksi.
Sebelumnya, Ali Fauzi menjelaskan bahwa aksi teror bom Thamrin dilakukan anggota kelompok radikal ekstrem diduga ISIS yang masih amatir. Mereka kemungkinan hanya uji kebolehan setelah mendapatkan pelatihan merakit bom.
Dia juga menjelaskan bahwa nama Bahrun Naim yang disebut Polri dalang di balik bom Thamrin masih bagian kecil dari ISIS di Indonesia. Ada nama lain yang lebih hebat, seperti Aman Abdurrahman dan pemimpin Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Bahrun Syah, dan Salim Mubarok Attamimi.
Ali Fauzi ialah adik mendiang Amrozi dan Ali Imron, pelaku peledakan bom di Bali tahun 2002. Dia pernah mengikuti pelatihan perakitan bahan peledak di Kamp Akademi Moro, Filipina, dan mantan instruktur bom Jamaah Islamiyah Wakalah Jawa Timur.
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, Indonesia merupakan tempat yang paling nyaman bagi kelompok radikal.
"Saya sampaikan, tempat yang paling nyaman buat teroris di Indonesia," kata Gatot Nurmantyo di Gedung PTIK, Kebayoran Baru, Jumat, 29 Januari 2016.
Namun, Gatot tak merinci alasan detailnya kenapa Indonesia dia sebut sebagai tempat yang nyaman bagi organisasi radikal tumbuh berkembang. "Ya, dia latihan di Suriah kan, balik lagi ke sini (di Indonesia), enggak kena undang-undangnya," katanya.
Panglima juga enggan menjelaskan, usulan mengenai revisi Undang-Undang Terorisme yang sekarang sedang dikaji pemerintah. Mengingat, banyak kelompok radikal melakukan tindakan terorisme.
"Enggak usah ditawar-tawarkan, sudah dalam aturannya. Polisi minta apa pun juga kami dukung," tegas mantan KSAD itu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan, pemerintah akan melanjutkan rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Meski demikian, Luhut menyadari revisi tersebut bakal rawan pro dan kontra.
"Mengenai kewenangan aparat keamanan untuk melakukan penangkapan bila diduga ada indikasi kuat, akan ada kegiatan-kegiatan teror," ujarnya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Revisi itu akan difokuskan pada formulasi dan desain undang-undang yang memberi ruang bagi Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) untuk menangkap pihak-pihak yang dinilai kuat terlibat terorisme dan akan melakukan aksi teror dalam waktu tertentu. Hal ini disebut Luhut sebagai antisipasi.
"Termasuk kewenangan penangkapan, penahanan sampai waktu tertentu bila diperlukan keterangan-keterangan. Dengan demikian, kita bisa lebih mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Luhut.
Akan Ada Teror ISIS Lebih Besar dari Thamrin
Mantan teroris asal Lamongan, Jawa Timur, Ali Fauzi Manzi, mengingatkan bahwa kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kemungkinan akan melancarkan aksi teror lagi di Indonesia. Bahkan, operasi bisa jadi lebih besar dari bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari 2016.
ISIS tidak akan puas dengan operasi di Jakarta itu, yang hanya meledakkan bom berdaya ledak kecil dan memakan delapan korban jiwa, termasuk pelaku. "Ledakan dan operasi kali ini lebih besar," kata Ali Fauzi kepada VIVA.co.id, Jumat, 29 Januari 2016.
Operasi ISIS selanjutnya kemungkinan dipersiapkan lebih matang dan dengan strategi berbeda. Sebab, kelompok teroris mempelajari kelamahan-kelemahan dari aksi sebelumnya di Thamrin. "Mereka akan belajar dari kesalahan (bom Thamrin) kemarin," ujarnya.
Namun bekas instruktur bom Jemaah Islamiyah (JI) Wakalah Jawa Timur itu menolak menyebutkan kota dan fasilitas publik apa yang berpotensi jadi sasaran teroris. Dia juga menolak menyebutkan teroris dari kelompok siapa yang akan beraksi.
Sebelumnya, Ali Fauzi menjelaskan bahwa aksi teror bom Thamrin dilakukan anggota kelompok radikal ekstrem diduga ISIS yang masih amatir. Mereka kemungkinan hanya uji kebolehan setelah mendapatkan pelatihan merakit bom.
Dia juga menjelaskan bahwa nama Bahrun Naim yang disebut Polri dalang di balik bom Thamrin masih bagian kecil dari ISIS di Indonesia. Ada nama lain yang lebih hebat, seperti Aman Abdurrahman dan pemimpin Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Bahrun Syah, dan Salim Mubarok Attamimi.
Ali Fauzi ialah adik mendiang Amrozi dan Ali Imron, pelaku peledakan bom di Bali tahun 2002. Dia pernah mengikuti pelatihan perakitan bahan peledak di Kamp Akademi Moro, Filipina, dan mantan instruktur bom Jamaah Islamiyah Wakalah Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.