Untuk mengejar Santoso Salah satu anggota kelompok teroris Santoso yang tewas saat baku tembak dengan anggota Brimob dan Densus 88 di bawah oleh anggota Polisi unutk diidentifikasi di Desa Sakina Jaya, Parig, Sulawesi Tengah, Jumat, 3 April 2015. (Antara/Fiqman Sunandar) ★
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan tak perlu menerapkan status darurat militer di Poso, Sulawesi Tengah untuk mengejar Santoso yang mengendalikan Mujahidin Indonesia Timur.
Dalam kondisi darurat militer, yang merupakan kebalikan dari situasi saat ini yaitu tertib sipil, maka tentara lah yang punya peran untuk melakukan penegakan hukum sedangkan polisi hanya membantu.
"Tidak mungkin kita tetapkan darurat militer. Kita juga nggak perlu lagi gelar latihan lagi disana karena sudah operasi maka nggak perlu latihan lagi," kata Gatot di Gedung PTIK, Jakarta Selatan Jumat (29/1).
Saat itu Gatot memberikan keterangan bersama-sama dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti disela-sela Rapimnas TNI-Polri.
"Dalam kondisi sekarang ini, rakyat menangkap (Santoso) pun boleh. TNI-Polri itu melakukan operasi bersama-sama disana. Yang penting atas tujuan menangkap Santoso tercapai. Leadernya Polri, kita beri masukan Polri. Kita evaluasi sama-sama," urainya.
Gatot, yang merupakan rekan seangkatan Badrodin di Akmil 82 menambahkan jika, "ini bukan kayak ikan di kolam, airnya disurutkan, ikannya ditangkap. Tidak seperti itu."
Dalam kondisi tertib sipil begini, masih kata Gatot, maka polisi diibaratkan sebagai tangan kanan presiden dan TNI adalah tangan kiri presiden. Keduanya saling menguatkan.
"Dalam kondisi darurat militer, baru TNI jadi tangan kanan presiden dan polisi tangan kiri. Hilangkan sifat kompetisi dari masing-masing angkatan. Harus sinergi," sambungnya.
Operasi Camar Maleo dan Operasi Tinombala yang digelar untuk mengejar pemilik nama alias Abu Wardah sejak lebih dari setahun belakangan ini yang melibatkan ribuan personil TNI-Polri masih menemui jalan buntu.
Operasi Tinombala 2016, yang digelar saat ini, adalah operasi yang digelar di bawah komando Polda Sulteng yang melibatkan sekitar 2.000 personil gabungan TNI-Polri.
Operasi yang dimulai sejak 10 Januari itu akan berlangsung hingga 10 Maret 2016 dengan target memburu Santoso dan komplotannya yang berpindah-pindah di hutan pegunungan Poso.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan tak perlu menerapkan status darurat militer di Poso, Sulawesi Tengah untuk mengejar Santoso yang mengendalikan Mujahidin Indonesia Timur.
Dalam kondisi darurat militer, yang merupakan kebalikan dari situasi saat ini yaitu tertib sipil, maka tentara lah yang punya peran untuk melakukan penegakan hukum sedangkan polisi hanya membantu.
"Tidak mungkin kita tetapkan darurat militer. Kita juga nggak perlu lagi gelar latihan lagi disana karena sudah operasi maka nggak perlu latihan lagi," kata Gatot di Gedung PTIK, Jakarta Selatan Jumat (29/1).
Saat itu Gatot memberikan keterangan bersama-sama dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti disela-sela Rapimnas TNI-Polri.
"Dalam kondisi sekarang ini, rakyat menangkap (Santoso) pun boleh. TNI-Polri itu melakukan operasi bersama-sama disana. Yang penting atas tujuan menangkap Santoso tercapai. Leadernya Polri, kita beri masukan Polri. Kita evaluasi sama-sama," urainya.
Gatot, yang merupakan rekan seangkatan Badrodin di Akmil 82 menambahkan jika, "ini bukan kayak ikan di kolam, airnya disurutkan, ikannya ditangkap. Tidak seperti itu."
Dalam kondisi tertib sipil begini, masih kata Gatot, maka polisi diibaratkan sebagai tangan kanan presiden dan TNI adalah tangan kiri presiden. Keduanya saling menguatkan.
"Dalam kondisi darurat militer, baru TNI jadi tangan kanan presiden dan polisi tangan kiri. Hilangkan sifat kompetisi dari masing-masing angkatan. Harus sinergi," sambungnya.
Operasi Camar Maleo dan Operasi Tinombala yang digelar untuk mengejar pemilik nama alias Abu Wardah sejak lebih dari setahun belakangan ini yang melibatkan ribuan personil TNI-Polri masih menemui jalan buntu.
Operasi Tinombala 2016, yang digelar saat ini, adalah operasi yang digelar di bawah komando Polda Sulteng yang melibatkan sekitar 2.000 personil gabungan TNI-Polri.
Operasi yang dimulai sejak 10 Januari itu akan berlangsung hingga 10 Maret 2016 dengan target memburu Santoso dan komplotannya yang berpindah-pindah di hutan pegunungan Poso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.