Presiden Joko Widodo saat menjadi keynote speak dalam sebuah acara CEO di Jakarta, 24 November 2016. Dalam pidatonya Jokowi sebut Donald Trump seperti meniru Indonesia soal Tax Amnesty dan Infrastruktur. [TEMPO/Subekti] ☆
Amerika Serikat di ambang perang saudara. Inilah peringatan yang disampaikan mantan Sekretaris di Kementerian Pertahanan Jerman, Willy Wimmer.
Wimmer, yang juga sekutu dekat Kanselir Jerman, Angela Merkel, menjelaskan, perang saudara di AS akan terjadi, mengingat para elite di Washington tengah berjuang keras untuk melengserkan Trump dari kursi Presiden AS.
Menurut Wimmer, kelompok elite ini tengah meluncurkan kampanye kotor menentang Trump hanya beberapa hari sebelum pelantikannya sebagai Presiden AS.
Selain itu, orang-orang Demokrat dan anti-Trump di Partai Republik semakin membangun jaringan untuk menolak Trump dengan mengaitkan hubungan dekat Trump dengan Rusia.
”Saat Anda menyaksikan situasi di Washington, menurut saya mereka tak ingin, mereka yang gagal dalam pemilihan umum, menerima presiden baru yang namanya Trump. Apa yang sedang terjadi sekarang di Washington sepertinya awal menuju perang saudara,” kata Wimmer, seperti dikutip dari Express.co.uk, 12 Januari 2017.
Politikus dari Partai CDU, partai penyokong Merkel, itu menyebut Senator John McCain sebagai pemimpin dari penolakan terhadap Trump terkait dengan kebijakan luar negerinya, khususnya Rusia.
Adapun menurut Wimmer, semua orang di negara-negara Eropa justru ingin menjalin hubungan baik dengan Rusia saat ini.
”Tidak ada permusuhan antara Rusia dan Eropa. Permusuhan diolah dengan cara yang sangat artifisial dan cara ini sama dengan mengolah permusuhan terhadap Trump yang seperti kita lihat saat ini,” kata Wimmer.
”Ketegangan yang terjadi antara Trump, badan intelijen, dan Rusia merupakan hari-hari yang sangat dramatis yang pernah terjadi dalam kehidupan kita,” ujarnya.
Sebelumnya, badan intelijen AS mengungkap sejumlah bukti tentang keterlibatan Rusia dalam pemilihan Presiden AS pada November tahun lalu untuk memenangkan Trump. Namun Rusia membantahnya.
Belakangan, muncul dokumen setebal 35 halaman berisi bukti-bukti yang mengklaim Trump tak layak jadi presiden. Namun hasil penelusuran media menunjukkan pembuat dokumen adalah mantan intelijen Inggris, MI16, yang bekerja atas permintaan sekelompok politikus AS.
Pembuat Dokumen Rusia-Trump Ternyata Eks Intelijen MI6
Dokumen yang menyatakan Donald Trump memiliki hubungan jauh dengan Rusia. [buzzfeed.com]
Identitas pembuat dokumen yang mengungkap keterkaitan Rusia dalam pemenangan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump terungkap. Seperti dilansir The Guardian, Kamis, 12 Januari 2017, pembuat dokumen itu diduga Christopher Steele, 52 tahun.
Steele disebut-sebut merupakan pakar Rusia selama bekerja 20 tahun di MI6. Ia pernah dikirim ke Moskow sebagai mata-mata pada 1990.
Steele adalah bekas pejabat intelijen M16 yang sudah pensiun pada 2009. Ia kemudian mendirikan perusahaan konsultan Orbis Business Intelligence Ltd bersama kawannya, Christopher Burrows, di London.
Dokumen setebal 35 halaman yang dibuat Steele memuat bukti berupa video cabul Trump yang dimiliki dinas intelijen Rusia, FSB. Dokumen itu juga melaporkan, Rusia selama lima tahun terakhir membantu Trump.
Setelah identitasnya dibocorkan pertama kali oleh media Amerika, The Telegraph melaporkan, Steele meninggalkan kediamannya di Surrey pada Rabu pagi kemarin dengan alasan keselamatan.
“Ia khawatir akan ada balas dendam dari Moskow. Ia sempat menitipkan kucingnya kepada tetangga dengan pesan akan pergi untuk sementara waktu,” bunyi laporan The Telegraph dari seorang sumber yang dekat dengan Steele pada Rabu malam.
Menurut laporan The Telegraph, Steele direkrut sebuah perusahaan di Washington untuk mengumpulkan informasi tentang hubungan Trump dengan Rusia. Penyelidikan ini awalnya dibiayai Republikan anti-Trump, kemudian oleh Demokrat.
Selama beberapa bulan, Steele disebut-sebut memberikan informasi soal keterkaitan Rusia dengan Trump kepada sejumlah wartawan Amerika. Informasi ini kemudian dia bagikan juga kepada FBI.
Salah satu kontak Steele, David Corn, narablog politik di Mother Jones, tahun lalu menulis tentang dokumen ini. Tapi ia sama sekali tidak menyebut identitas dan kebangsaan Steele.
Dokumen ini sempat beredar selama enam bulan terakhir di antara jurnalis Amerika, tapi baru menjadi berita menarik sejak CNN melansir rangkuman dokumen ini, diserahkan FBI kepada Presiden Barack Obama dan Trump pada pekan lalu.
Ketika CNN menyebut dokumen ini disusun oleh bekas intelijen Inggris, identitas Steele mulai terkuak.
Dalam konferensi pers pertamanya, Rabu lalu, Trump kembali membantah tudingan dalam dokumen itu. “Dokumen itu palsu, dan saya merasa tinggal di bawah pendudukan Nazi Jerman.”
Amerika Serikat di ambang perang saudara. Inilah peringatan yang disampaikan mantan Sekretaris di Kementerian Pertahanan Jerman, Willy Wimmer.
Wimmer, yang juga sekutu dekat Kanselir Jerman, Angela Merkel, menjelaskan, perang saudara di AS akan terjadi, mengingat para elite di Washington tengah berjuang keras untuk melengserkan Trump dari kursi Presiden AS.
Menurut Wimmer, kelompok elite ini tengah meluncurkan kampanye kotor menentang Trump hanya beberapa hari sebelum pelantikannya sebagai Presiden AS.
Selain itu, orang-orang Demokrat dan anti-Trump di Partai Republik semakin membangun jaringan untuk menolak Trump dengan mengaitkan hubungan dekat Trump dengan Rusia.
”Saat Anda menyaksikan situasi di Washington, menurut saya mereka tak ingin, mereka yang gagal dalam pemilihan umum, menerima presiden baru yang namanya Trump. Apa yang sedang terjadi sekarang di Washington sepertinya awal menuju perang saudara,” kata Wimmer, seperti dikutip dari Express.co.uk, 12 Januari 2017.
Politikus dari Partai CDU, partai penyokong Merkel, itu menyebut Senator John McCain sebagai pemimpin dari penolakan terhadap Trump terkait dengan kebijakan luar negerinya, khususnya Rusia.
Adapun menurut Wimmer, semua orang di negara-negara Eropa justru ingin menjalin hubungan baik dengan Rusia saat ini.
”Tidak ada permusuhan antara Rusia dan Eropa. Permusuhan diolah dengan cara yang sangat artifisial dan cara ini sama dengan mengolah permusuhan terhadap Trump yang seperti kita lihat saat ini,” kata Wimmer.
”Ketegangan yang terjadi antara Trump, badan intelijen, dan Rusia merupakan hari-hari yang sangat dramatis yang pernah terjadi dalam kehidupan kita,” ujarnya.
Sebelumnya, badan intelijen AS mengungkap sejumlah bukti tentang keterlibatan Rusia dalam pemilihan Presiden AS pada November tahun lalu untuk memenangkan Trump. Namun Rusia membantahnya.
Belakangan, muncul dokumen setebal 35 halaman berisi bukti-bukti yang mengklaim Trump tak layak jadi presiden. Namun hasil penelusuran media menunjukkan pembuat dokumen adalah mantan intelijen Inggris, MI16, yang bekerja atas permintaan sekelompok politikus AS.
Pembuat Dokumen Rusia-Trump Ternyata Eks Intelijen MI6
Dokumen yang menyatakan Donald Trump memiliki hubungan jauh dengan Rusia. [buzzfeed.com]
Identitas pembuat dokumen yang mengungkap keterkaitan Rusia dalam pemenangan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump terungkap. Seperti dilansir The Guardian, Kamis, 12 Januari 2017, pembuat dokumen itu diduga Christopher Steele, 52 tahun.
Steele disebut-sebut merupakan pakar Rusia selama bekerja 20 tahun di MI6. Ia pernah dikirim ke Moskow sebagai mata-mata pada 1990.
Steele adalah bekas pejabat intelijen M16 yang sudah pensiun pada 2009. Ia kemudian mendirikan perusahaan konsultan Orbis Business Intelligence Ltd bersama kawannya, Christopher Burrows, di London.
Dokumen setebal 35 halaman yang dibuat Steele memuat bukti berupa video cabul Trump yang dimiliki dinas intelijen Rusia, FSB. Dokumen itu juga melaporkan, Rusia selama lima tahun terakhir membantu Trump.
Setelah identitasnya dibocorkan pertama kali oleh media Amerika, The Telegraph melaporkan, Steele meninggalkan kediamannya di Surrey pada Rabu pagi kemarin dengan alasan keselamatan.
“Ia khawatir akan ada balas dendam dari Moskow. Ia sempat menitipkan kucingnya kepada tetangga dengan pesan akan pergi untuk sementara waktu,” bunyi laporan The Telegraph dari seorang sumber yang dekat dengan Steele pada Rabu malam.
Menurut laporan The Telegraph, Steele direkrut sebuah perusahaan di Washington untuk mengumpulkan informasi tentang hubungan Trump dengan Rusia. Penyelidikan ini awalnya dibiayai Republikan anti-Trump, kemudian oleh Demokrat.
Selama beberapa bulan, Steele disebut-sebut memberikan informasi soal keterkaitan Rusia dengan Trump kepada sejumlah wartawan Amerika. Informasi ini kemudian dia bagikan juga kepada FBI.
Salah satu kontak Steele, David Corn, narablog politik di Mother Jones, tahun lalu menulis tentang dokumen ini. Tapi ia sama sekali tidak menyebut identitas dan kebangsaan Steele.
Dokumen ini sempat beredar selama enam bulan terakhir di antara jurnalis Amerika, tapi baru menjadi berita menarik sejak CNN melansir rangkuman dokumen ini, diserahkan FBI kepada Presiden Barack Obama dan Trump pada pekan lalu.
Ketika CNN menyebut dokumen ini disusun oleh bekas intelijen Inggris, identitas Steele mulai terkuak.
Dalam konferensi pers pertamanya, Rabu lalu, Trump kembali membantah tudingan dalam dokumen itu. “Dokumen itu palsu, dan saya merasa tinggal di bawah pendudukan Nazi Jerman.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.